Remember Me

Jeni Hardianti
Chapter #1

One Confession

 Brukk!

 Punggung itu menabrak dinding dengan kasar hingga menimbulkan suara. Sementara orang yang terdorong hanya meringis tertahan merasakan sakit di punggungnya.

 Wajahnya sudah penuh luka akibat pelampiasan rasa kesal seorang pria paruh baya yang dia sebut ayah.

 "Anak kurang ajar! Seharusnya saya sudah membuang kamu dari bayi, selalu saja menyusahkan!"

 Karena sebuah kesalahan kecil malam ini tubuhnya hampir remuk, Wajahnya jadi banyak luka lebam.

 Tak hanya itu, dia lupa bahwa hatinya juga terluka. 

 Terluka karena ucapan-ucapan menyakitkan yang keluar dari mulut sang ayah.

 "Ma-af ayah…" hanya satu kata itu yang mampu keluar dari mulutnya sekarang, terlalu sakit untuk mengatakan banyak hal dalam keadaan seperti ini.

 Sebuah kayu yang sedari tadi digenggam pria paruh baya itu untuk memukul sang anak, terlepas begitu saja dari tangan kanannya, jatuh ke lantai hingga menimbulkan suara. Kemudian, tanpa berkata apapun pria itu berbalik, meninggalkan sang anak yang masih terduduk dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya.

****

 "Penuh ya?"

 Sebuah gumaman keluar dari mulut seorang gadis yang mengenakan seragam putih abu-abu saat menaiki sebuah bus untuk berangkat ke sekolah.

 Semua kursi penuh oleh ibu-ibu dan sebagian anak sekolah, membuatnya mau tidak mau harus berdiri, tidak mungkin kan dia menyuruh orang tua berdiri, apalagi ibu-ibu hamil. Dimana kesopanannya?

 Padahal dia baru saja berlari dari rumah sampai ke halte karena tidak mau ketinggalan bus. Tapi kenyataannya bus di pagi hari memang selalu ramai.

 Gadis itu mengeluarkan headset dari saku rok abu-abu nya, lalu memasangkan pada kedua telinganya. 

 Berdiri seperti ini melelahkan, dan untuk menghindarinya maka musik adalah salah satu alasan agar dia melupakan kakinya yang pegal karena berlari.

 Sejak dia naik, sudah terhitung bus menurunkan penumpang sebanyak lima kali, itu artinya kursi kosong pasti sudah tersedia.

 Dan dugaannya tepat, hingga bibir yang sedari tertekuk karena menahan pegal akhirnya tersenyum sumringah saat menemukan kursi kosong.

 Lumayan. 

 Jarak ke sekolahnya masih agak jauh, jadi mengistirahatkan kaki sebentar tidak apa kan?

 Bruk!

 "Huh, lega…" gumamnya lagi sambil menarik nafas panjang, lalu mengambil cermin kecil untuk memastikan rambutnya masih rapih.

 "Uh…" 

 Gadis itu menoleh ke samping saat mendengar suara seseorang mengaduh di sebelahnya. Dia mengernyit saat menemukan seorang laki-laki duduk di kursi kosong di sebelahnya dengan penampilan yang bisa dibilang berantakan.

 Lihat saja, banyak luka di wajahnya, kalau bukan orang jahat pasti dia adalah siswa yang kabur setelah tawuran, buktinya dia masih memakai seragam sekolah.

 Merasa diperhatikan, laki-laki yang mengaduh tadi menoleh perlahan.

 "Ma-af…"

 Gadis itu mengernyit heran, dia minta maaf? Minta maaf kepada siapa? Dan untuk apa?

 "Boleh saya duduk disini kan?" lanjutnya dengan nada pelan.

 Gadis itu mengangguk kaku, lagipula untuk apa juga dia melarang. Bus ini kan bukan miliknya.

 Setelahnya hening, laki-laki yang duduk di sebelahnya nampak tidak nyaman. Itu dapat dilihat saat dia mencoba memejamkan mata tapi berakhir ringisan.

 Ah,

 Dan gadis itu baru sadar jika laki-laki ini memakai seragam sekolah yang sama dengannya. Tidak salah lagi pasti dia adalah salah satu murid di sekolahnya.

 "Em… maaf."

 Laki-laki itu menoleh, "apa?"

 "Seragam sekolah kita sama, kamu… murid SMK Perwira juga?"

 Syukurlah.

 Akhirnya ada orang yang mengetahui dimana dia bersekolah, setidaknya dia tidak akan berakhir sendirian lagi. 

 "Iya, kenapa?"

 "Luka kamu… apa itu sakit?"

 Ingin rasanya menjawab 'tentu saja' dengan keras, tapi dia sadar dia harus bersikap baik. Hari ini ada ulangan harian di kelasnya, jadi bagaimanapun caranya dia harus bisa mengikuti ulangan tersebut apapun caranya dan bagaimanapun kondisinya.

 "Apa saya boleh minta tolong?"

 Gadis itu menoleh, "minta tolong? Tapi soal apa?"

****

 Luka memar itu akhirnya diobati, diruang uks sekolah. Setelah memberanikan diri meminta tolong dan gadis itu menyetujuinya-meski sebelumnya berfikir dulu dan cukup lama- akhirnya dia duduk di tepi ranjang uks dengan mulut yang tertutup rapat menahan ringisan yang akan keluar, dan korbannya adalah pinggiran ranjang uks yang menjadi bahan cengkramannya sekarang.

 "Tahan sebentar." kata gadis itu seolah tahu apa yang dirasakan laki-laki di depannya.

Lihat selengkapnya