Remember Love

Jose Nathanael
Chapter #4

Suara itu.

"Terima kasih, Kak! ditunggu kedatangannya kembali."

Hari sudah menjelang sore. Para pelanggan dengan pesanan menggunung itu telah menyelesaikan urusan perut dan obrolannya di Kafe ini. Namun, Sherin belum kembali. Perempuan itu dan temannya juga masih nyaman duduk di tempatnya tadi. Bagaimanapun juga, Filia tetap tidak dapat merasa nyaman karena kehadiran perempuan itu. Namun, ia ingin bersikap biasa saja. Pertemuan ini hanya sebuah kebetulan. Perempuan itu tidak mengenal Filia. Semuanya pasti akan baik-baik saja. Setelah perempuan itu pulang, semua akan kembali normal. Itulah yang Filia harapkan. Ia memilih untuk duduk di kursi kasir, kembali pada pekerjaannya, bersikap biasa tanpa menarik perhatian.

Kafe itu sudah sepi kembali ketika para pelanggan itu pergi. Hanya satu meja yang terisi oleh dua orang di dekat kasir di sebelah jendela, dan dua orang itu adalah perempuan itu dan temannya.

Filia baru menyadari suasana hening kafe itu. Sekarang yang terdengar hanyalah alunan musik jazz dari speaker kafe. Suasana inilah yang melelapkannya beberapa saat yang lalu. Namun, kali ini ia tidak merasa mengantuk karena suara pembicaraan kedua pelanggan itu dapat terdengar jelas dalam suasana sepi itu, meskipun ia tidak berniat untuk mendengar pembicaraan orang lain.

"Jadi, Kamu nggak sewa asisten rumah tangga lagi, Vin?"

"Nggak... Aku sama suami juga masih agak kesulitan ekonomi. Mau nggak mau, Aku dulu yang urus."

"Kok, kamu bisa tahan? Kalau aku punya mertua yang demensia di rumah, pasti aku minta suami pikir ulang untuk nggak masukin ke Panti Jompo."

"Belum parah, kok... suami aku itu sayang sama papanya. Keluarganya juga tinggal papanya aja. Mana tega aku ngomong begitu. Lagian, itu kan rumah orangtuanya juga."

Butuh waktu bagi Filia untuk mengerti makna dari pembicaraan yang tidak sengaja ia dengar itu. Untuk kesekian kalinya dalam satu hari ini, ia terkejut dalam hatinya, tidak mempercayai apa yang dia baru dengar.

"Memang menantu yang baik ya, Kamu itu."

"Ah, biasa aja. Udah yuk, nanti kita kesorean."

Mereka berdiri, berjalan keluar kafe. Filia yang duduk di kursi tidak terlihat oleh mereka karena terhalang monitor komputer kasir yang tinggi. Kali ini, ia tidak mengucapkan "Terima kasih" kepada kedua pelanggan itu sebagaimana seharusnya.

Filia berlari dan masuk ke kamar mandi, tangannya dingin dan gemetaran. Ia hampir tidak dapat menenangkan dirinya sendiri. Ia menarik napas dalam-dalam dan mencoba mengaturnya.

Ia mengambil ponsel dari sakunya dan menyalakannya, perlahan menggeser layarnya, mencari sebuah gambar. Sebuah foto yang disimpannya, yang sebenarnya tidak boleh ia simpan. Jarinya berhenti bergerak ketika gambar itu ia temukan.

Perasaan Filia bercampur aduk. Ia bingung. Rasa ragunya kembali muncul. Betulkah orang ini yang tadi sangat dekat jaraknya dengannya? Betulkah segala hal yang dibicarakan tadi? Apakah ia tidak salah lihat?

Namun, Filia tidak salah mengenali orang. Wajah perempuan itu yang tadi dilihatnya secara langsung, yang masih ada dalam ingatannya betul-betul sama dengan wajah perempuan dalam foto yang ada di layar ponselnya itu.

Lihat selengkapnya