Remedy

Rima Selvani
Chapter #5

Stigma

Jika angin bisa membawa serta luka yang kini sedang kupikul sendirian.

Aku ingin angin segera membawa segalanya pergi.

-Reina

“Lo mau kemana?”

“Bukan urusan lo,”

Reina bangkit dari duduknya setelah makanan yang telah mereka pesan dan makanan ia minta bungkus tiba. Elang yang dijawab ketus oleh Reina diam-diam memperhatikan pergerakan Reina.

“Ini semua, makanan yang gue pesan lo yang bayarinkan?” ucap Reina yang ditujukan kepada Rendy.

“Gue udah nemanin lo nonton, jadi anggap aja ini bayaran gue. Oh...satu lagi, lo gak perlu anterin gue,” Reina sengaja mengintrupsi Rendy yang akan berdiri.

“Gue bisa pulang sendiri,” Reina menoleh ke arah Dara

“Gue saranin, lo cari cowok lain selain dia!” Reina menunjuk Elang lalu pergi membawa semua makanan yang telah ia pesan.

Elang dan Dara mungkin sudah biasa saja dengan tingkah Reina karena setiap hari ia seperti itu. Selalu menerima tawaran para murid laki-laki yang mengajaknya makan di kantin. Lalu setelah mendapatkan apa yang ia mau, ia akan akan segera pergi. Tapi, berbeda dengan mereka berdua, Rendy sama sekali tidak tahu dan hal itu bisa saja menjadi suatu masalah bagi Reina di kemudian hari.

Reina berjalan keluar mall. Menunggu seseorang yang menjadi dalang ia berada disini. sebelum ia meninggalkan ketiga orang tadi, ia telah terlebih dulu mengirim pesan kepada Dirga untuk segera menjemputnya. Tepat saat Reina keluar mall, ia melihat Dirga baru saja sampai. Reina segera berlari mendatangi Dirga. Lelaki dengan wajah imut sekaligus seksi secara bersamaan, menggunakan jaket kulit hitam yang hampir menutupi kaos putih polos di dalamnya, kaos putih itu sengaja dimasukkan ke dalam celana levis hitam yang sangat pas dengan motor ninja besar yang ia naiki.

“Sialan lo,”

Reina memberikan makanan yang mungkin lebih dari sepuluh kotak itu kepada Dirga. Segera memakai helm yang biasa ia pakai. Naik ke atas motor dan kembali mengambil alih makanan yang tadi ia titipkan pada Dirga.

“Jalan!” ucap Reina.

“Buset, lo sengaja meras anak orang? Makanan sebanyak itu buat siapa Rein? Serius dah, gue gak sanggup habisin itu semua,”

“Gue gak pernah bilang ini buat lo, udah jalan aja. Ntar juga lo tau ini buat siapa. Buruan jalan, ntar gue kasih tau lo harus kemana.”

“Oke bu boss!”

Dirga langsung melajukan motornya membelah jalanan kota Jakarta, sesekali mendengarkan ocehan dan intruksi Reina tentang tempat yang hendak mereka tuju.

💊

Angkasa tak pernah menduga, akan secepat ini jadinya. Ia pikir, ia takkan pernah bertemu lagi dengan Reina. Benar kata orang, sekeras apapun kamu menjauh, jika takdir ingin mempertemukan maka tetap saja akan dipertemukan. Gadis itu tetap manis seperti yang dulu, hanya saja Angkasa tak melihat lagi binar kebahagiaan di matanya. Angkasa juga tak menyangka, gadis yang selama ini Elang ceritakan padanya adalah gadis yang sama yang sering ia ceritakan. Kedua remaja yang telah lama bersahabat ini mencintai gadis yang sama.

“Lo tunggu di sini bentar,”

Suara motor yang baru saja berhenti menyita perhatian Angkasa yang duduk santai di depan pintu rumah usang. Gadis yang baru saja ia pikirkan kini berada di hadapannya.

“Yang lain mana?” suara Reina mengintrupsi, secara tak langsung sengaja memberitahu kedatangannya.

“Ada di dalam,” ucap Angkasa berusaha tak peduli, padahal di dalam hati banyak sekali pertanyaan yang ingin ia tanyakan tentang Dirga.

“Ga, sini! Bawain sekalian makanan tadi!” Reina sengaja berteriak. Niatnya ia hanya akan mengembalikan jaket milik Angkasa, memberikan makanan yang ia beli lalu segera pulang. Tapi, hal itu ia urungkan karena ingat Dirga yang menyukai anak kecil.

“Ini bu boss,”

Dirga melirik Angkasa.

“Ini tempat apaan sih?” bisiknya pada Reina.

“Lo ga ada niatan kenalin gue ke teman lo itu?” teman yang dimaksud Dirga adalah Angkasa. Dirga merasa tak enak datang ke tempat orang yang sama sekali tak ia kenali.

“Lo udah gede, gak harus nunggu gue dong. Inisiatif sendiri lah, siniin makanannya!” Reina marampas makanan yang ada di tangan Dirga, lalu melenggang masuk ke dalam. Meninggalkan Dirga yang bingung harus melakukan apa.

Mengikuti Reina masuk atau mengajak Angkasa berkenalan terlebih dahulu.

“Lo siapanya Reina?” tanya Angkasa dengan intonasi tak suka.

Dirga yang baru saja ingin mengenalkan diri langsung menyadari nada tak suka dari Angkasa. Sebagai lelaki, Dirga tahu bagaimana sikap lelaki ketika sedang jatuh cinta. Salah satunya ini. Cemburu pada lelaki lain yang lebih dekat dengan gadisnya

“Gue Dirga, pacarnya. Reina.” Jawab Dirga tak kalah ketus, sengaja menekan kata pacar.

“Oh, oke.”

Dirga terkikik geli, saat ia melihat muka masam Angkasa ketika mendengar jawabannya. Pesona Reina tak main-main ternyata. Lelaki segood looking Angkasa saja bisa terlihat begitu memuja Reina.

“Dirga!”

“Lo kok bisa disini?”

Dirga berbalik badan saat mendengar dua suara yang saling bersahutan bertanya kepadanya. Suara sudah jelas, itu suara dari gadis pujaan hatinya, Dara. Suara satunya lagi, sudah pasti bisa kalian tebak. Ya... itu Elang. Dirga merasa panas menjalar seluruh hatinya saat ia melihat tangan Dara memeluk erat lengan Elang. Dirga rasanya ingin menjauhkan paksa mereka, tapi percuma ia tak punya hak apa-apa.

“Kamu ngapain di sini?” tanya Dirga yang sudah pasti ditujukan untuk Dara.

“Jawab pertanyaan gue dulu, elah.”

“Reina yang ngajak gue, gak tau deh mau ngapain,” Dirga menjawab Elang, tapi matanya masih tertuju pada Dara.

Lihat selengkapnya