Remember

Rhy_ana
Chapter #15

Terasingkan #15

15

Terasingkan


...

Ku tutupi wajahku dengan selimut, aku lelah menangis seharian, ku hirup aroma kamar Kakak yang masih menempel di setiap tempatnya seperti jas nya yang masih tergentung rapih di belakang pintu, kasurnya, kursi yang suka ia tempati untuk berbagi cerita denganku apalagi bantalnya.

Dengan rasa malas kakiku melangkah gontai menuju westapel membasuk wajahku dengan air yang dingin agar terlihat sedikit segar, ku lihat wajahku yang menyedihkan dan berkesan menyeramkan dengan mata yang bengkak dan lingkar hitam di bawahnya, lengkap sudah wajah menyeramkan ini.

Sesekali aku menghela nafas berat sedang berusaha menenangkan diri meskipun caranya dengan cara menghela nafas beberapa kali mungkin saja ini sedikit membantu. Ku raih ponselku, notif dari Chika sudah memenuhi layar ponselku.

“Riana kamu baik-baik sajakan?”

“Riana aku turut berduka cita atas kejadian buruk yang menimpamu itu”

“Riana hei, balas!”

“Hei Riana”

Dan 10 panggilan tak terjawab dari Chika, dan satu lagi notif dari Rugal menyelip di antara notif yang bermuculan dari Chika.

“Sarapan hari ini aku tunggu di restoran sebelah, maaf aku tidak bisa menjemputmu, aku takut kamu akan semakin marah padaku” lagipula sama saja jika nanti aku ke restoran itu pasti akan bertemu lagi dengannya.

Ku lempar ponselku ke meja, hari ini aku sedang tidak nafsu makan, hari ini juga aku tidak ada niatan untuk keluar kamar apalagi keluar rumah, sedang berada di fase malas bertemu dengan siapapun.

Biasanya pagi-pagi Kak Falah suka menggebrakku agar cepat turun dan sarapan, dia selalu memarahiku kalau aku lambat dengan aktifitasku, terkadang aku suka malas sarapan bersama karna alasan aku tak mau betemu dengan Ayah, apalagi sampai melihat tatapan dinginnya itu.

Di atas meja rias Kak Falah...eh maksudku..Ibuku, akh sulit pasti untuk membiasakan memanggilnya dengan sebutan Ibu, sebuah album tergeletak di biarkan terbuka. Ku raih album itu dan kudapati langsung foto-fotoku saat masih kecil.

Aku tersenyum saat melihat diriku yang masih imut itu, tiba-tiba bayangan itu muncul lagi di pikiranku. Bayang anak laki-laki yang sedang melindungiku, sekejap jantungku berdetup cepat kepalaku mulai pusing lagi, ku acak-acak rambutku sambil menahan sakit.Sebenarnya dia ini siapa?

Ku berusaha mengingat-ingat garis wajahnya yang hampir mirip dengan anak laki-laki yang ada foto ini, iya jika aku lihat dengan lebih telitik banyak kesamaan dari wajah dan senyumannya. Buru- buru ku ambil jas kuliahku yang tergeletak di lantai, segera ku ambil foto itu yang masih terselip di kantungnya.

Sial mirip sekali, dari mana bayangan ini muncul? Aku masih ragu kalau bayangan ini sebenarnya hanya hayalan sekilasku saja, karna aku terlalu memikirkan soal anak laki-laki itu, buru-buru ku tepiskan bayangan itu dari pikiranku.

Ku hempaskan tubuhku ke kasur memijat keningku yang terasa sedikit pusing, bayangan itu muncul akibat aku terlalu lelah, positif thinking saja, semua orang yang merasa dirinya kelelahan pasti akan mengalami hal yang sama denganku.

KREEK...

Lihat siapa yang datang? Gadis itu sekarang tersenyum sinis kepadaku dan melipat tangan di depan dadanya, dia sedang memperhatikanku di ambang pintu kamar. Chika datang di waktu yang tidak tepat, pikiranku terlalu lelah untuk belajar bersamanya, atau mungkin dia mengajakku bermain.

“Dari kapan kamu di sana?”

“Aku baru datang, aku tidak melihat Ayahmu kemana dia?” tanyanya sambil meleos masuk ke kamar dan menyelidik ke sekeliling, memperhatikan berbagai foto yang terpampang di dinding.

“Hah Ayah?”

“Iya”

“Oh tidak tahu” dia Kakekku, bukan Ayahku, aku mendelik saat mengucapkan nama ‘Ayah’ entah sejak kapan aku mulai membencinya. Si dingin itu menyebalkan sekali.

Lihat selengkapnya