4
Ramalan Yang Tepat
RIANA_.
“Sungguh kak, aku melihatnya. Dia membuka kupluk jaketnya”
“Apa dia tampan..?aku pikir alasan dia memakai kupluk jaket setiap hari karna wajahnya yang kurang hmmm..” ledek Kakak lalu tertawa puas di ujung kalimatnya, bibirku mengerucut kesal, Kak Falah tidak mau duduk mendengarkanku baik-baik.
“Memang kamu lihat wajahnya dengan jelas?” tanyanya lagi.
“Tidak, aku hanya melihatnya dari belakang, tapi aku yakin dia sosok yang tampan” mataku berbinar membayangkan betapa tampannya pria itu.
“Hahaha...ramalanmu bagus juga, hei pria zaman sekarang mana ada yang tidak pamer ketampanannya, lihat saja Rugal, dia ini selalu aja tebar pesona di depan orang-orang termasuk kamu” aku menatapnya geli, tak menyangka kalau kakak ku sendiri akan memuji si Rugal yang so tampan itu. ‘Rugal tampan’ mungkin jika dia memang tampan, sedari kecil aku sudah tertarik padanya. Aah aku tak menyukai anak yang manja seperti Rugal.
“Nanti ada pertandingan bola basket di dekat kedaiku” aku hanya meliriknya sekilas pura-pura tidak tertarik pada ucapannya, ia tahu kalau aku hanya pura-pura tidak tertarik.
“Mau ikut tidak? Kali sajakan Rugal ikut perlombaan itu” godanya yang sama sekali tak membuatku menoleh ke arahnya. “Mau ikut tidak??” godanya lagi sambil menyenggol bahuku pelan, aku melempar tatapan sinis kepadanya, dia langsung menutup mulutnya menahan tawa, maksud dia ini apa?
“Tidak!”
“Jangan seperti itu Riana, Rugal juga butuh penyemangat, dalam artian dia membutuhkan semangat darimu” ku tutup wajahku dengan bantal agar tak melihat wajah menyebalkan kakakku. Ku lihat Kak Falah dari sela-sela bantalku sedang asik memainkan ponselnya lalu tersenyum ke arahku. Firasatku buruk tentang tatapan dan senyuman anehnya. Kelihatannya dia telah mendapat chat dari seseorang.
“Riana, Paman bilang kamu minggu sekarang datang ke lapangan basket, ke tempat latihan Rugal, dia menunggu kehadiranmu” ‘Paman’ yang di maksud Kak Falah adalah Ayahnya Rugal, kami sedari kecil memang sudah terbiasa memanggilnya dengan sebutan Paman.
Apa aku tidak salah dengar? Aku harus datang ke tempat latihan Rugal hanya untuk menjadi penonton sejatinya, apa-apaan dia ini, Rugal kan sudah besar yang benar saja dia masih harus ku temani. Aaarrgh pasti membosankan.
“Hah kenapa harus aku? Aku tidak mau”
“Jangan seperti itu, ini suruhan paman bukan aku, sudah ku duga simulasi itu Rugal pasti akan ikut serta dan kamu sebagai suporter sejatinya yuhuuu..yuhuu” dia menjingkrak-jingkrak seperti suporter yang biasa berisik di samping lapangan. Dia ini mengerikan sekali.
“Pokoknya aku tidak mau” ucapku bersikeras. Kak falah langsung berhenti dan menatapku tajam.
“Kamu mau di marahi Ayah? siapa yang kena marah kalau bukan kita? Padahalkan kamu yang suka melakukan kesalahan” tunjuknya kasar sambil melotot ke arahku.
“Kakak saja yang menggantikan posisiku”
“Aish kamu ini keras kepala yah, kamu yang Paman inginkan, menurut sajalah! Kamu tahukan pekerjaanku di kedai..”dia memasang wajah mengerikan, sesekali ku hirup udara kamar ini agar tenang kembali.
“Ayolah Riana!”
“...”
“Riana..Riana” aku masih mentapnya datar.
“Riana..”sekarang dia merajuk di hadapanku.
“Tidaak!” ucapku tegas.
“Kamu mau kita tidak dimarahi Ayahkan?” benar juga, ah aku bingung...tapi kalau aku datang kesana hanya menjadi penonton setianya Rugal itu sama saja menghabiskan waktuku. Tapi dari sisi lain aku takut kena omelan Ayah.
“Baiklah, baiklah aku mau” dengan berat hati.
...
Percayalah setelah ada di lapangan basket aku pasti tak akan sepenuhnya menyemangati Rugal, di sana pasti banyak pria tampan yang melebihi rugal. Sudah banyak kostum bagus yang Kakak ku tunjukan padaku agar aku mengenakannya nanti, tapi aku menolak semua jenis baju yang ia beri, itu bukan seleraku sama sekali, aku lebih nyaman dengan pakaianku yang sederhana.
Ku hempaskan tubuhku di kasur membuat kertas-kertas itu tertindih tubuhku yang kecil, bayang pria itu masih terbayang, walaupun tadi aku hanya bisa melihatnya dari arah belakang, kenapa aku begitu penasaran dengannya?
...
“Riana..jangan lupa minggu ini simulasiku akan segera di mulai, kamu harus datang” Rugal menghampiri, duduk di sebelah kursi kedai yang kosong, aku tak menghiraukannya mata dan tanganku masih fokus mengetik.
“Riana..” panggilnya dengan nada manja, dia menyandarkan kepalanya di bahuku, membuatku melempar tatapan sinis kepadanya, lihat dia tidak punya malu menyandar manja di bahuku, ini tempat umum bodoh. Ku lihat Kak Falah yang hanya cekikikan di kasir saat melihat wajahku yang seketika berubah jadi kusut.
“Rugal kamu bisa diam tidak?” ketusku.
“Aku hanya ingin mengingatkanmu saja” tukasnya.
“Iya aku ingat, kalau bukan karna Ayahmu aku tidak akan pernah sudi datang untuk menemanimu” grutuku dalam hati. Ku geser sedikit duduk ku agar sedikit menjauh darinya, tanganku lalu sibuk mengetik lagi.
“Oh iya, Riana pria yang kemarin menemanimu di sini siapa?”