Kartun lucu seperti winnie the pooh pernah berkata, if there is a tomorrow when we’re not together, there is something you must always remember. You are braver than you believe, stronger than you seem, and smarter than you think. But the most important thing is, even if we’re apart, I’ll always be with you. Ungkapan itu membuat Lea terus menanamkan pada dirinya kalau dia akan bisa bertahan, karena waktu akan terus berjalan ke depan dan tidak pernah mundur. Dia tidak perlu terus meratapi kesedihan di masa lalu, karena tidak ada yang perlu disedihkan lagi. Benny tidak pernah pergi darinya. Dia selalu tinggal di hatinya. Kapanpun itu.
“Ini mau ditaruh di mana, Le?” tanya Andrew sembari membawa pigura besar berisi foto keluarga yang sempat diambil Benny dulu.
“Sepertinya bagus di situ.” Lea menunjuk pada tembok kosong yang berada di ruang tengah. Kebetulan ruangan ini adalah ruangan yang paling luas dan langsung menghadap ke kolam renang besar di belakang.
“Oke.” Andrew menginstruksikan pada orang yang disewanya untuk merenovasi beberapa bagian rumah untuk meletakkan lukisan di tempat yang diinginkan Lea.
Tidak banyak sebenarnya yang direnovasi, hanya beberapa tempat saja. Dan Lea ingin membuat sebuah ruangan yang digunakan untuk meletakkan seluruh hasil jepretan Benny. Di dalam ruangan ini, Lea juga memajang beberapa foto Benny. Dia ingin agar Benny tetap hidup di dalam rumah ini, meski sudah hampir 5 tahun berlalu sejak kepergiaannya.
Ya, waktu memang berjalan dengan sangat cepat. Tanpa terasa, Narayan pun sekarang sudah berusia 5 tahun dan sudah bersekolah. Dia sudah bisa mengenali wajah Papanya dari foto-foto yang ditunjukkan Lea. Dia bahkan sudah bisa mendoakan Papanya agar bahagia di surga. Terkadang, dia juga masuk ke ruangan ini dan mengajak Papanya bercerita. Tentang sekolahnya, teman barunya, atau saat dia punya mainan baru. Dia selalu masuk ke dalam ruangan ini dan bermain di dalam selama beberapa lama. Lea bahkan sempat berpikir kalau Narayan bertemu dengan Papanya di ruangan ini.
“Orange juice untukmu.” Lea menyodorkan gelas orange juice pada Andrew yang sedang duduk di teras belakang.
“Thanks.”
“Sekarang apa rencanamu setelah lulus sekolah?”
“Sama saja. Meneruskan bisnis waralaba. Atau mungkin memperluas usaha. Dan terima kasih kamu sudah mengurusnya selama aku melanjutkan sekolah di Singapura.”
Lea tersenyum. “Aku rasa apa yang aku lakukan juga tidak akan cukup untuk membalas kebaikanmu dulu. Kamu bahkan sampai meninggalkan sekolahmu hanya untuk mengurusku.”
Andrew membalasnya senyuman. Dia kemudian meminum separuh orange juice yang dibuatkan Lea.
“Dimana Narayan?”
“Bermain di ruangannya Benny.”
“Benny pasti senang anak laki-lakinya sudah tumbuh besar.”
“Ya. Dan semakin mirip dia. Termasuk sifat keras kepalanya.”
Andrew tertawa mendengarnya. Dia tentu saja masih ingat betapa keras kepalanya Benny sejak masih kecil. Jika dia sudah menginginkan sesuatu, dia akan berusaha untuk mendapatkannya seberapa beratpun usaha yang harus dilakukannya. Omongan apapun tidak akan pernah bisa menghentikannya.
Mereka kemudian diam. Membiarkan gesekan ranting dan daun mengisi kesunyian. Sepertinya, angin sedang bertiup kencang-kencangnya beberapa hari ini. Memisahkan daun dari ranting-rantingnya.
“Aku mimpi Benny lagi semalam.”
Lea memecah keheningan. “Setelah tiga tahun berlalu, dia muncul lagi di ingatanku.”
Andrew memilih untuk menjadi pendengar, membiarkan Lea bercerita.