Rembulan di Kaki Gunung Ceremai

R Fauzia
Chapter #29

Pengorbanan

Tanpa disadari Indi sudah terlalu jauh dari tenda bahkan dari jalur pendakian. Ia sampai di jalan yang semakin sempit dengan jurang di pinggirnya. Dalam lelah dan rasa frustasi, gadis itu duduk, menatap ke kejauhan. Gradasi warna biru yang biasanya memberi kedamaian bagi Indi yang sangat mencintai alam, saat itu tak menyentuh hatinya yang gelap. Ada penyesalan yang kuat bermain dalam jiwa. Ia menyesal terlibat dalam foto prewed, menyesal bertemu Irvan, menyesal memperkenalkan pria yang membuatnya jatuh hati itu kepada Intan. 

“Oooh ....” Lirih suara Indi saat ia membenamkan wajah ke antara dua lututnya. Gadis itu menyesali segala yang terjadi padanya. Ia menyesal telah selalu menuruti perintah orangtuanya mendampingi Intan semata hanya demi kepentingan sang anak emas itu. 

“Indi! Kasih bonekanya ke adikmu! Kamu Kakak, harus ngalah.”

“Kalau kamu mau pergi nonton, ajak adik kamu! Jangan mentingin teman!” 

“Ini kesempatan emas buat adik kamu! Jangan egois, Indi. Tour fotografi bisa lain waktu!”

“Indira! Kamu biarkan adik kamu pulang sendiri naik angkot? Mama sudah bilang kamu harus tunggu sampai lesnya selesai. Adik kamu itu cantik, kalau ada apa-apa sama dia gimana?” 

“Kalau karir Intan makin naik, kamu juga yang kebantu.”

Terngiang suara ibunya yang bernada tinggi setiap kali Indi dimarahi karena dianggap mengabaikan kepentingan Intan. Indi berusaha mengingat saat di mana ia yang dibela dan Intan yang dimarahi, namun sekeras apa pun ia menggali ingatan, tidak ada momen itu di benaknya. Tiga bersaudara dalam keluarga, Intan adalah pusat perhatian. Intan kecil selalu menjadi sumber pujian karena cantik, menggemaskan, dan sangat mudah tertawa. Kekaguman semakin bertambah dengan mulainya ia menjadi model. Kembali Indi menyesal memperkenalkan sang adik kepada dunia modelling. 

Yang paling menyakitkan bagi gadis itu adalah saat sang ibu memintanya agar menjauhi Irvan karena teman dekatnya itu sudah menjadi kekasih Intan. Indi ingat ia membela diri dengan mengatakan bahwa Irvan telah lebih dulu menjadi sahabatnya jauh sebelum bertemu Intan. 

“Mama tau kalian sahabat, tapi Irvan laki-laki dewasa, Indi. Dia bisa jadi terlalu nyaman sama kamu.”

Suara ranting terinjak menghentak jantung Indi, namun gadis itu bergeming, membiarkan wajahnya bersembunyi di antara kedua lutut. Ia yakin yang datang adalah adiknya dan ternyata itu benar.

Lihat selengkapnya