13
Hari Yang Menyedihkan
KAK FALAH_.
Wajahnya terlihat sangat sedih aku yakin hatinya pasti terasa lebih sedih, beberapa air mata sudah mengalir membasahi membasahi pipinya, jangan di tanya lagi hidung dan matanya sudah sembab sedari tadi.
Aku hendak menghampirinya tapi Ayah sudah memanggilku lagi, tak tega sebenarnya melihat keadaannya yang memprihatinkan. Tapi panggilan Ayah yang harus aku utamakan. Riana hanya diam meratapi jendela yang terbuka,menikmati sepoi angin yang datang dari luar sana.
Suara pintu kamar padahal terbuka dan tertutup tapi dia tak menoleh sedikitpun kepadaku, apa tadi cara membantuku salah.
“Falah!” Aku hanya bisa menatap punggungnya yang kecil dari sini.
“Iya, aku datang”
...
RIANA_.
“Haha tentu saja”
“Kamu tidak ingat sama sekali siapa sosok itu?” alisnya terangkat yakin, aku terdiam berusaha mengingat siapa sosok itu, sosok sahabatku itu.
“Hmm...tidak” Malik terlihat melempar tatapan kecewa, itu yang kulihat walaupun aku tak tahu arti kecewanya itu.
“Memang ada hubungannya denganmu?”
“Ah tidak, aku hanya sekedar ingin tahu saja” jawabnya seraya senyum singkat.
“Kamu kenal teman kecilku?” aku semakin penasaran kenapa Malik terus menanyakan soal sahabatku.
“Tidak”
Tiba-tiba dua pemuda misterius datang dengan membawa koper kecil yang di genggamnya, perawakan mereka tinggi besar, pakaian mereka tertutup semua, semua orang menatap mereka aneh, termasuk aku dan Malik. Mereka duduk tidak jauh dariku, tapi Malik malah fokus memperhatikan koper kecil yang mereka bawa.
“Mereka asing sekali” bisikku
“Iya, coba kamu lihat titik merah dan hijau yang berkedip di koper mereka” tunjuk Malik, mataku menyipit memperhatikan mereka, dua warna itu berkedip bergantian.
“Aku pikir itu bom” tebak Malik santai, ku pukul kepalanya dengan brosur menu yang ada di meja.
“Aww!!” pekiknya.
“Sembarangan”
Bagaimana mereka tidak mencurigakan kami, mereka datang hanya duduk, berbincang sebentar lalu pergi keluar meninggalkan kedai, sambil meninggalkan koper kecilnya itu.
“Mereka mencurigakan” ucap Malik pelan.
“Iya” yakinku masih menatap mereka di balik poniku.
“Tunggu” Malik mengikuti dua pemuda mencurigakan itu sampai keluar.
“Eh, eh Malik, tunggu aku” bagaimana jika mereka pembunuh yang membawa senjata di balik jaketnya, aku ikut menyusul Malik keluar kedai. Malik masih mengikuti mereka dari belakang, jalan mereka sangat cepat.
Mereka tahu kalau Malik mengikuti mereka dari belakang. Mereka mempercepat jalannya agar Malik kehilangan jejak mereka, ini semakin mencurigakan.
Baru saja aku meninggalkan kedai dengan beberapa langkah yang terburu-buru.
DUAAR..
Ledakan sangat besar mengejutkan telingaku, jantungku langsung berdebar cepat, sampai aspal yang sekarang sedang ku injakpun rasanya ikut bergetar, spontan aku menunduk melindungi kepala. Perlahan aku menoleh melihat apa yang terjadi di belakang.
Kobaran api kini menyelimuti kedai, mataku terbelalak tidak percaya, gumpalan asap hitam itu bersatu menjadi monster yang mengerikan. Lalu bagaimana nasib orang yang masih berada di dalam?
“Kak Falah!!” teriakku seraya berlari menghampiri kedai dengan penuh rasa takut, air mataku deras keluar dari mataku. Orang yang sangat berharga di mataku masih ada di dalam sana. Rasanya jantungku langsung meletus melihat kejadian ini tepat di depan mataku.
“Kak Falah!!” orang-orang sekitar heboh berlarian mencari bantuan, lututku bergetar hebat, tubuhku langsung lemas. Kak Falah masih di sana.ledakan itu terdengar lagi memecahkan sisa bangunan yang belum hancur.
Menghancurkan serpihan bangunan yang kecil. Spontan aku menutup wajahku dengan kedua tanganku. Tapi aku merasa ada seseorang yang sekarang tengah berdiri di hadapanku, deru nafasnya terdengar jelas. Ku lihat dari sela-sela jariku benar ada orang yang menjadi benteng untuk diriku.