17
Si Imut Yang Menipu
“Hei kamu yang pakai jaket putih!!” panggilku dengan intonasi tinggi membuat semua orang menatapku heran termasuk pria itu, dia celingukan mencari siapa yang orang yang aku maksud. Bodoh padahalkan hanya dia yang memakai jaket putih di sini.
Tak lama dia sadar kalau orang yang aku maksud ‘jaket putih’ adalah dia, mataku sudah mulai berapi-api saat mataku dan dia bertatapan.
“Aku?” tanyanya masih heran, halisnya yang tebal, matanya yang sipit, hidungnya yang terpahat sempurna, kulitnya yang putih kemerahan, tubuhnya yang tinggi menyempurnakannya. Tapi itu sama sekali tidak membuatku tertarik padanya.
“Iya, kamu!” aku berteriak lagi membuat orang lain menoleh bingung kepadaku, gigiku menggertak kesal.
“Ada apa?”
“Lihat makananku, ini ulahmu” ku perlihatkan mie yang sudah tidak terselamatkan di lantai dengan kuahnya yang sudah tercampuri oleh percikan hujan.
“Kapan aku menjantuhkan makananmu?” tanyanya polos, ku hampiri dia agar bisa lebih dekat menarik jaketnya lalu menunjuknya kasar, dia berusaha melepaskan cengkraman tanganku tapi tidak berhasil sama sekali.
“Bisa tidak jangan main tarik seperti ini?”ucapnya merasa risih karna aku telah manarik jaketnya.
“Apa kamu bilang? Kapan aku menjantuhkan makananmu?” ku dorong tubuhnya hingga mundur ke tengah-tengah hujan yang deras.
“Apa salahku?” ucapnya dengan raut wajah tidak mengerti.
“Kamu menjantuhkan makananku” ini persis seperti adegan flm sinetron yang dimana kekasihnya ketahuan selingkuh dan pasangan itu bertengkar di bawah hujan.
“Itukan cuman makanan, apa susahnya beli lagi?” ku dorong lagi sosok tinggi itu ke tengah deras hujan, saat dia sedang berusaha masuk ke teras toko untuk meneduh.
“Hei, beli itu memang mudah, tapi mengembalikan mood makan itu yang susah” mulutku sekarang pasti sedang mengeleuarkan hujan lokal, aku melipat kedua tangan di depan dadaku, dia berdecih meremehkanku.
“Dasar wanita, segala sesuatu pasti mood yang paling di utamakan” cibirnya pelan tapi masih terdengar oleh telingaku.
“Sialan, bukannya minta maaf, malah meledek wanita seperti itu, jika kamu tak faham soal mood wanita, itu berarti kamu belum bisa sepenuhnya memahami wanita, pasti tidak akan ada wanita yang ingin denganmu” balasku dengan cepat. Sekarang dia hanya memandangiku dengan tatapan bingung.
“Cih wanita memang makhluk yang merepotkan, awas aku mau meneduh” dengan mudahnya dia menggeser tubuhku yang kecil dengan menjepit dan mengangkat pundakku. Dasar! Tampang saja menawan tapi sikapnya benar-benar tidak sopan.
“Heii!” waah sepertinya dia belum pernah merasakan di pukul oleh wanita imut sepertiku.
“Dasar pria tidak sopan!!” secepat kilat aku tarik jaketnya, menyeretnya lagi ke tengah-tengah hujan, di sinilah dia baru bisa merasakan rasanya pukulan tanganku. Aku menghantam rahangnya hingga lebam.
BUGH!
Dua satpam bertubuh besar datang dan segera mengamankan kami ke dalam sebuah ruangan, mengintrogasi kami dengan ribuan pertanyaan, kalian dari mana? Kenapa menimbulkan keributan di sini? Mengecek semua kantong yang ada di baju dan celana memastikan kalau kami tidak membawa senjata dan semacamnya.
Bagian keamanan itu habis-habisan memarahi kami sampai aku yang biasanya paling heboh soal membela diri sendiri kini hanya bisa membeku mendengar sentakan mereka.
“Kalau sampai kalian melakukan keributan lagi di sini, kami tak akan segan-segan menggantung kalian di spanduk sana” salah satu dari mereka mengancam kami dengan ancaman yang amat serius.
“Ribut saja di tempat lain, jangan di sini, kalian hanya mengacaukan kenyamanan orang-orang di sini” aku menelan ludah kecut saat ada intonasi tinggi di akhir kalimatnya. Tanganku yang kedinginan mengepal erat.
Pria yang tadi sempat berkelahi denganku kini tengah memasang wajah pucat, ia menegang sama halnya seperti apa yang sedang aku rasakan sekarang, bahkan dia benar-benar menekuk wajahnya saat intonasi menyentak itu mulai terdengar lagi.
Kelihatannya hujan sudah mulai reda, hanya beberapa tetesan yang tertinggal dan jatuh dari atap, aku yang masih melipat kedua tanganku hanya melirik sekilas pria sialan itu, dia menatapku kesal, lebam di rahangya terlihat jelas di kulitnya yang putih.
Tak ada yang angkat bicara, kita sama-sama diam hingga hanya suara tetesan hujan saja yang terdengar. Aku harap aku tidak akan pernah bertemu dengannya lagi, dan tidak mau menemukan pria seperti ini.
Ah iya Riana!...
...