Remember Me

Evi Ratnasari
Chapter #7

TUJUH

Sinar matahari menyeruak masuk melalui celah-celah tirai dan menerpa wajah Lea. Dia membuka matanya perlahan. Langit-langit berwarna putih dengan beberapa noda coklat adalah hal pertama yang selalu dilihatnya tiap pagi, termasuk pagi ini. Lea meraih kain kompres yang masih menempel di keningnya. Andrew sudah tidak ada di kamarnya. Entah jam berapa dia pergi. Karena seingatnya, dia masih melihat Andrew saat terbangun pukul 2 dini hari. Laki-laki itu masih setia menemaninya bahkan sampai tertidur di lantai.

Lea bangkit dari tempat tidur, meraih ponselnya yang tergeletak di meja. Ada sebuah pesan masuk dari Andrew.

Beristirahatlah hari ini. Aku sudah mengirim pesan pada Tasya kalau kamu ijin sakit.

Lea menghela napas kasar. Andrew selalu memutuskan sesuatu tanpa bertanya lebih dulu. Padahal, Lea sudah merasa membaik pagi ini. Kalau sudah ijin begini, dia bingung harus melakukan apa seharian. Dia kemudian menarik dirinya dari tempat tidur dan berjalan menuju ke lemari pendingin untuk mengambil air mineral. Dia meminumnya hingga separuh botol.

Tiba-tiba terdengar suara orang berteriak-teriak dari lantai bawah, memanggil namanya. Sepertinya asisten rumah tangga yang biasanya membersihkan rumah kost. Lea segera berjalan cepat keluar kamar. Dia melongok dari pagar pembatas lantai 2.

“Ada apa, Mbak?”

“Ada yang nganter makanan, Mbak Lea. Mau saya ambilkan saja?”

“Saya turun ke bawah saja.”

Lea kemudian memakai sandal jepitnya dan menuruni anak tangga menuju ke pagar rumah. Rasa basah masih terasa di sandal jepit yang kemarin dipakai Andrew membeli obat. Dia pasti kemarin menembus genangan air yang tinggi karena hujan deras.

“Pesanan makanan buat Mbak Azalea.” Pengemudi ojek online mengulurkan bungkusan plastik pada Lea.

“Darimana, Pak?”

“Mas Andrew.”

Lea tersenyum. Masih sempat-sempatnya dia mengantar makanan padahal sedang meeting di Bogor.

“Terimakasih ya, Pak.”

Pengemudi ojol itu mengangguk lalu kembali ke sepeda motornya. Sementara Lea menutup kembali pintu pagar dan berjalan menuju ke kamarnya. Dari bungkusannya saja, Lea sudah tahu apa yang dibelikan Andrew. Dia selalu tahu apa yang disukainya.

Sesampainya di kamar, ponsel Lea berbunyi. Andrew. Dia pasti sudah tahu kalau pesanannya sudah datang.

“Kamu sudah menerimanya?” tanyanya ketika telepon baru saja diangkat.

“Ya. Dan thanks untuk bubur ayam Jakartanya. Tapi seperti yang aku bilang, masih enak makan di tempat daripada dibungkus.”

Lea bisa mendengar Andrew tertawa di seberang telepon.

“Aku janji ngajak kamu kesana kalau kamu sudah sembuh.”

“Aku sudah sembuh sekarang.”

“Oh, ya? Aku akan pastikan setelah pulang dari sini.”

Lihat selengkapnya