10
Suasana Yang Berbeda
MALIK_.
Seperti biasa aku baru kelar melamun di balkon rumahku memainkan yoyo silverku, untung saja simulasi tadi teamku yang menang, jadi Ayah tidak akan memarahiku karna alasan aku kurang latihan dan kebanyakan bersantai.
Gadis itu terus menghantuiku, ternyata arah rumah aku dan Riana satu arah, tadi itu benar-benar Riana aku yakin itu, sosok itu tadi tepat di depanku saat di bus, dia tidak membalikan tubuhnya sama sekali, apalagi menyapaku.
Aku menengadah menatap ratusan bintang di langit sana. Pikiranku terbesit lagi oleh perkataanku yang lalu ‘apakah suatu saat nanti dia akan mengingatku?’ terkadang aku selalu berfikir seperti ini, tak apa dia tak mencintaiku, yang aku ingin dari dia adalah Riana yang bisa mengingatku lagi sebagai sosok Malik yang pernah hadir di dalam hidupnya.
Angin malam mengusik poniku yang acak-acakan, mengeringkan rambutku yang masih basah. Angin malam ini berhasil menggoyahkan beberapa helai poniku, sebentar lagi rambutku pasti kering karna angin malam ini, ya ampun dingin sekali, bisaku rasakan kalau dingin ini menyelinap sampai tulang belulangku.
Kadang kala manusia juga ingin jadi egois sesekali, seperti yang aku rasakan saat ini, ingin sekali mengubah takdir yang membuatku resah seperti ini, aku tak mau tahu pokoknya aku harus membuat Riana ingat padaku, aku yakin ingatannya akan pulih kalau ada sesuatu yang membantu ingatannya itu.
Dan yoyo ini, yoyo satu-satunya yang bersejarah untuk kehidupanku ini, yoyo yang sering Riana mainkan dulu, aku janji pada diriku sendiri suatu saat nanti aku akan memberikan yoyo ini pada Riana.
Ku lihat layar ponselku yang penuh dengan notif pesan dari Sabita.
‘hapus semua notif’
Oh iya, soal Ayah dia bilang jangan kunci pintu rumah karna sepupuku akan segera datang, untuk beberapa hari dia akan tinggal bersamaku, ah firasatku buruk soal itu, aku yakin dia pasti akan lama tinggal disini, sesekali aku menghela nafas kasar.
Alasannya karna tugas kuliah di kampus, ia tinggal di tempat yang cukup jauh dari kampus, selalu telat datang katanya karna kemacetan jalan raya yang sempit, atau dia semalam kelelahan. Semua itu mengganggu aktifitas kuliahnya, makannya dia memilih untuk tinggal dulu bersamaku karna tempat kuliahnya sangat dekat dari sini.
Belum sempat ku raih selot kunci rumahku, bel rumah sudah bersuara, pasti dia datang. Awalnya aku ragu membukanya karna aku yakin sebentar lagi rumahku akan jauh dari kata ‘tenang’
“Malik...cepat buka pintunya!” suaranya melengking membuatku hampir menutup telinga karnanya. Ku buka pintu dengan rasa malas, lalu mataku membulat melihat apa yang ada di depanku.