Rembulan Maheswari

Dee🍓
Chapter #13

12. Revenge.

"KAMU tunggu dulu di sini ya, kunci motorku ketinggalan di kelas deh kayaknya." Aku mengangguk, sedangkan Aysel berlari menjauh.

Kami pulang terlambat karena ada pelajaran tambahan tadi. Kini, parkiran sudah sangat sepi. Sudah hampi pukul enam.

Grep!

Dengan sekuat tenaga, aku mencoba untuk meronta ketika entah siapa tiba-tiba membekap hidung dan mulutku menggunakan kain. Bersamaan dengan itu, pandanganku kabur dan tidak tahu setelahnya.

🌙🌙🌙

Aku tersadar, betapa terkejutnya saat mendapati diriku yang sudah duduk di kursi dengan tangan serta tubuh terikat, mataku bahkan tertutup kain, sedangkan mulut dibungkam oleh lakban.

"Hahaha, gimana kabarmu?"

Suara itu? Aku mengenal suara itu yang melalui hearing aid, ternyata benda tersebut masih terpasang di telinga. Aku menggelengkan kepala dan seluruh tubuh, berusaha untuk memberontak.

Demi apapun, tubuhku mendadak merinding ketika merasakan sebuah benda dingin—aku yakin benda itu adalah pistol—yang menari-nari pelan di leher. Jantungku berdebar sangat kencang, rasa takut meluap-luap saat benda tersebut sudah berada di kepala.

Ia menarik kasar lakban di bibirku hingga aku merintih. Bersamaan dengan itu, darah segar mengalir.

Napasku memburu. "Tidak perlu takut," katanya pelan sambil membelai rambutku. Aku sangat mengenal suara itu. Dengan kasar, dia membuka penutup mataku membuat mata ini membulat seketika, benar kan apa yang sudah kuduga.

Griselda.

Orang itu adalah Grisel!

"Kenapa?" tanyanya sembari tersenyum sinis.

Aku tergugu ketika menatap sepasang manik hazel menyiratkan kebencian yang begitu besar. Ia menatapku seperti singa yang tengah mengincar mangsanya. Kedua tanganku mengepal. Kini, ketakutan menyelimutiku.

"Apa? Mau ngomong?" Tangannya membelai wajahku dengan sangat pelan dan kembali tersenyum. "Oh iya, gue lupa kalau lo bisu." Ia kembali tertawa.

Grisel berjalan menjauh, kemudian mengambil sesuatu dan melemparnya tepat mengenai wajahku.

"Tulis!" serunya sambil bersilang dada dengan angkuh. Aku terdiam sambil menggigit bibir bawah karena takut. "Ngeyel banget sih dibilangin!" Dia mengambil kertas serta pulpen yang dilemparkannya tadi, lalu menaruh di lenganku. "Gue tau lo bisu! Makanya gue suruh lo buat nulis!" hardiknya.

Dengan gemetar dan lumayan kesulitan, aku mencoba menulis pada kertas itu, "Kenapa kamu menculikku? Bukannya kita ini teman?"

Lagi-lagi, Grisel kembali tertawa, namun kali ini lebih keras. "Sejak kapan gue temenan sama lo, hah? Lagian, mana ada yang mau temenan sama orang cacat kayak lo? Nyadar diri!" geramnya.

"Aku punya salah apa hingga kamu menculikku?" Air mataku nyaris saja lolos dari tempatnya.

Dengan arogannya, gadis itu mulai berbicara. "Gue udah ngomong berapa kali sama lo buat jauhin Aysel, tapi lo nggak pernah denger dan malah semakin menjadi-jadi. So, jangan salahin kalau gue pun semakin menjadi-jadi!"

"Aku tidak mungkin menjauhi Aysel, aku tidak bisa melakukan itu!"

"Kenapa, hah?" Giginya bergemeletuk menahan marah.

"Karena dia yang menyuruhku untuk tidak menjauhinya!"

PLAK!

Grisel menamparku hingga wajahku berpaling. Tamparannya tidak main-main dan begitu terasa sakit. "LO NYADAR DIRI, ANJ*NG! Lo itu cuma pelampiasannya doang!" makinya dengan nada tinggi.

"Kamu orang jahat! Kamu sudah menyakiti perasaannya!"

"Lo tau apa hah tentang gue sama Aysel? lo itu cuma orang baru di kehidupannya!" bentaknya yang semakin keras dan penuh penekanan.

"Laki-laki itu sudah menceritakan semuanya tentangmu! Kamu orang jahat, Grisel. Dan sekarang adalah bukti bahwa kamu benar-benar jahat!"

Sekonyong-konyong, gadis itu mencengkram kedua pipiku. Aku berusaha menahan rasa sakit saat kuku panjangnya melukai kulit di wajah.

"Heh, denger ya anak cacat, tolong lo tau diri jadi orang! Jangan kepedean deh, manusia kayak lo ini harusnya lenyap dari bumi!" Ia menatapku dengan penuh emosi, kemudian menghempaskan wajahku kasar. Refleks, aku menginjak kakinya hingga membuatnya mengaduh.

Lihat selengkapnya