KATANYA, hari ini Aysel akan menjemputku untuk quality time bersama. Hanya kita berdua saja. Sekalian itung-itung untuk mengobati rindu yang sudah bertahun-tahun lamanya mendekam dalam jiwa.
Ia mengabariku dari tadi pagi, karena kita akan pergi ke tempat yang dia maksud pada pukul satu siang. Entahlah, Aysel akan mengajakku ke mana. Kira-kira, kali ini lelaki itu akan memberikan kejutan apa, ya?
"Mau ke mana toh, Nduk? Kok sudah cantik begini?" Atensiku beralih pada wanita tua yang baru saja membuka pintu dan masuk ke dalam kamar.
Kulemparkan senyuman terbaik padanya. "Satu jam lagi, Aysel akan mengajakku ke suatu tempat rahasia, Nek." Ia tersenyum setelah membaca gerakan tanganku.
Jari jemari yang sudah berkeriput itu bergerak-gerak lihai di udara. "Benarkah? Pantas saja sudah cantik seperti ini."
Oh iya, omong-omong, Nenek sudah tahu semua tentang Aysel karena semalam aku menceritakan tentang sosok itu padanya.
Tak lama setelahnya, wanita tua itu berjalan keluar. Aku berdiri, kemudian memandangi penampilanku di kaca. Perfect.
Ting!
Buru-buru kuraih ponsel di nakas. Siapa tahu itu pesan dari Aysel.
+628***
Pelanggan yang terhormat. Hadiah Paket Data 500MB +1000 KOIN PULSA-mu Kok masih belum diambil juga? SEGERA Hub *858*66# &hAmbil hadiah pulsa data 500MB! 2rb/3x/mg.
Selalu saja seperti ini.
Sekarang sudah jam satu lebih beberapa menit. Berarti, sudah hampir satu jam pula aku menunggunya. Jarang sekali Aysel telat begini.
Positif thinking saja, Rembulan. Barangkali di jalan sedang macet parah. Ah, tetapi ini bukan Jakarta. Menghembuskan napas kasar, kemudian duduk di tepi kasur.
Sudah mulai bosan rasanya. Mungkin, tidur sebentar tidak apa-apa, kan? Saat mataku tak sengaja terpejam, buru-buru aku membuka mata dan menggeleng kuat. Lalu, kulirik jam di dinding. Ya ampun, sudah jam setengah dua. Sebentar lagi Aysel pasti datang, Bulan. Sabar ya.
Kemudian, aku berjalan ke bawah untuk membuat secangkir kopi agar dapat mengurangi rasa kantuk yang begitu dalam. Ini pasti gara-gara semalam bergadang dan menonton film hingga tidak tahu waktu.
"Aysel belum datang?" Aku tersenyum kecut, setelah menuangkan air panas di gelas.
"Belum, Nek." Ia mengangguk kecil. "Ya sudah, kalau begitu Bulan ke atas dulu, ya." Lantas, kubawa minuman itu menuju kamar.
Ya ampun, sudah hampir pukul dua. Tumben sekali Aysel telat begini. Aku kemudian meraih ponsel di meja. Kedua mataku seketika membulat saat melihat panggilan masuk tak terjawab yang begitu banyak dari Meisie.
Bukankah gadis itu sedang marah? Kenapa malah menghubungiku? Atau, ada sesuatu yang penting?
Aku mencoba untuk menghubunginya kembali. Namun, tidak bisa. Kira-kira, ada apa ya? Jika itu salah sambung, kenapa bisa sebanyak itu?
Mencoba berpikir positif kembali, kemudian mengambil kopi yang baru saja kubuat.
PRANG!
Aw, panas sekali.
Gelas itu terjatuh karena terasa panas saat kupegang. Jangan-jangan, ini ada hubungannya dengan Meisie? Perasaanku pun mendadak tidak enak.
Cepat-cepat, kubersihkan pecahan gelas tersebut, lalu berlari secepat mungkin menuju bawah untuk mengambil sepeda dan pergi ke rumah Meisie. Semoga saja tidak terjadi apa-apa dengannya.
Kuparkirkan sepeda itu saat baru saja sampai di depan rumahnya.
Kenapa pintunya terbuka lebar begini? Aku lantas berjalan dan mengetuk-ngetuk pintunya, tidak ada sahutan sama sekali.
PRANG!
Suara apa itu?
Langkahku berjalan cepat dan membawa ke arah sumber suara itu.
Seperti ada ribuan ton baja yang tiba-tiba menghantam dadaku. Bahkan, mataku nyaris saja keluar dari tempatnya. Mendadak, air itu sudah berada di pelupuk mata ketika menyaksikan dua insan yang saling berpelukan di sana.
Terlihat dengan jelas bahwa Meisie tengah memeluk Aysel, begitu pula dengan sebaliknya.
Dan, satu hal lagi yang membuatku tak percaya, saat menatap beberapa kancing kemeja gadis itu yang terlepas.
Sebenarnya, apa yang sudah mereka lakukan?