Ternyata bersinggungan dengan masalalu masih jadi hal yang paling pekat untuk kembali menguak kenangan lama.
đź’Š
Sepertinya Reina benar-benar kehilangan seluruh pembendaharaan kosakata yang ada di kepalanya. Bahkan saat tangan Elang menarik dirinya untuk keluar dari apartement Dirga, gadis itu hanya bisa diam sambil mengikuti kemana langkah kaki lelaki itu menuju. Reina masih sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri sampai pintu apartement Bianca terbuka lebar. Memperlihatkan Vino yang kini hanya mengenakan kaos putih menyembulkan kepalanya dari balik pintu.
“Kenapa?” tanya Vino.
Matanya mengarah pada sepasang tangan yang masih bertautan di depannya. Elang dengan tatapan mata memerintahkan Vino untuk membukakan pintu lebih lebar. Tanpa menunggu lama Vino menangkap sinyal itu dan membuka pintu apartement Bianca dan Elang langsung membawa Reina masuk bersamanya. Membiarkan Vino berdiri di depan pintu kebingungan.
“Lang, lo balik lagi?”
Suara lemah seorang wanita langsung menyapa. Reina mencari asal suara itu dan matanya bersirobok tatap dengan seorang gadis cantik berwajah pucat. Benar apa yang Dirga katakan, tetangga di depan apartementnya itu cantik, bahkan Reina sendiri merasa tak ada apa-apanya berhadapan dengan Bianca.
Bianca yang menyadari kehadiran sosok lain selain Elang di dekatnya langsung melemparkan senyum simpul pada Reina. Gadis cantik berwajah pucat itu berususah payah bangkit dari posisi tidurnya.
“Hei, lo Reina ya?” sapa Bianca.
Reina melangkah mendekat, sedangkan Elang sudah lebih dulu berjalan cepat membantu Bianca bangkit. “Nggak usah banyak gerak dulu,” tegur Elang pada Bianca yang terlalu berusaha kuat untuk duduk.
“Lo Reina, kan?” ulang Bianca lagi.
“Iya, dia Reina.”
Alih-alih mendapatkan jawaban dari Reina langsung, justru Elang yang menjawab pertanyaannya. Bianca mendengkus dan menggerutu kesal, “Gue nanya sama Reina, bukan sama lo.”
“Reina itu pacar gue, jadi kalo dia nggak jawab gue diberi kuasa untuk menggantikan.”
Bianca merollingkan kedua bola matanya jengah. Kemudian menggeser tubuhnya perlahan untuk lebih dekat pada Reina yang sudah duduk di kursi yang tadi sempat Vino duduki untuk menemani Bianca. “Lo beneran cantik ya, gue pikir Elang halu,” ujar Bianca lagi.
Reina memaksakan senyumnya.
“Iya, gue Reina. Lo Bianca, kan?”
Jawaban Reina membuat Bianca refleks menjulurkan tangannya. “Salam kenal, gue Bianca temennya Elang. Lo beneran cantik ya ternyata, gue kira Elang cuma ngehalu soal pacarnya yang cantik,” ucap Bianca masih dengan senyumnya.
“Oh ya? Elang cerita apa aja tentang gue?” balas Reina santai. Gadis itu mulai mencoba membiasakan diri untuk berbaur dengan orang-orang yang berada di hidup Elang.
“Dia bilang, lo cantik tapi galak.”
Elang langsung melotot mendengar penuturan Bianca. Memberi aba-aba gadis itu untuk tak melanjutkan kalimatnya. Tapi, Bianca malah berpura-pura tak melihat dan melanjutkan aksinya. “Dia bilang, lo populer di sekolah, banyak cowo yang deketin tapi yang bisa jadi pacar terlama lo cuma dia,” lanjut Bianca.
“Terus....” kalimat Bianca terputus karena Elang sengaja memotong ucapannya
“Bi....” Lelaki itu menggelengkan kepala kencang membuat Bianca langsung tergelak.
“Terus, Elang bilang dia sayang banget sama lo.”
Sengaja Bianca mengakhiri kalimatnya dan kembali melempar senyum jahil pada Elang. Wajah lelaki itu memerah, apalagi kini Reina dan Vino yang juga berada di ruangan ikutan-ikutan tertawa kecil menertawakan Elang yang malu-malu kucing.
“Bisa diam nggak?”
Bukannya diam, Reina, Bianca dan Vino malah semakin kompak menertawakan Elang.
đź’Š
Bicara soal berkenalan dengan orang baru, Reina mungkin tak pernah berharap untuk melakukan itu. Ia tahu betul bagaimana dirinya, terlalu pengecut untuk menambah daftar nama-nama yang ia pedulikan.
Namun, kali ini berebeda. Melihat bagaimana orang-orang yang kini berada di sekelilingnya bersikap, Reina mulai berani. Melepas rasa takut yang selama ini menggerogotinya.
Bainca cukup baik, untuk dijadikannya salah satu teman dan bisa dikatakan teman perempuan pertama di hidupnya setelah beberapa kali kehilangan yang ia alami.
“Lo udah berapa lama kenal Bianca?” tanya Reina saat mobil milik Elang melintas cepat dijalan yang syukurnya sekarang sudah tak terlalu macet seperti tadi.
Elang yang ditanyai menoleh sebentar pada Reina, kemudian kembali fokus pada jalanan. Sangking asiknya bercanda, keduannya bahkan sampai tak sadar jika langit sudah menghitam. Matahari sudah digantikan oleh bulan.
“Sejak SMP. Gue, Bianca dan Angkasa sahabatan,” tukas Elang.
Reina terdiam. Beberapa pertanyaan lantas langsung memenuhi benaknya. Namun dari sekian banyak pertanyaan itu, yang paling mengganggunya adalah tentang Elang yang tadi sore mengatakan jika hanya Elang teman yang Bianca punya.