Gulali saja melarikan diri saat berhadapan denganmu.
Katanya “takut salah saing oleh senyummu”
-Elang-
Tak pernah sedikitpun terlintas dibenaknya, untuk jatuh cinta. Terjebak pada sebuah rasa yang ujung-ujungnya akan menimbulkan luka. Segala cara ia lakukan, untuk menjauh dari rasa yang bernama cinta. Ternyata, semakin berusaha ia menghindar semakin cepat pula rasa cinta itu menjeratnya. Reina sudah terjerat. Terjerat pada cinta yang sampai kapanpun tak ingin ia akui.
“Lo dimana?” tanya Reina pada orang disambungan ponselnya.
Kemarin, Elang mengajaknya berkencan dan mereka berdua sudah sepakat untuk pergi ke taman hiburan. Reina sudah terlalu sering pergi kencan ke mall atau sekedar menonton di bioskop. Jadi untuk kali ini ia ingin mencoba sesuatu yang baru. Sesuatu baru dan mencoba mengikhlaskan masalalu. Benar kata Elang, Reina harus merelakan masalalu karena banyak yang menginginkan ia bahagia.
“Di belakang lo,” balas orang di sambungan telpon. Reina berbalik badan dan langsung bertemu tatap dengan obsidian coklat pekat milik Elang.
Elang, sudah dari tadi menunggu bahkan jauh dari saat Reina tiba. Ia sengaja bersembunyi untuk memberikan kejutan kepada gadis itu. Reina memandang datar Elang yang membawa sebuket bunga mawar merah. Bukannya menerima bunga yang Elang berikan, Ia justru melengos, berjalan meninggalkan Elang menuju pos pembelian tiket masuk taman hiburan.
“Ngapain sih, bawa-bawa begituan?” tanya Reina akhirnya. Ia merasa geli dengan tingkah Elang. Padahal mereka tidak benar-benar berpacaran, kenapa Elang harus repot-repot bersikap seperti pacar sungguhan. Ini terlalu menyusahkan dan sifat Reina sama sekali tak ingin menyusahkan orang lain. Sedari kecil ia sudah terbiasa mandiri. Tumbuh bersama orangtua tunggal membuat Reina menjadi sosok yang enggan menerima bantuan.
“Biar romantis Rein, lo pasti gak pernah ‘kan diromatisin begini?” ujar Elang. Bukan bermaksud untuk mengejek Reina, ia hanya ingin sedikit mencairkan suasana yang terlalu kaku.
“Asal lo tau, lo orang ke limapuluh yang ngasih gue beginian. Gak guna tau gak!” Reina berjalan, lagi-lagi mendahui Elang. Jika para pengunjung melihat mereka, mereka terlihat seperti pasangan yang sedang bertengkar.
“Rein, stop! Tungguin gue!”
Elang berlari, lalu berhenti tepat di depan Reina. Menghadang gadis itu agar tak bisa kemana-mana. Tiba-tiba berlutut di depan Reina dan jelas saja membuat gadis itu terkejut. Hal bodoh apalagi coba yang akan lelaki aneh itu lakukan.
Mamalukan sekali, ujar Reina dalam hati. Meski begitu, pipi Reina sukses dibuatnya bersemu karena dilihat banyak pengunjung. Elang selalu berhasil membuat Reina menjadi tak seperti dirinya sendiri. Atau mungkin ini adalah sisi lain dari Reina yang tak tampak. Entahlah...
Reina mundur selangkah. Berusaha menjauh dari Elang. Elang maju selangkah, makin mendekat pada Reina.
“Jangan mundur lagi, tali sepatu lo lepas,” Suara lembut itu sukses membuat Reina meremang.
Reina menunduk karena mendengar penuturan Elang tentang tali sepatunya yang lepas. Ah... jadi karena ini Elang berlutut, lagi-lagi Reina berbicara sendiri dalam hati.
“Gue bisa sendiri,”
Reina berjongkok lalu mulai mengikat tali sepatunya. Disela mengikat tali sepatu Reina kembali bersuara “ Lo gak perlu seperti tadi lagi, drama tau gak. Mirip sinteron alay, sok-sokan pake ikatin tali. Gak mempan ke gue, gue gak bakalan naksir lo!” Reina berdiri. Membersihkan lututnya yang tadi sempat menyentuh lantai.
“Namanya juga usaha Rein, kali aja lo jadi beneran jatuh cinta sama gue,”
Elang terkekeh tapi, Reina makin menampilkan wajah datarnya. Meski tak tersenyum dan memasang wajah jutek seperti itupun Reina tetap cantik. Ditambah lagi dengan outfit yang ia kenakan hari ini. Baju rajut warna merah yang bermodel sabrina, dipadupadankan dengan celana jeans hitam dan jacket levis berwana navy yang diikat ke pinggang membuat gadis itu tampak semakin manis.
💊