REMBULAN YANG HILANG

Sri Wahyuni Nababan
Chapter #2

Chapter tanpa judul #2


Tubuh Nuha gemetar, napasnya memburu seperti sedang dikejar hantu. Seketika sulit mengambil napas karena jarak mereka hanya beberapa sentimeter saja. Tanpa disadari, air matanya kembali menetes karena takut.


Suasana seketika menjadi hening lantaran posisi keduanya sangat rapat. Beberapa siswa yang berada di dalam kelas, juga tak berkutik. Terlebih mengeluarkan suara seperti sebelum melihat keduanya.


Tidak sampai di situ, suara putaran jarum jam dinding juga tak lagi terdengar. Hanya angin dan daun-daunan yang menjadi pengisi suara siang itu.


Teman sebangku Nuha tak bisa menahan emosi karena merasa apa yang dilihat adalah sebuah pelecehan. Lagipula ini masih di lingkungan sekolah. Sangat tak wajar kalau Herdi sudah berbuat asusila pada temannya.


Eka mendorong mereka berdua dengan tangan kurusnya agar terpisah dengan jarak tak seperti tadi.


"Kurang ajar kau! Berani kau kasar samaku?!" Herdi memanas.


Eka tak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya diam dengan menunduk karena takut dibalas.


"Ada apa ini?!" Bu Nababan datang.


Herdi yang memang takut pada guru bahasa Inggris sekaligus wali kelas Nuha, berlari tanpa menjawab pertanyaan tadi.


"Kenapa kamu sama dia, Nuha?" tanya Bu Nababan sembari mendekat.


Nuha menggeleng, masih dengan kepala menunduk.


"Kenapa dia, Eka?" Kali ini Eka yang ditanya.


Eka melirik ke arah Nuha. Sama sekali dia tak berani menjawab pertanyaan tersebut. Bukan ingin melawan pada guru, tapi menjaga perasaan temannya.


"Eka, nggak dengar apa yang Ibu bilang?"


***


Hari ini, Nuha merasa sangat lemas dan pusing. Bawaannya pengin muntah lantaran mual. Sudah hampir seminggu tak berselera makan. Dia sendiri belum tahu apa penyebabnya.


Karena lemas dan pusing, niat berangkat ke sekolah sepertinya hilang. Mamanya tak peduli. Baginya Nuha adalah titik yang selalu menjadi permasalahan dalam keluarga.


Di meja makan sudah dihadiri oleh beberapa anggota keluarga, kecuali Nuha. Memang, Nuha selalu datang terlambat ke meja makan untuk menikmati sarapan. Mau deluan pun, tetap lauk yang disajikan tidak boleh diambilnya sebelum ketiga adiknya.


Peraturan itu diberlakukan kedua orang tuanya sejak dia menduduki bangku sekolah dasar, dengan alasan harus mengalah sama adik-adiknya.


Karena Nuha belum juga ke meja makan, Bi Lasmi, pembantu yang sudah mengasuhnya sedari kecil datang ke kamar untuk mengingatkan kalau jam sudah hampir siang.

Lihat selengkapnya