Tentang rasa aman, nyaman, suka dan duka. Jika kurang satu komponen saja namanya tak lagi cinta. -Dirga.
💊
First day, untuk kisah cinta kedua sejoli yang mengawali cerita mereka dengan sebuah kepura-puraan. Kini kebohongan itu sudah menjadi sungguhan. Mereka yang mulanya menganggap hubungan mereka sebagai tameng pelindung, kini justru terjerumus pada rasa yang tak berdasar. Reina yang awalnya ogah-ogahan tentang cinta justru yang paling berbunga-bunga.
Gadis itu berubah.
Bahkan di hari senin yang sangat dihindari orang-orang karena akan ada upacara bendera. Reina sudah membuat barisannya sendiri, tepat saat bel berbunyi. Membuat Dirga yang mengikuti dibelakangnya terheran-heran.
“Rein, lo sehat?” tanya Dirga. Lelaki itu bahkan tak segan menempelkan telapak tangannya yang sudah lebih dulu ia apit di ketiaknya ke dahi Reina. Dirga sudah siap-siap menutupi tubuhnya dari tinjuan ataupun cubitan Reina, tapi satu menit berlalu gadis itu masih tak melakukan apa-apa. Membuat mata Dirga melotot dan menatap horor pada sahabatnya itu.
“Fix, ini anak kerasukan!” ujar Dirga lagi.
Reina mendengar semua perkataan Dirga untuknya, tapi gadis itu sengaja mengabaikan, ia lebih memilih untuk melihat Elang yang berdiri di barisan paling depan tepat di sebelahnya. Kedua orang itu saling melempari senyuman, benar-benar seperti remaja yang dimabuk cinta.
“Reina! Serius, lo kemarin dari mana, sih? Bisa kesambet setan bucin gini?” bisik Dirga lagi. Ia memperhatikan sekelilingnya. Upacara sudah dimulai lima menit yang lalu, tapi Reina masih tak berhenti tersenyum, bahkan Dirga sudah menyadari ke mana arah pandang sahabatnya itu. Ia juga melihat Elang yang melemparkan senyum pada Reina. Kalau begini, bolehkan Dirga menebak jika kiamat sudah dekat?
Reina, sahabatnya yang alergi akan cinta itu sudah bukan seperti dirinya lagi. Dirga jadi bingung sendiri harus bersyukur atau justru takut. “ Astagfirullahaladzim, Rein. Nyebut. Jangan mau kalah sama setan yang ada di tubuh lo itu,” celetuk Dirga sekali lagi. Ia masih tak terima, Reina mengabaikannya hanya karena seonggok tubuh lelaki yang berdiri tak jauh darinya.
Reina menoleh. Ternyata usaha tak pernah menghianati hasil. Setelah susah payah menarik perhatian Reina dengan celetukannya yang sedikit nyeleneh. Juga sesekali menarik-narik seragam Reina, akhirnya gadis itu memakan umpan yang ia tebar. Namun, bukannya mendapat senyum lebar yang sedari tadi gadis itu tujukan untuk Elang, Dirga justru menerima tatapan menusuk dari Reina.
Gadis itu bahkan sengaja menyipitkan matanya, dan memasang tampang kesal. Tanpa aba-aba Reina langsung menendang tulang kering Dirga, mengakibatkan lelaki itu refleks berteriak dan membuat seluruh pasang mata di lapangan tertuju padanya.
“Lo bisa diem nggak sih?” gerut Reina. Wajah juteknya sudah kembali dan Dirga menghelas napas lega dibuatnya.
“Sakit Rein,” bisik Dirga. Lelaki itu memelototkan matanya pada Reina. Namun, bukannya takut Reina malah mengepalkan tangannya.
“Lo mau coba ini?” tanya Reina sambil menodongkan tangannya yang mengepal tepat di depan mata Dirga.
“Lo kenapa sih? Lagi PMS ya? Tadi senyum-senyum sendiri sampe gue kira lo kerasukan, sekarang marah-marah. Kalau tau lo bakal gila karena pacaran sama Elang, dari awal gue nggak akan restuin hubungan kalian,” ketus Dirga.
“Lo siapa? Mak gue? Lo nggak restuin juga gue nggak peduli, Ga. Lo nih, kelamaan galauin Dara. Jadi kurang kerjaan, kan. Rasain sekarang di tinggal pindah sekolah!” ejek Reina.
Dirga merengut kesel. Perkataan Reina membuatnya teringat lagi pada Dara yang seminggu lalu tiba-tiba saja pindah sekolah. Padahal lelaki itu belum sempat memperbaiki hubungan mereka yang berakhir buruk, tapi gadis yang ia cintai itu tiba-tiba saja pergi. Tanpa memberinya kesempatan untuk meminta maaf terlebih dahulu.
“Serius Rein, sahabat lagi galau gini lo syukurin? Emang ya lo, sahabat gak punya adab. Lo sebenarnya sahabat atau musuh, sih?”
“Kalau musuh, nggak akan ngingetin musuhnya kalau ngelakuin kesalahan, Ga. Justru karena gue ini sahabat lo, makanya gue ingetin lo tentang kesalahan yang lo buat. Biar sadar, cinta harus diperjuangin. Cari deh, si Dara sampai ke ujung dunia. Minta maaf. Sujud di kakinya,” sindir Reina.
“Fix sih, ini anak kesambet. Sejak kapan lo paham sama cinta-cintaan. Gak usah ngeguruin gue kalau lo aja belum becus.”
Dirga melenggang pergi. Ia mengendap-ngendap keluar dari barisan dan langsung berlari kecil menuju kantin. Sedangkan Reina, yang gadis itu lakukan kini kembali melihat ke arah Elang tadi berdiri. Tapi, dibarisan itu tak ada lagi sosok Elang. Lelaki itu tak lagi berada di tempatnya.
Kalo gini ceritanya, mending gue nyusul Dirga, monolog Reina dalam hati. Setelah melirik kanan kiri, gadis itu meminta salah satu teman yang berdiri di belakangnya untuk berganti posisi. Kemudian dengan langkah kecil dan sedikit menundukkan badan, Reina berhasil keluar barisan dan berlari kecil menyusul Dirga.