Rembulan Maheswari

Dee🍓
Chapter #22

21. Cucu kedua.

TENTANG kejadian beberapa waktu lalu, aku jadi bisa menyimpulkan jika anak laki-laki itu sebenarnya orang yang baik. Mungkin, hanya karena faktor lingkungan dan orang-orang sekitar yang mendukungnya menjadi seperti itu. Bagaimanapun, aku tidak bisa menyimpulkan bahwa Satya terlahir jahat. Karena buktinya, dia pernah menyelamatkan Nenek saat sedang kerampokan.

Ah iya, Satya pun juga hampir dibilang tidak pernah lagi mem-bully-ku akhir-akhir ini. Bahkan, aku jarang melihat keberadaannya. Aku juga tak tahu dan tidak mau tahu tentang itu. Toh, itu semua tidak ada urusannya denganku, 'kan?

"Heh!" Hampir saja jantungku mencelos dari tempatnya saat seorang tiba-tiba membuyarkan lamunanku. "Kenapa sih ngelamun terus? Cerita dong," katanya. Aku menggeleng cepat, lalu kembali melahap nasi goreng yang kupesan tadi.

"Eh, Lan, liat deh senior yang pake baju merah itu." Atensiku tertuju pada arahan tangannya. "Ganteng banget parah," pekiknya pelan.

Kuperhatikan laki-laki yang sedang menyugar rambutnya ke belakang itu dari ujung kepala hingga kaki. Benar-benar stylish.

"Tau nggak, kemarin dia nolongin aku pas motorku lagi mogok lho."

Aku menulis pada catatanku yang terletak di atas meja. "Serius?"

Ia mengangguk antusias, kemudian berbisik. "Iya, baik banget, kan?"

"Mmm, permisi, boleh ikut duduk di sini? Soalnya bangku yang lain udah pada penuh." Kami berdua mendongak, mengalihkan perhatian pada seseorang yang baru saja membuka suara. Betapa terkejutnya saat senior itu sudah berada di depan kami dengan nampan di tangan. Meisie menyenggol lenganku, kemudian tersenyum canggung padanya.

"Boleh, Kak."

Lelaki itu menampilkan senyum terbaiknya dan duduk di depan kami. "Makasih," ucapnya.

"Oh iya, Kak, kenalin ini temen aku, namanya Rembulan. Rembulan, ini Kak Deon."

Ia mengulurkan tangan padaku. "Deon," katanya. Aku membalas ulurannya sembari tersenyum kecil. Dapat kulihat ekspresi laki-laki itu yang sedikit berubah ketika aku tak menyahut sekadar menyebutkan nama.

"Rembulan ini spesial," ucap Meisie yang membuatnya langsung paham lantas tersenyum kecil.

"Nanti malam kamu ada waktu nggak?" tanyanya pada gadis di sebelahku.

"Ah, kosong deh kayaknya. Emang ada apa ya, Kak?" Ia terlihat sedang tersipu malu.

"Kalau aku mau ngajak kamu nonton gimana? Bisa nggak?"

Mereka berbincang banyak hingga menghiraukanku. Rasanya, sudah seperti nyamuk saja di sini. Maklum, mereka kan sedang kasmaran. Jadi, menganggap dunia itu seperti miliknya.

"HEH, PUNYA MATA DI PAKE!" bentak seseorang di area kantin. Aku melongo saat menatap Satya yang entah sejak kapan sudah mencengkram kerah laki-laki di sana.

"Gu-gue minta maaf, be-benaran nggak sengaja." Laki-laki itu menangkupkan kedua tangannya, ketakutan.

"Nggak sengaja mata lo, hah? Liat baju gue kotor semua!" serunya berkoar-koar

Bugh!

Ia memukul rahangnya dengan tak tanggung-tanggung, membuat sang lawan memekik kesakitan. Seluruh penghuni kantin hanya asyik menonton saja. Malah, beberapa dari mereka ada yang mengabadikan momen tak mengenakan ini.

Cukup! Hanya aku saja yang menjadi bahan bully-annya. Jangan orang lain!

Aku berjalan mendekat ke arahnya dengan sebotol air putih di tangan, kemudian menarik lengan kekar Satya hingga laki-laki itu melepaskan cengkraman pada lelaki tadi.

"Apa-apaan sih lo! Mau sok jadi pahlawan lagi, hah?" hardiknya. Tanpa memperdulikan, aku menarik lengannya menuju taman sekolah.

"Apaan sih!" Ia menghempaskan tanganku dan mencoba untuk berjalan menjauh, dengan cepat aku kembali menarik tangannya. "Apa lagi, hah?" geramnya.

Tak kudengarkan ketusannya yang begitu menohok itu, dan mulai membersihkan bajunya yang kotor terkena tumpahan minuman tadi.

"Cari kesempatan ya lo?" Satya menepis tanganku.

Kedua alisku terangkat. Cari kesempatan bagaimana maksudnya?

"Ngaku! Lo pasti lagi cari kesempatan, kan? Pura-pura bersihin biar bisa pegang-pegang perut six pack gue ini, iya kan?" tudingnya. Demi apapun, aku sangat terkejut dengan ucapannya. Penyataan macam apa itu!

Kuambil handphone di saku, lantas mengetikkan bahwa aku hanya membantu bukan untuk mencari kesempatan.

"Halah, nggak percaya gue! Ngaku aja deh lo!" Aku mencubit tangan lelaki itu hingga membuatnya meringis dan sempat mengumpat.

"Aku tidak mencari kesempatan!" belaku.

"Buktinya tadi lo megang-megang di sini lama banget," tunjuknya pada bagian perut. "Pasti lo ngebersihinnya sambil mikir jo—" Dengan cepat, aku menutup mulutnya saat banyak pasang mata yang memperhatikan kami.

Satya mendengus sembari melepaskan tanganku. "Tuh kan, cari kesempatan lagi!" Aku mendelik, kemudian memberikan botol minum itu padanya dan pergi menuju kelas. Tak peduli lagi dengannya yang berteriak-teriak memanggil namaku seperti orang gila.

"Kamu dari mana aja sih? Aku nyariin tau!" Meisie terlihat cemas saat aku baru saja duduk di sebelahnya. "Nggak diapa-apain kan sama si bocah tengil itu?" Aku tersenyum kecil, lalu menggeleng. "Bagus deh."

🌙🌙🌙

Seperti biasa, sebelum pulang aku harus menunggu angkutan umum. Meisie pun sudah lebih dulu pulang bersama dengan kakak kelas yang diperkenalkannya padaku tadi.

Lihat selengkapnya