Bianglala berputar lambat. Berbanding terbalik dengan wahana di seberang sana yang sangat cepat dan menimbulkan keriuhan dari orang yang menaikinya. Lea memandang ke arah dua wahana itu, memilih wahana mana yang akan dipilihnya. Belum sempat Lea menentukan, tangannya sudah diraih dan digandeng menuju ke wahana kora-kora. Menyelinap diantara orang-orang yang berdiri di sekitar wahana, hingga akhirnya sampai ke pintu masuk. Lea tidak mengatakan apapun, dan hanya menatap tangannya yang digenggam erat Benny. Bahkan, sampai mereka berada di wahana kora-kora yang bergerak cepat, Benny masih tidak melepaskannya. Lea tersenyum sendiri melihat Benny yang berteriak-teriak saat kora-kora melambung tinggi.
Selesai bermain kora-kora, Benny tampak bahagia. Dia bahkan mengabaikan rambutnya yang acak-acakan karena terkena angin. Entah hal apa yang menggerakkan tangan Lea untuk menyentuh rambut itu dan merapikan dengan jarinya. Benny langsung terdiam dan satu tangannya mencengkeram pergelangan tangan Lea.
Jeda. Mereka saling menatap lagi.
“Jangan sembarangan menyentuh rambut orang. Bagaimana kalau orang itu jadi jatuh cinta padamu?”
Pupil mata Lea membulat. Detak jantungnya berdetak tidak terkendali lagi. Dia merasakan aliran darahnya bergerak cepat.
“Dan kamu sudah membuat orang itu jatuh cinta.”
Setiap ucapan Benny menambah kecepatan detak jantung Lea per bpm. Dia sampai menyentuh dadanya untuk menenangkan jantungnya sendiri.
“Ben, kenapa kamu membuatku jadi seperti ini?” Lea mengatakannya pelan, nyaris berbisik.
“Kamu yang membuatku seperti ini, Lea. Kamu membuatku tidak bisa berhenti memikirkanmu.”
Lea terdiam. Bagaimana bisa pertemuan-pertemuan singkat itu bisa menumbuhkan cinta? Dia bahkan tidak terlalu mengenal Benny. Dimana rumahnya? Apa pekerjaannya? Siapa keluarganya? Tapi apakah cinta mensyaratkan itu? Cinta lebih sering muncul tanpa alasan. Tanpa perlu penjelasan tentang latar belakang. Cinta datang sesukanya. Dia bahkan sering tanpa permisi menerobos ke hati dan menetap di sana, tidak mau pergi.
Cengkeraman tangan Benny melonggar. Dia merubah posisi tangannya. Sekarang, dia menyelipkan jari-jarinya di antara jari-jariku. Kedua tangan kami saling menggenggam.
“Ijinkan aku mengenggam tanganmu seterusnya seperti ini. Dan jangan memintaku melepaskannya.”
Lea mengangguk. Dia memilih membiarkan Benny menggandengnya kemanapun mereka berjalan. Lea seolah lupa dengan hal yang selama ini memberatkannya. Statusnya. Benny berhasil membuatnya melupakan statusnya sebagai Ibu dari satu anak. Dengan Benny, Lea merasa menemukan kehidupannya lagi. Hati yang selama ini terasa dimiliki seseorang dengan mudahnya juga menjadi milik Benny, seakan memang sudah disiapkan untuk menjadi miliknya. Tanpa perlawanan. Dia hanya pasrah saat Benny meminta hatinya.
Langit sore indah hari ini. Jingganya senja juga menjadi pewarna paling indah di langit. Semburat-semburatnya yang tidak menentu justru menambah keindahannya. Terkadang, memang tidak perlu menjadi sesuatu yang pasti dan tentu. Karena ketidakpastian terkadang membawa kita pada kepastian yang ditunggu-tunggu. Cinta juga bukan sesuatu yang pasti dan bisa ditentukan. Kemunculannya yang tidak pasti malah akan membawa sepasang kekasih pada kepastian hati bahwa cinta sudah memenuhi hati mereka.
-00-