27
Moment Yang Seharusnya Di kenang
MALIK_.
Uang sudah ku siapkan, aku harus bergegas pergi ke tempat yang sudah di tentukan aku harap Ayah akan baik-baik saja di sana, setelah beberap menit menunggu bus di halte akhirnya datang juga. Alamat yang mereka kasih ternyata lumayan memakan waktu juga, di dalam hati aku bergumam sambil memikirkan Chika yang sekarang adalah hari wisudanya.
Padahalkan dia selalu bawel kepadaku kalau nanti dia wisuda aku harus datang ke acaranya, dan memotretnya hingga beberaa kali, tapi untuk sekarang ada yang lebih penting dari itu, maafkan aku Chika, dan soal Riana? Entahlah lupakan.
Sengaja aku tidak memberitahukan hal ini kepada Chika atau siapapun, karna sesuai perjanjian aku tidak boleh membawa siapapun selain uang dan diriku tentunya. Kalau sampai ada polisi atau siapapun yang tahu aku akan pergi kemana, mereka tak akan segan-segan menembak kepala Ayahku dengan pistol.
Beberapa jam telah berlalu, meskipun aku sudah di hadapkan dengan bangunan tua dengan cat putih yang sudah berjamur. Pikiranku masih memikirkan Riana, meskipun aku sudah berusaha mengenyahkannya tapi gadis itu selalu muncul di pikiranku dengan senyumannya.
Aku datang tanpa membawa ponsel, yang jelas mereka memberiku alamatnya untuk datang ke rumah tua ini, kakiku melangkah dengan getar, tak ada apa-apa di sini, semua ruangan kosong hanya ada beberapa tikus yang berlalu lalang di sini. Menyedihkan sekali jika Ayah di diamkan di tempat seperti ini.
Aku menelusuri tangga dan berhenti di lantai 5 lantai paling atas, ku buka semua pintu yang tertutup tak ada siapa-siapa, aku harus mencari mereka, lorong di sinipun terlihat sangat lembab dengan jamur yang tumbuh di setiap sudut dindingnya. Suara gelagak tawa perlahan terdengar dari balik tembok sana. Aku yakin mereka pasti di sana. Ku buka pintu berwarna putih dan benar sekali ku dapati mereka di sana.
Saat segerombolan orang di sana melihatku dengan cepat mereka langsung mempersilahkanku untuk masuk meskipun dengan tatapan yang mengerikan.
“Mana bos kalian?” mereka salin tatap lalu tersenyum miring, tubuhku ikut gemetar saat melihat mereka yang bertubuh kekar dan besar, dan ada satu wanita yang tengah duduk santai di sana, diakan...dia istri baru Ayahku. Dia dengan santainya meneguk segelas air yang pastinya itu berbaur alkohol.
“Kamu Malikkan?”tanya si wanita yang langsung berdiri menghampiriku. Aku hanya diam tidak sudi menjawab pertanyaannya.
“Keluarkan Ayahnya!” perintahnya lalu dua orang bertubuh besar itu membuka sebuah pintu yang sepertinya itu adalah ruangan dimana Ayah di sekap. Mereka melempar Ayah tepat di depanku. Ku dapati Ayah dengan baju yang lusuh, wajah yang pucat, sekitar wajah dan bibirnya lebam. Tubuhnya yang kurus tergeletak begitu saja di lantai.
“Ayah!” Ayah melihatku lalu menangis, tapi mereka menahan tali Ayah dan menariknya lagi, Ayah di perlakukan persis seperti binatang.
“Ma..Malik” lirihnya.