Remedy

Rima Selvani
Chapter #11

Incident

Aku tak sadar, ternyata rasa sakit yang melekat bisa menjadi sekat yang mampu membuatku sekarat.

Berusaha terlihat kuat tapi justru menjadikanku seperti besi berkarat.

Reina memainkan kuku jarinya yang baru saja ia beri warna ungu muda. Warna kesukaannya. Ia tampak gelisah menunggu jam pelajaran berakhir, pasalnya hari ini ia akan kembali bertemu dengan Angkasa. lelaki yang sangat mirip dengan masa lalunya. Reina tak tau, bagaimana nanti jadinya ia akan bersikap. Bertindak seperti biasa atau justru menjauh, semua Reina serahkan pada tubuhnya. Jika tubuhnya bereaksi buruk akan kehadiran Angkasa maka ia akan menjauh.

“Kenapa sih lo, gugup banget. Harusnya kan senang bentar lagi bakalan pulang.”

Tanya Dirga yang duduk disebelahnya. Reina menoleh ke arah Dirga lalu menggeleng, menjawab pertanyaan Dirga, sahabat satu-satunya itu tak tau tentang masa lalunya, jadi sebisa mungkin Reina harus menutupi. Jika lelaki itu tau, bisa-bisa Reina dijauhkan dari Angkasa, padahal Angkasa tak ada hubungannya, Angkasa hanya kembaran Angga yang merupakan masa lalu Reina.

“Hari ini gue mau ke rumah usang, lo mau ikut gak?” Reina melihat guru mata pelajaran terakhir yang sudah keluar kelas. Bel tanda kelas berakhir baru saja berbunyi. Reina dan Dirga sudah bersiap untuk keluar kelas, memasukkan semua alat tulis ke dalam tas lalu menyandangnya. Mereka berdua siap untuk pulang.

“Enggak dulu deh Rein, buat kali ini gue gak bisa ikut lo. Gue harus buru-buru ke kelas Dara, sebelum dia menghilang,” Dalam situasi sedang terburu seperti itu, sempat-sempatnya Dirga menyentil kening Reina sekilas lalu segera berlalu pergi. Meninggalkan Reina sendiri, menunggu Elang yang akan menjemputnya ke kelas.

💊

Jika memang sudah waktunya, apa yang disembunyikan pasti akan terbuka.

Reina menyeka keringat yang membanjiri pelipisnya, mencoba sekuat tenaga mengangkat tumpukan kardus berat yang entah apa isinya. Kemarin, sebelum Elang mengantar Reina pulang, mereka berdua telah berjanji untuk berkunjung ke rumah usang. Elang ingin melakukan sedikit perubahan pada rumah itu. rumah itu diisi oleh banyak anak-anak jalanan, jadi setidaknya harus dibuat layak huni. Ada bagian-bagian dari rumah itu yang harus Elang perbaiki dan Reina menawarkan diri untuk membantu.

“Lo bisa angkat kardus-kardus ini ke lantai dua?” Vino menyapa, sapaan yang lebih terdengar seperti pertanyaan. Ternyata, bukan hanya ia berdua dengan Elang yang akan membantu, Vino, Faisal, Dendi dan tentu saja Angkasa juga turut andil.

Vino sedang tak menggunakan kaca mata. Rambut yang biasanya ia biarkan jatuh menutupi jidatnya, kini sengaja ia tata memperlihatkan jidat paripurnanya, membuat ketampanan yang selama ini sengaja ia sembunyikan terpampang nyata. Jangan lupakan kaos putih dalaman seragam yang basah karena keringat, membuat Reina dapat melihat sedikit perut sedikit kotak yang tercetak di dalamnya. Reina beruntung, ia dikelilingi oleh laki-laki good looking.

“Lo udah dari tadi di sini,” kali ini Faisal yang menyapa. Setelah cukup lama tak bertemu ia kembali melihat wajah Faisal, rambut cepaknya sudah mulai panjang.

Reina tersenyum, membuat Faisal dan Vino yang ada di dekatnya merasa kagum sekaligus tertegun. Senyum Reina secantik itu ternyata, kenapa dari dulu di sembunyikan, ujar Vino dalam hati. Ia tak seberani itu untuk menyuarakan isi hatinya, bisa mati ia dibunuh Elang. Asal kalian tau, Elang adalah salah satu spesies yang paling cemburuan.

“Dendi mana?”

Sedari tadi Reina tak melihat lelaki yang hampir sama tinggi dengannya itu. Reina masih celingak-celinguk mencari keberadaan Dendi, tapi yang ia dapati justru Angkasa. Reina belum siap. Reina ingin menghindar, secepat mungkin ia mengambil tumpukkan kotak yang tadi sempat ia letakkan di lantai, lalu menuju lantai dua. Tempat yang akan ia bersihkan pertama kali.

💊

Tempat yang bisa dikatakan cukup besar untuk dijadikan kamar itu, menarik perhatian Reina. Ini adalah ruangan yang akan ia bersihkan. Aksen kamar seorang anak laki-laki sangat khas terasa. Reina kembali melihat sekitar, kamar yang untuk pertama kalinya ia masuki. Masih rapi, hanya saja sedikit berdebu karena tak di tempati.

Reina tak ingin berlama-lama menjadi pengamat, jadi dengan cepat ia meraih kardus yang tadi ia bawa lalu mengeluarkan isinya. Kotak itu berisi bermacam-macam buku anak-anak. Reina mencari-cari tempat yang pas untuk meletakkan buku-buku ini agar rapi. Saat sedang mencari, matanya menangkap sebuah rak buku berdebu yang sudah mulai usang. Mungkin untuk sementara bisa Reina gunakan.

Tergopoh, gadis itu membawa tumpukan buku mendekat pada rak buku yang ada di pojok ruangan. Kamar ini benar-benar asing, karena Reina memang sama sekali tak pernah memasukinya. Setelah membersihkan rak buku itu dari debu, Reina menyusun buku-buku perlahan. Menimang-nimang tentang Angga yang masih tak jelas di ingatan. Reina ingin segera ingat segala yang terjadi dengannya dan seseorang di masalalu itu.

Menata buku sudah selesai.

Selanjutnya hal yang harus Reina lakukan adalah membersihkan kamar ini agar layak huni. Gadis itu memikirkan apa yang akan ia lakukan terhadap kasur yang kini ia duduki. Mengganti alas kasurnya adalah yang utama. Melangkah ke salah satu lemari yang ada di kamar, berharap menemukan seprei yang masih bagus. Reina membongkar isi lemari, tapi tak sedikitpun ia temukan benda yang dicari.

Reina ingin menutup pintu lemari, ia lelah mencari. Namun, sebuah laci kecil yang ada di sisi kiri lemari menarik perhatiannya. Rasa penasaran membuat Reina segera membuka laci itu dan apa yang ia temukan membuat matanya membola. Sebuah foto kenangan, dengan Elang kecil sebagai salah satu tokoh di dalamnya.

Brak!

Suara pintu terbuka, sukses membuat Reina terkejut untuk yang kedua kalinya. Hal pertama yang membuat Reina terkejut adalah mengetahui Elang memiliki hubungan dengan rumah usang ini. Kedua, Elang yang membuka pintu dengan cukup kencang. Reina ingin memaki rasanya.

Reina memutar kepalanya menghadap Elang dengan mata mendelik agar Elang sadar, Reina tengah kesal. Elang berjalan mendekat menatap lurus pada bingkai foto yang kini ada di tangan Reina. Wajah tenangnya berbanding terbalik dengan isi hatinya yang kini sedang gelisah. Belum saatnya Reina mengetahui masa lalunya.

Lihat selengkapnya