14
Hanya Teman Tak Lebih
MALIK_.
Telingaku menangkap suara orang yang tengah asik mengobrol, pintu rumah di biarkan terbuka menandakan ada orang baru di dalam. Ku lihat Chika yang memasang wajah centil di sebelahku membuat perasaanku menjadi tidak enak, ini bertanda buruk.
“Malik” dia langsung berdiri dari kursi saat melihatku membuka pintu dan masuk, dia menyambutku dengan senyuman khasnya yang sama sekali tak membuatku tertarik padanya.
“Hah dia” grutuku, di dalam hati ucapan kutukan tak henti aku lontarkan. Seorang gadis dengan rambut ikalnya tersenyum lebar kearahku, di temani Ayah di sampingnya yang terlihat tetap santai dengan kebulan asap rokoknya.
“Taraaaa! Kita kedatangan teman SMA mu, Sabita” aku tersenyum miris melihat Chika yang seakan-akan ini adalah suprise untukku.
“Sabita kamu mau apa datang ke sini?” tanyaku datar.
“Sambut temanmu ini, bukan ketus seperti itu Malik” celetuk Ayah membuatku langsung menatap Chika agar ia menemaniku disini.
“Ada apa Sabita?”
“Tadi aku habis melihat kejadian ledakan di sana, eh aku mampir saja sekalian ke rumahmu. Lagi pula rumah kita tidak terlalu jauhkan?” ucapnya sambil membenarkan beberapa helai poninya.
“Dia sudah menunggumu dari tadi, kenapa kamu tidak pernah bilang pada Ayah kalau kamu sudah punya pacar secantik Sabita” aku melongo mendengarnya, pacar? Aku duduk di sebelah Ayah dengan perasaan kesal pada Sabita. Tapi kelihatannya tidak peduli dengan kedatangan Sabita.
“Dia pacarmu” bisik Chika ke telingaku dia sendiri tak percaya apalagi aku.
“Pacar apanya? Aku yakin dia pasti cerita aneh-aneh kepada Ayah” sahutku pelan agar mereka tak mendengar ucapanku.
“Terlalu percaya diri” tembal Chika lalu duduk di sampingku, kini Chika malah ikut-ikutan memasang tatapan tak suka pada Sabita.
“Dia itu buk...”
“Sudahlah Ayah tidak akan menggangu waktu kalian, Ayah juga harus pergi sekarang, Ayah sedang ada urusan lain” Ayah mengakhiri isapan rokoknya lalu pergi dengan jas coklatnya. Setelah Ayah hilang di ambang pintu aku langsung melempar tatapan tajam pada sabita.
“Dasar” celetuk Chika yang ikut-ikutan melempar tatapan tak suka.
“Mau apa kamu datang kesini?” tentu saja aku risih, aku itu paling tidak suka kalau ada wanita asing yang tahu keberadaan rumahku apalagi masuk ke rumahku. Sekarang aku benar-benar mengutuk kedatangan gadis ini.
“Malik aku datang ke sini hanya ingin mengajakmu makan malam, kenapa kamu kelihatan seperti tak suka kalau aku datang?” aku mendengus kasar, begitu juga Chika yang ikut-ikutan mendengus.
“Padahal kamu sudah tahu kalau aku tidak akan pernah menerima permintaanmu itu”
“Siapa tahu kamu berubah pikirankan” tebakan yang bagus Sabita. Aku menghela nafas berat.
“Jangankan kamu, aku sendiri saja dia tak akan mau” selak Chika membuat Sabita mengangkat halisnya dengan arogan.
“Siapa kamu?”
“Hei, harusnya aku yang harus tanya padamu, siapa kamu?” tanya balik Chika dengan intonasi tidak suka. Sabita langsung melipat kedua tangannya di depan dada.
“Aku pacarnya”
“Sabita kumohon berhentilah berharap seperti itu, sampai kapanpun aku tidak akan pernah menyukaimu” aku bangun lalu memainkan yoyoku santai di depannya, Sabita menatapku yang mulai mondar-mandir tidak jelas di depannya, bertanda kalau aku sudah tidak nyaman dan dia harus segera pergi.
“Dengar itu! Lagipula Malik tidak pernah mengakui kalau kamu itu adalah pacarnya” ledek Chika sembari memeletkan lidahnya, aku dalam hati terkekeh melihat dia kadang suka bertingkah seperti anak kecil.
“Diam kamu!” tembal Sabita yang langsung membuat amarah Chika meluap.