7
Ada Yang Berbeda Darinya
RIANA_.
Simulasipun akhirnya tiba di hari yang cukup terik ini, para suporter sudah bersorak meramaikan suasana lapangan, MC sudah stand di depan micnya. Ternyata ramai juga, di siang hari yang terik ini aku hanya mengenakan topi agar terik matahari tidak terlalu menyengat mataku.
Kaos putih dan rengkepan kemeja lengan panjangnya menutupi tanganku, jins hitam dan sepatu favoritku,hanya itu yang akan aku sekarang aku kenakan untuk menghadiri acara simulasi ini.
Tak ada papan bertulisan aneh seperti yang lain, tak ada toa yang siap memecahkan gendang telinga mereka, aku datang apa adanya.
Di sudut sana seseorang sedang melambaikan tangannya. Ya, siapa lagi kalau bukan si biang kerok itu, asal dia tahu, aku datang ke sini hanya ingin melihat Malik, bukan dia.
Lihat Rugal dia malah memasang senyuman yang lebar di sana, apa dia tidak melihat aku yang sama sekali tidak merespon lambaian dan senyumannya.
“Riana” sialan dia malah menghampiriku, handuk kecil yang melingkar di lehernya hampir saja jatuh.
“Aku kira kamu tidak akan datang” matanya meyipit karna senyumannya yang bertambah lebar, kedua pipinya memancarkan warna merah karna kepanasan. Aku yakin siapapun yang melihat pria bertubuh pas ini pasti akan jatuh cinta padanya.
Poninya berantakan, keringat kecil bergelantung di beberapa helai poninya, kulitnya yang putih, dan lengan ototnya yang pas akan banyak mengundang gadis manapun unutk menyukainya.
Tapi sialnya aku tidak pernah menyukai laki-laki ceroboh ini sedetikpun, apa lagi jatuh cinta rasanya itu sangat di luar naluriku.
“Tentu saja aku datang, tapi bukan karnamu”
“Aku tahu kamu pasti malu untuk mengakuinya, karna aku kan?” dia mengusap rambutnya sekilas, agar kharismanya terlihat olehku, bagiku itu hanya sia-sia saja.
“Ihh...nih, lebih baik kamu minum dulu, dari pada terus menggodaku, buang-buang waktu” aku keluarkan air mineral yang ada di kantung plastik bawaanku, aku yakin dia pasti akan segera diam.
“Ya ampun kamu ternyata perhatian juga” godanya lagi,aku mendelik geli.
“Jangan suka berlebihan seperti itu, tadi aku kelebihan membelinya di supermarket, bukan karna aku peduli padamu” tembalku.
“Aku tidak percaya” celetuknya enteng, aku menatapnya geram.
Saat dia sedang meneguk airnya ku tarik jendolan yang bergerak gerak di tenggorokannya, membuatnya tersedak dan menyemburkan lagi air yang sempat ia telan, untung saja aku cepat menghindar.
“Hahaha..rasakan! itu akibatnya kalau terus sembarangan menggoda orang” perutku geli menertawainya habis-habisan, ku lihat wajahnya yang iku memerah.
“Riana, sialan..lihat saja kamu” wajahnya masih merah, suaranya masih teputus-putus karna masih terasa sakit di tenggorokannya.
“Sakit?” ledekku lagi yang masih tebahak-bahak sampai kedua mataku menangkap seseorang yang ada di sana, dia hanya menatapku, tidak menghampiriku. Rugal menjepit leherku, membuatku menjadi sulit bernafas.
“Rugal...lepaskan! aku sulit bernafas” sialan, aku tidak bisa menyikut tubuhnya, jepitannya semakin kuat.
“Rasakan sakit bukan?”
“Rugaaal,aku bilang lepaskan aaakhh” bisa-bisa aku mati konyol di jepit Rugal.
Tiba-tiba sebuah bola basket meluncur ke kepala Rugal, membuatnya melepaskan jepitannya dari leherku, perlahan aku mulai menstabilkan nafasku lagi, dan mencari tahu siapa yang membantuku lepas dari jepitan tangan Rugal.
Tatapanku terhenti saat sosok itu benar-benar ada di hadapanku, padahal tadi dia masih mematung di sana, aku yakin dia yang berani melempar bola itu ke kepala Rugal.
“Maksud kamu apa hah? Kenapa tiba-tiba melempar bola basket ke kepalaku?” wajah Rugal benar-benar merah, bukan karna tersedak tapi merahnya karna marah, Rugal mendongak ke wajah pria yang hanya memasang wajah datar.
“Kamu tidak sadar kelakuan kamu tadi itu hampir membuat orang teluka” ya ampun Malik padahalkan tadi itu kita sedang bercanda.
“Kamu tidak lihat kami sedang bercanda? Ooh sedang berakting menjadi pahlawan yah?” cibir Rugal santai.
“Dia ini wanita, tak pantas di perlakukan seperti itu”’ Rugal semakin mendengus kesal, ku acuhkan amarahnya, ku tatap wajah Malik yang benar-benar nyata ada di hadapanku ini. Aku tidak menyangka kalau Malik akan terlihat seperti ini di hadapanku.
Sebelumnya aku sudah pernah melihatnya di rumah sakit, tapi kala itu aku belum terlalu yakin kalau itu dia, tapi aku mengenal suara baritonnya walaupun aku baru saja mengenalnya.
Wajahnya kini terlihat lagi, ia benar-benar muncul di sini dengan sempurna, tapi kenapa wajahnya seperti tak asing bagiku, aku mengernyit mulai mengingat wajahnya itu. Apa dia Malik? Aku kurang yakin.
Aakhh aku yakin sekali kalau aku pernah melihatnya, tapi aku lupa kapan itu.
“Apa urusannya denganmu?” orang-orang mulai menggerumuni kami, aku sendiri jadi malu, karna kami jadi bahan tontonan mereka kali ini, kutarik topiku lebih depan agar orang-orang tak mengenalku dan tak mengabadikan wajahku di ponsel mereka.
“Rugal sudah” aku berusaha menarik lengannya, tapi dia terus menghempasku, Rugal sudah tidak peduli dengan sekitar.