Remember Me

Evi Ratnasari
Chapter #4

EMPAT

Tidak banyak pengunjung hari ini karena memang bukan di akhir minggu. Lea terpekur di meja kasir. Otaknya sedang membawanya pada pertemuan dengan Benny minggu lalu. Bahkan setelah beberapa hari berlalu, momen yang dilewatkannya dengan Benny tidak mudah dilupakan begitu saja.

“Mikir apa, Le?” 

Lea spontan menoleh ke asal suara. Dia menemukan Tasya sudah berdiri di sampingnya. Tangannya memegang paper cup dan spidol.

“Aah, tidak. Aku hanya mengantuk karena semalam tidak bisa tidur.” Lea memilih berbohong.

“Itu ada yang nyari kamu.” Tasya menunjuk pada orang yang duduk di kursi dekat pintu. Tangannya melambai ke arah Lea. 

“Bisa kamu gantiin sebentar?” tanya Lea pada Tasya.

“Udah sana aja. Tapi kalau dia bawa coklat lagi, kamu bagi-bagi ya.”

Lea mengacungkan jempol padanya. Lalu berjalan menuju ke bangku tempat Andrew menunggunya. Dia memang sering datang ke tempat kerja Lea dan membawakan makanan. Dan Tasya selalu kebagian makanan yang dibawa Andrew.

“Kamu sudah pulang?” tanya Lea. Dia tahu kalau Andrew pergi ke Singapura setelah mengantarnya pulang ke Bandung minggu lalu.

“Ya. Dan ini oleh-oleh untukmu.” Andrew menyorongkan paper bag warna coklat yang cukup besar. Lea melongok ke dalam tas dan melihat beberapa barang di dalamnya. Ada baju dan sepatu untukku dan satu box coklat.

“Banyak sekali, Drew?”

“Itu masih sebagian. Sebagian lagi milik Narayan di mobil. Aku berencana ke Bandung besok. Kamu mau ikut sekalian?”

“Sayang sekali, aku harus kerja besok.” Raut kecewa tampak sekali di wajah Lea. Dia sebenarnya ingin sekali bisa pulang dan menemui Narayan meski hanya sebentar. Setidaknya, rindunya pada putra satunya-satunya itu bisa tersampaikan.

“Kalau begitu, nanti aku sampaikan salammu padanya.” Andrew menenangkan Lea. Dia menepuk-nepuk punggung tangan Lea pelan. Namun, Lea buru-buru menarik tangannya. Respon yang selalu ditunjukkan Lea jika Andrew mulai bersikap di luar batas sahabat. Sejak dulu, dia ingin menjaga hubungan mereka untuk tidak melebihi batas itu.

“Mau makan siang? Kita bisa menyeberang.” Andrew menunjuk ke restoran fast food di seberang jalan.

Lea menggeleng. “Aku sudah makan tadi. Dan aku juga harus kembali ke sana.” Lea menunjuk pada meja kasir yang kosong.

Meski terlihat kecewa, namun Andrew berusaha mengerti. Dia pun akhirnya memilih berpamitan. Meninggalkan Lea yang merasa bersalah karena terus menjaga jarak darinya.

-00-

Narayan girang bukan main saat melihat Andrew datang dan membawakannya mainan kereta yang lebih besar dari sebelumnya. Dia langsung meminta Andrew untuk memasangnya, supaya dia bisa segera melihat kereta itu berjalan mengitari rel.

“Maaf ya, Nak. Narayan jadi merepotkanmu.” Ibu terlihat sungkan saat melihat Andrew yang langsung diajak bermain Narayan bahkan ketika baru saja sampai.

“Enggak apa-apa, bu. Saya kesini juga karena mau main sama Nara.”

“Sayangnya, Lea enggak bisa pulang karena harus lembur.”

Andrew hanya tersenyum saja menanggapinya. Dia sudah tahu kalau Lea merahasiakan pekerjaannya dari Ibunya. Dan Andrew memilih untuk menghargai keputusan Lea. Sebenarnya, Andrew sudah menawari Lea untuk bekerja di perusahaannya. Meski bukan di posisi yang menjanjikan, tetapi setidaknya lebih baik daripada bekerja di coffee shop. Tetapi, Lea selalu menolak dengan begitu banyak alasan. Andrew sendiri juga tahu kalau Lea berusaha membatasi hubungan mereka untuk tidak melebihi batas pertemanan. Tetapi, dia juga tidak bisa mengatur keinginan hatinya yang mencintai Lea sejak dulu. Dia selalu memilih diam dan menahan perasaannya selama bertahun-tahun.

“Boleh saya bertanya sesuatu, bu?” tanya Andrew saat tinggal dirinya dan Ibunya Lea di ruang tamu. Narayan sudah tidur di kamar karena kelelahan bermain.

“Ada apa, Nak?”

Lihat selengkapnya