Rembulan Maheswari

DeešŸ“
Chapter #3

2. Dia Lagi?

PAGI sekali, aku sudah berada di dalam kelas sembari membaca novel. Garis kurva di bibirku terangkat kala muncul adegan romantis yang dituliskan di sana. Kira-kira, bagaimana jika aku yang menjadi tokoh utamanya? Hahaha, andai saja.

BRAK!

Seketika jantungku berpacu lebih kencang dari sebelumnya. Pandanganku terarah pada gadis dengan lengan baju dilinting. Kemudian menunduk karena tatapannya yang begitu tajam.

"Ngapain senyum-senyum sendiri?" tanyanya, sembari duduk di atas mejaku. "Gila lo sekarang?"

Merupakan hal yang sudah biasa untukku menghadapi hinaan seperti ini. Sudah layaknya makanan sehari-hari. Lagian, memangnya ada yang salah jika tersenyum hanya karena membaca novel?

"Kerjain PR gue!" Gadis itu berteriak, membuat tanganku refleks meremas kuat buku yang kupegang.

Tanpa aba-aba, ia mencengkeram kuat kedua pipiku hingga mendongak menatapnya. Benar-benar terasa sakit, ditambah aku sedang sariawan.

"Lo denger nggak gue ngomong apa?" Aku terdiam karena takut. "DENGER NGGAK?" bentaknya. Cepat-cepat aku mengangguk.

Yuna menghempaskan wajahku dengan kasar, kemudian mengeluarkan seringainya, lantas mengambil buku dan melemparkan hingga tepat mengenai wajahku.

"Kerjain sekarang! Awas kalo sampe ngadu sama guru-guru. Gue jamin lo nggak akan betah sekolah di sini!" ancamnya yang membuatku hanya bisa pasrah.

Menghela napas panjang, lalu mengambil peralatan tulis dan mulai menyalin dari buku PR yang sudah kukerjakan semalam.

Tak lama, guru tampan dengan lesung di pipi itu masuk kelas. Murid-murid yang semula tak beraturan mendadak berlarian dan duduk rapi di bangku masing-masing. Dengan kasar, Yuna menarik buku yang sudah selesai kuisi tanpa mengucapkan terimakasih. Jangankan berterimakasih, menatapku saja enggan.

"Pagi anak-anak," sapa Pak Jhoā€”guru di depan kamiā€”dengan sangat manis.

Pria berusia sekitar dua puluhan itu merupakan guru yang banyak digemari oleh kaum perempuan di sini. Selain senyum yang memikat, sikapnya juga sangat ramah dan tidak pilih kasih. Aku jadi ingat bagaimana dulu ia pernah membantu diriku saat orang-orang menggangguku. Betapa keren dirinya kala itu.

Bahkan, aura tanpanya semakin bertambah kala sedang mengajar seperti sekarang ini.

"Apa ada yang ingin ditanyakan?" tanya pak Jho setelah selesai menerangkan materi, membuat gadis yang duduk paling depan mengacungkan tangan.

"Iya, Griselda?" katanya, baru saja perempuan tersebut ingin membuka suara, sekonyong-konyong terdengar ketukan pintu dari luar.

Aku kurang tahu pasti apa yang dibicarakan oleh Pak Jhonatan dan Pak Endang. Lelaki dengan perut sedikit buncit itu kemudian berjalan pergi, sedangkan pak Jho merangkul seseorang yang baru saja datang.

Tunggu dulu!

Aku mengucek kedua mata dan kembali menatap ke depan.

Dia bukannya ...?

"Perkenalkan, nama saya Aysel Arksana, saya pindahan dari SMAN 17. Senang bertemu dengan kalian dan semoga kita bisa berteman baik," ujarnya memperkenalkan diri. Pandangannya terarah padaku sebentar, membuat pandangan kami seketika bertumbuk.

"By the way, kosong delapan berapa?" ucap gadis yang duduk di kursi paling belakang dengan tiba-tiba.

"Beuh, nggak ada lawan. Pepet teros jangan kasih kendor ya, Mbak!" sahut laki-laki yang duduk tak jauh dari kursinya.

Aysel tersenyum tipis menanggapi candaan dari teman barunya itu. Lalu, berjalan ke arah kursi yang kosong setelah dipersilakan oleh pak Jho.

Entah hanya perasaanku atau bagaimana, langkahnya semakin lama terasa semakin dekat. Dan benar saja, ia berhenti tepat di hadapanku.

Aysel mengamit pergelangan tanganku. Jujur, aku sempat terkejutā€”apalagi saat banyak pasang mata terarah pada kamiā€”lantas memberikan secarik kertas yang sudah digulung. Setelah itu, kembali berjalan menuju kursi kosong.

Pelan namun pasti, aku mencoba untuk membuka gulungan kertas tersebut.

Kenapa nggak telepon atau kirim pesan? Padahal aku udah nunggu.

Begitulah isi tulisan di kertas itu. Tatapanku kemudian terarah padanya yang ternyata sedang menatapku juga.

Kira-kira, sudah sekitar satu bulan kami tidak bertemu, dan sudah satu bulan pula aku tidak pergi ke danau karena pertengkaran dengan ayah tempo lalu. Anak itu juga tidak membalas pesan yang tak sengaja kukirimkan. Ah, berarti dia tidak mengetahuinya, ya? Syukurlah kalau begitu. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa pesan itu tidak sampai?

Tet ... tet ....

Bel istirahat yang baru saja berbunyi itu seketika membuyarkan lamunanku. Aku lalu mengambil novel dan melangkahkan kaki menuju taman belakang sekolah.

Hm, sepertinya lebih menyenangkan jika membaca novel di rooftop, 'kan?

Entahlah, rasanya tidak ada niat untuk pergi ke kantin. Oh iya, sebenarnya jika sedang tidak mendesak aku juga tidak akan pergi ke sana. Jangan tanyakan kenapa, kalian pasti tahu alasannya.

Mulutku bergerak komat-kamit tatkala sedang membaca buku yang baru kubaca sedikit tadi pagi. Semilir angin ikut menerpa wajah. Lucu, hal sesederhana ini saja mampu membuat bahagia. Dasar aku.

"Kenapa nggak kirim pesan?" Aku tergemapĀ¹ saat mendapati seseorang yang entah sejak kapan sudah duduk di sebelahku. "Kenapa nggak telpon?" katanya yang kemudian menatapku. "Ya udah, biar aku aja yang hubungi kamu. Boleh pinjem HP-nya sebentar?"

Dahiku berkerut saat anak laki-laki itu menodongkan tangan untuk meminta ponselku.

"Nggak akan diapa-apain, kok," imbuhnya yang seolah mampu membaca pikiranku. Dengan sedikit ragu, kuberikan benda pipih di saku padanya.

Laki-laki itu tertawa kecil, menarik bibirnya hingga membentuk kotak. Lucu. Ini kali pertama aku melihat senyuman dengan bentuk kotak seperti itu.

Omong-omong, kenapa ia tertawa? Apa ada yang salah dengan ponselku?

"Maaf, aku salah ngasih nomer," sambil terkekeh. "Ternyata kamu udah kirim SMS, ya?"

Mendadak aku jadi salah tingkah. Bodoh, seharusnya langsung kuhapus saja pesan itu.

"Udah bener nomernya, dijamin nggak akan salah lagi," katanya, lalu ia mengembalikan ponselku. "Aku juga udah nyimpen nomer kamu." Tatapannya kemudian lurus ke depan. "Kirain, kamu nggak punya pulsa, makanya nggak SMS." Aysel terkekeh pelan. "Oh iya, kenapa nggak pernah dateng ke danau lagi?"

Lihat selengkapnya