Remember Love

Jose Nathanael
Chapter #10

Malam itu.

5 tahun yang lalu ...

Filia terduduk di depan meja belajar di kamarnya, menatapi angka-angka dan simbol-simbol tidak biasa yang tertulis dalam buku matematika SMA di atas mejanya. Bagaikan membaca tulisan berbahasa asing, ia sama sekali tidak mengerti. Di dalam hatinya ia terus menggerutu tentang materi diferensial yang dibacanya, yang ia sendiri tidak tahu apa manfaatnya untuk hidupnya, serta bersungut-sungut tentang kakaknya yang menolak mengajarinya di akhir pekan yang cerah ini dengan alasan akan kedatangan tamu. Padahal, Stevan sudah seperti guru lesnya setiap akhir pekan.

Suara familier itu terdengar olehnya, berasal dari depan rumah. Suara khas pintu gerbang rumah dibuka dan suara mobil yang diparkir. Filia mengintip ke depan melalui jendela kamarnya yang menghadap langsung ke garasi terbuka di bagian depan rumah. Sebuah mobil sedan berwarna merah tua terparkir di belakang mobil ayahnya. Stevan menyapa orang-orang yang turun dari mobil itu setelah menutup pintu gerbang. Ternyata mereka adalah teman-teman kuliah kakaknya, yang membuat kakaknya tidak bisa meladeni kebutuhan Filia hari ini.

"Duh, pasti bakal berisik."

Mereka semua laki-laki, dua orang yang keluar dari kursi penumpang mobil bagian belakang. Mereka terlihat seperti anak kuliah biasa, terlihat culun dan lebih pendek dari Stevan. Yang menarik perhatian Filia adalah laki-laki yang turun dari kursi pengemudi. Ia kelihatan berbeda dari yang lain. Tubuhnya tinggi, rambutnya sedikit panjang dan acak-acakan, tatapannya tajam, namun wajahnya tampan.

Filia memperhatikan wajah orang itu sedikit terlalu lama, cukup lama hingga membuat orang itu tersadar dan membalas tatapan yang berasal dari balik jendela itu, dengan sebuah lirikan yang cepat dan datar. Filia refleks menutup tirai jendela kamarnya itu dengan kecepatan yang tidak biasa. Pipinya merah merona, jantungnya berdegup lebih kencang. 'Hampir aja ketahuan', pikirnya.

Sekarang, suara obrolan antara Stevan dan teman-temannya itu berpindah, terdengar dari ruang tamu. Agaknya mereka sedang belajar bersama di sofa ruang tamu. Filia berusaha menenangkan hatinya itu dan memfokuskan benaknya kembali dan mengisinya dengan pelajaran matematika yang seharusnya ia tuntaskan hari ini. Namun, semakin ia membalik halaman bukunya, semakin ia kesal karena kelambanannya untuk mengerti dan karena suara percakapan kakaknya serta teman-temannya yang terlalu keras yang menembus suara musik dari earphone-nya.

Selain itu, Filia penasaran dengan laki-laki berwajah tampan tadi. Semakin dipikirkannya, semakin dirinya ingin melihat wajah itu sekali lagi. Filia meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia sedang merasa haus dan butuh untuk minum segelas atau dua gelas air dingin. Ia berdiri dari kursi meja belajarnya, membuka pintu kamarnya perlahan dan berjalan dan menuju kulkas di dapur, melewati sekelompok pelajar itu.

Langkahnya dibuatnya sesantai mungkin. Sesekali ia melirik ke arah laki-laki itu, yang duduk di sebelah Stevan. Kakaknya dan teman-temannya itu kelihatan terlalu sibuk mendiskusikan sesuatu untuk memedulikan atau sekadar menyapa dirinya. Filia kembali ke kamarnya, merasa konyol dan malu sendiri. Ia kembali meladeni urusannya dengan buku matematikanya yang belum selesai.

Hari telah sore saat Filia menyelesaikan tugasnya itu, entah jawabannya benar atau tidak, dirinya sudah lelah. Ia sempat berbaring malas selama beberapa menit di tempat tidurnya sebelum suara mesin mobil dan pintu gerbang rumah depan dibuka itu kembali terdengar olehnya. Dia mengulang aksi mengintip yang sama dari jendela kamarnya. Mobil sedan merah itu sudah pergi.

Filia keluar dari kamarnya. Kakaknya baru saja menutup pintu rumah bagian dalam.

"Kak,"

"Udah selesai PR-nya?"

Pertanyaan pertama dari Stevan kepada dirinya setelah seharian meninggalkannya untuk bergulat dengan materi diferensial seorang diri membuatnya kesal.

"Iya, ih. Udah. Jadi lama nih, ngerjainnya."

Stevan hanya tertawa. Sepertinya dia senang sekali melihat adiknya itu kesulitan tanpa bantuan dirinya.

"Sesekali kerjain sendiri, dong."

Lihat selengkapnya