Rembulan di Ujung Penantian

Fitriyana
Chapter #3

Ternyata Dia

Siang itu Raja dan Nico nongkrong di kantin yang berada di area sekolah mereka. Bagi yang belum tau, Raja dan Nico masih duduk di bangku SMA kelas XII. Arana juga belum tau kalau cowok yang dia suka masih anak SMA, dua tahun di bawah dia. Kalau Arana tau, entah bagaimana nanti tanggapannya.

"Bro, cerita Arana dong? Ketemu dimana?" Tanya Nico tiba-tiba.

Raja yang sedang menyedot es teh manis jadi tersedak dibuatnya. Tidak biasanya Raja salah tingkah hanya karena ditanya soal wanita. Sepertinya kali ini Raja benar- benar dibuat jatuh hati pada Arana.

"Yaelah, belum apa-apa udah keselek. Benar-bener sampe sini ya?" Goda Nico menunjuk jantung Raja.

Raja tersenyum menyembunyikan wajah malunya. Nico tau betul sahabatnya ini sedang bermain-main dengan rasa.

"Jadi gini, ingat nggak cewek yang nabrak aku waktu itu?" Raja memulai ceritanya.

Nico mengangguk tanda mengerti.

"Nah, itu Arana."

"Oh, yang malam itu?"

"He em.." Jawab Raja sembari minum kembali es tehnya.

"Wah, makanya aku sampai heran sama kamu. Kenapa ini anak mau-mau aja nolongin tuh cewek. Nggak biasanya kamu peduli urusan orang apalagi terlibat."

"Tapi kalau ceweknya kayak Arana sih beda.. Aku aja mau nolongin, Bro. Cantik banget. Hehehehe..." Ujar Nico genit.

"Dasar, modus aja.." Raja tertawa.

"Jadi Titi gimana?" Tanya Nico yang membuat Raja sedikit terkejut.

"Jangan dibahas dulu, Nic." Jawab Raja gusar.

Nico mengangguk paham. Wajah Raja berubah murung jika dihadapkan pertanyaan tentang Titi, gadis yang tak tahu di mana rimbanya sekarang. 

Sesampainya di rumah, Raja langsung merebahkan tubuhnya dan melambungkan angannya tentang Titi. Dalam benaknya masih ada banyak pertanyaan tentang Titi. 

Kenapa Titi meninggalkannya?

Apa Titi baik-baik saja?

Di mana Titi sekarang?

Apakah Titi pernah memikirkannya barang sejenak?

Dan berjuta pertanyaan lain yang ingin Raja utarakan. Tapi mungkin tak akan pernah tersampaikan dan hanya tersimpan rapat pada salah satu bilik hatinya yang kosong.

"Raja, kamu akan selalu di sampingku kan? Jangan pernah lelah sama aku. Janji? Aku cuma punya kamu.."

Ucap Titi kala itu seraya melukiskan senyum yang jarang tersungging di bibirnya karena lebih banyak air mata ia tumpahkan saat bersama Raja. Ya, hanya pada Raja, Titi bisa menjadi dirinya. Dengan semua beban hidupnya. Mereka berdua memiliki suatu ikatan yang orang lain tak dapat memahaminya. Bahkan Nico sekalipun.

Tapi pada akhirnya kamu yang pergi kan, Ti? Kenapa memaksaku membuat janji tapi kamu sendiri yang melarikan diri?

Raja bergumam dalam hati. Hatinya merasa tercabik bila mengingat Titi. Gadis ceria yang hanya terlihat sendu di hadapannya. 

"Apa kamu baik-baik aja, Ti?" Raja berbicara pada dirinya sendiri.

Tiba- tiba ada pesan masuk ke ponsel Raja, membangunkan Raja dari lamunannya. Ternyata pesan dari Arana, gadis cantik yang mampu mengalihkan Raja dari pikirannya tentang Titi. 

|Hai Raja. Ini Arana. Nanti ketemu di studio dulu bisa? Sama yang lain juga. Kita latihan untuk perform nanti malam. Aku udah dapat daftar lagu dari Kak Richard.|

Isi pesan dari Arana.

|Oke.| 

Balas Raja berbinar melupakan sedikit kegundahan hatinya.

*****

Mereka berlima sudah mulai latihan di studio. Arana sangat bahagia akhirnya mendapatkan tempat di mana ia bisa menjadi dirinya sendiri. Tempat yang bisa menerima ia apa adanya, menerima kecintaannya pada musik dan bernyanyi. 

Masih segar dalam ingatan Arana saat kedua orang tuanya bertengkar hebat kala ia memutuskan kuliah di jurusan seni musik. Mama yang biasanya lemah lembut, dengan segenap kekuatannya membela Arana di hadapan papa. Hingga akhirnya dengan berat hati papa mengizinkan tapi dengan syarat Arana harus bisa berdiri sendiri. Tanpa sokongan apa pun dari kedua orang tuanya.

Sudah satu jam mereka latihan. Masih ada waktu untuk istirahat sebelum penampilan mereka di kafe. Arana mulai tergelitik untuk mencari tau sisi lain dari Raja. Selama ini hanya obrolan ringan yang terjadi antara keduanya. Raja dari kacamata Arana seorang yang pendiam tapi sangat perhatian dan lembut. Mungkin hal itu yang membuat Arana sangat tertarik pada Raja.

"Kak Simon, boleh tanya nggak?" Tanya Arana tiba-tiba.

"Boleh aja, Ra. Mau tanya apa?" Balas Kak Simon sembari berbenah alat musik.

"Kalian mulai main band bareng dari kapan? Kok bisa sama Nico dan Raja?" Selidik Arana.

"Oh, itu. Kak Simon, Kak Richard dan Kak Daniel main band bareng dari dulu. Karena Kak Richard mulai sibuk urus kafe akhirnya kita tambah personel baru. Akhirnya ketemu Nico dan Raja waktu acara Pensi SMA Pelita dua tahun lalu. Kemarin kita vakum hampir 6 bulan, tunggu dua bocil itu UN dulu. Baru satu bulan ini kita mulai latihan lagi." Terang Kak Ola panjang.

Eit.. tunggu- tunggu.. UN? Raja masih SMA? 2 tahun di bawah aku?

Arana bergumam dalam hati. Dari sekian banyak pria yang mendekatinya, mengapa hanya Raja yang membuatnya nyaman. Dan mengapa pula dia merasakan perasaan yang lebih pada pria yang lebih muda darinya.

Tanpa sadar bola mata Arana mengikuti setiap gerak gerik Raja. Seperti rembulan yang mengitari bumi sebagai porosnya. Sesekali sudut bibirnya terangkat mana kala melihat tingkah kekanakan Raja dan Nico.

"Ra, mau main game juga? Kok dari tadi liatin kita?" Tanya Nico tiba tiba.

"Enggak, kalian main aja." Jawab Arana terkejut.

Raja hanya tersenyum melihatnya. Sebenarnya Raja sadar diperhatikan oleh Arana. Hanya tidak mau terbawa perasaan saja, perasaan yang belum jelas apa benar untuknya.

Seketika terbersit sebuah pertanyaan dalam hati mereka berdua,

Apa boleh aku suka padanya?

*****

Matahari sudah menampakkan kuasanya. Membuat belahan bumi menjadi lebih hangat dan bersinar. Tapi Arana masih enggan beranjak dari peraduannya. Isi otak Arana hanya terisi bayangan Raja saja.

"Kuliah, kuliah.. Jangan malas Ra." Ucapnya memberi semangat pada dirinya sendiri.

Sesampainya di kampus hanya Ziya yang Arana tunggu. Arana ingin tau pendapat Ziya tentang perasaannya. Apa benar perasaannya ini cinta atau hanya rasa kagum saja?

Tak berapa lama yang ditunggu pun datang. Arana melambaikan tangannya meminta Ziya untuk menghampirinya.

"Kok ngajak ketemu di kantin sih, Ra? Enggak ikut kelas ceritanya, nih?" Tanya Ziya.

"Aku pengen curhat, Zi. Udah nggak kepikiran kelas lagi. Nggak bisa konsentrasi."

"Ya udah, ngomong aja. Bener-bener penting ya? Kayak bisul mau meletus gara-gara nggak dikasih obat?"

"Aduh, Ziya.. Jangan receh deh.."

"Iya iya zheyeng.. mau cerita apa?" Kata Ziya centil dengan gaya khasnya.

Arana pun memulai ceritanya. Tentang perasaannya pada Raja. Tentang segala kekagumannya pada seorang Raja. Senyum polos Raja yang menggetarkan hatinya. Sikap Raja yang lembut dan perhatian yang membuatnya nyaman. Semuanya.

"Fix, Ra. Kamu cinta sama itu orang." Jawab Ziya mantap.

"Tapi, Zi.. Masalahnya Raja masih anak SMA kelas XII. Dia di bawah aku 2 tahun lho."

"What?? SMA?? Hmm... Tapi nggak masalah sih. Bentar lagi lulus kan? Cinta enggak pandang usia Arana cantik."

"Tapi Ziya jadi penasaran, deh. Pengen ketemu yang namanya Raja. Orang yang bisa bikin sahabatku ini galau segalau-galaunya. Seganteng apa sih ini bocah??” Ziya pura-pura berpikir.

"Ntar malam ikut aku ke kafe aja. Udah lama kamu nggak kesana, kan? Dapat salam dari Kak Richard."

"Oke deh, nanti malam aku ke kafe." Ujar Ziya.

*****

"Bang Richarddd...." Sapa Ziya ketika sampai di kafe.

"Ziya.. Lama nggak kesini ya? Kayaknya udah hampir 2 bulan ngak main-main. Sombong amat." Gerutu Kak Richard mencubit pipi Ziya yang gembul.

"Yaelah, Bang. Kuliah padat ini. Tau sendiri otakku setengah doang, Bang. Enggak kayak Arana, belajar nggak belajar IPK tetap mantep."

Lihat selengkapnya