FLASHBACK ON.
Gadis berambut panjang itu berdiri di depan supermarket dengan beberapa kantung keresek pada tangannya. Ia baru saja membeli keperluan dapur karena disuruh oleh sang ibu. Tadi, dirinya ke mari diantar oleh Paman, karena Pamannya yang akan kerja malam dan kebetulan melewati tempat ini.
Meisie melirik jam di tangannya, sudah pukul sembilan. Sepertinya, jika sekarang dirinya pulang sendiri itu akan terasa cringe. Ia lantas meraih ponsel dan mencoba menghubungi Deon untuk mengantarkan pulang. Bukankah itu juga termasuk tugas pacar?
"Halo, Sayang, ada apa?" suara Deon di seberang sana.
"Mmm, Sayang, bisa jemput aku sekarang nggak?"
"Sekarang banget, Sayang?"
"Iya, aku takut nih pulang sendiri," ujarnya memelas.
"Duh, gi-gimana ya, Sayang. Bukannya nggak mau, cuma aku lagi di rumah nenek nih, dia sakit dan aku harus jagain."
"Oh, gitu ya?"Ā
"Maaf ya, Sayang ...,"
"Ya udah deh nggak apa-apa, aku pulang sendiri. Kamu jaga nenek aja. Bilangin, ada salam dari aku."
"Iya, aku bilangin nanti," ucapnya. " Duh, aku jadi nggak enak nih, tapi gimana nih, lagi bener-berner nggak bisa jemput."
"Nggak apa-apa kok, nggak usah dipikirin. Kalau gitu aku tutup ya teleponnya, mau pulang. Dah."
"Dah, Sayang."
Meisie menghela napas kasar, kemudian memesan taksi online. Namun, sialnya malah di cancel beberapa kali oleh tukang taksi di aplikasi handphone-nya.
Bagaimana ini?
TIN!
Ia mendongak, menatap mobil yang baru saja mengklaksonnya. Kaca depan mobil tersebutĀ perlahan dibuka.
"Meisie, ya?" tanya laki-laki itu. Meisie memicingkan mata, lalu berjalan mendekat ke arahnya sembari mencoba mengingat.
"Lho, Aysel? Kok, bi-bisa ada di sini sih?" Ia memandang tak percaya pada sosok itu.
"Ah iya, tadi habis dari rumah temen," jawab lelaki itu dengan seadanya. "Kalau kamu sendiri, mau ke mana malam-malam gini?"
"Mau pulang sih, tadi aku pesen taksi malah di cancel."
"Ya udah, kalau gitu aku anter pulang aja."
"Nanti ngerepotin lagi."
"Nggak kok, tenang aja."
"Beneran nih?" Aysel mengangguk seraya tersenyum kecil. Gadis itu kemudian membuka pintu mobil.
Keadaan kini menjadi hening.
"Oh iya, kamu kok ada di Yogja, sih?" tanya Meisie yang berhasil menghancurkan kecanggungan di antara mereka.
"Lagi ada urusan, jadi ke sini. Kalau kamu?" gadis itu menunjuk dirinya sendiri. "Iya kamu, waktu itu kan kita ketemu di Jakarta."
"Oh iya," sambil menepuk jidat, membuat Aysel terkekeh pelan. "Aku kuliah di sini."
Aysel terkekeh, "Oh iya? Ngambil jurusan apa?"
"Sastra."
"Wah, keren tuh."
"Ah, enggak juga." Ia tersenyum malu. "Kalau kamu sendiri gimana?"
"Aku kuliah di Amerika."
"Uwah, seriusan?" Gadis itu menutup mulutnya yang melongo karena saking kagetnya. "Lancar bahasa Inggris dong?"
"Ya gitu deh, haha ...."
"Eh, aku boleh minta nomer handphone kamu nggak? Takutnya, kalau nanti kita last contact jadi aku bisa hubungi kamu."
"Ya boleh dong," sembari meraih ponsel Meisie yang dicungkan padanya.
"Makasih," ucap Meisie setelah Aysel memberikan ponsel miliknya. Laki-laki itu mengangguk.
"Handphone kamu mana?"
"Hah?"
"Kamu juga harus nyimpen nomor aku dong. Kan, kasihan nanti kontaknya bertepuk sebelah tangan." Aysel tertawa kecil sambil mengeluarkan ponsel dan memberikannya pada Meisie.
Setelah selesai, ia mengembalikannya lagi pada sang pemilik. "Itu nomor WhatsApp aku juga, jadi nanti kita tetep bisa contact-an meski jarak jauh," kekehnya kecil.
Keadaan kembali hening.
Kedua mata Meisie terbuka lebar saat melihat seorang laki-laki yang tengah bersama dengan perempuan dari dalam mobil Aysel. Mereka terlihat sangat romantis. Bahkan, gadis itu sempat mencium pipi Deon.