KOTA X, pagi, hari ini.
[Hot News]
[Pesawat Nature Air KI574 yang take off pada pukul 04.10 pagi ini dinyatakan hilang. Pesawat yang berangkat dari Kota Z menuju Kota X ini dinyatakan hilang 10 menit sebelum tiba di kota X setelah putus kontak dengan ATC (Air Traffic Centre). Pesawat yang membawa 102 orang yang terdiri dari 90 penumpang dan 12 awak kapal ini masih dalam pencarian hingga saat ini. Penyebab hilangnya pesawat Nature Air ini masih dalam penyelidikan. Berikut nama penumpang beserta awak pesawat ... ]
Livia yang sejak pagi disibukkan dengan kegiatan hariannya merasa begitu lelah. Ditambah dengan putrinya, Mary yang entah kenapa begitu rewel hari ini. Sejak pagi, Livia pergi berbelanja ke pasar dan membeli beberapa bahan makanan. Suaminya-Reiner harusnya akan tiba pagi ini setelah melakukan perjalanan rutinnya setiap tahun.
Semenjak menikah dengan Reiner, Livia seringkali bertanya pada suaminya mengenai kunjungan rutinnya itu. Dalam setahun Reiner akan melakukan perjalanan pribadi selama tiga hari. Empat tahun sudah pernikahan Livia dan Reiner berjalan, tapi selama itu pula Reiner tak pernah menjawab ketika Livia bertanya mengenai kunjungan pribadinya itu. Pernah sekali Livia memaksa untuk ikut, tapi yang terjadi adalah pertengkaran hebat yang membuat Livia akhirnya berhenti untuk bertanya dan memaksa untuk ikut. Dalam empat tahun pernikahannya, perjalanan Reiner itu masih merupakan misteri bagi Livia.
Dalam setahun, Reiner melakukan kunjungan pribadi sebanyak dua kali yakni pada tanggal 27 Januari dan 20 Juni. Awalnya, Livia sama sekali tidak penasaran dengan kebiasaan suaminya ini. Tapi setelah dua tahun pernikahannya, Livia mulai penasaran dengan pertemuan itu. Livia mulai penasaran dengan pertemuan yang dilakukan pada tanggal 20 Juni karena suaminya hanya membawa pakaian serba hitam layaknya orang yang hendak pergi ke pemakaman. Berkat rasa ingin tahunya itu, Livia pernah bertengkar hebat dengan Reiner hingga Livia terpaksa pulang ke rumah orang tuanya. Akan tetapi karena rasa cintanya pada suaminya yang lebih besar, Livia kembali ke rumahnya lagi dan akhirnya berbaikan dengan suaminya tanpa pernah bertanya lagi mengenai pertemuan pribadi itu.
Sejak pagi Livia sibuk menyiapkan makanan untuk suaminya yang akan pulang dari perjalanan pribadinya. Livia yang sibuk tiba-tiba terduduk lemas saat baru saja menyalakan TV dan melihat sebuah berita. Dalam berita disebutkan sebuah pesawat dinyatakan hilang dan nama dari salah satu penumpang yang hilang itu adalah nama suaminya-Reiner. Mendengar nama suaminya jadi salah satu korban dalam pesawat yang dinyatakan hilang itu, spontan Livia langsung mengambil ponselnya dan menghubungi ibunya. Hanya dengan mencuci muka dan memakai jaket, Livia membawa putrinya dari rumah. Setengah jam kemudian Livia tiba di rumah orang tuanya dan langsung menitipkan putri kecilnya itu.
“Aku mau ikut, Bunda,” rengek putrinya-Mary yang entah bagaimana rewel sejak pagi. Untuk sejenak, Livia merasa bahwa putrinya merasakan firasat buruk mengenai apa yang menimpa ayahnya hingga rewel sekali.
“Sayang ... Bunda harus pergi dulu. Bunda ada urusan penting dan sangat mendesak. Nanti Bunda akan kembali untuk menjemput Mary.” Livia berusaha untuk membujuk Mary- putrinya yang baru berusia 2 tahun.
Meski menangis, Mary rupanya anak yang sangat penurut pada Bundanya. Mendengar bujukan Ibunya, Mary terdiam dan berhenti menangis. Cup ... setelah memberikan kecupan kecil pada Mary, Livia pergi meninggalkan Mary di rumah orang tuanya dan pergi menuju bandara mencari berita kepastian mengenai keadaan suaminya-Reiner.
Empat puluh menit kemudian, Livia tiba di bandara. Begitu masuk ke dalam bandara untuk mencari kepastian, bandara sudah penuh dengan reporter dan keluarga korban dari hilangnya pesawat yang juga datang dengan tujuan yang sama dengan Livia: mencari kepastian keluarga mereka.
“Mohon maaf, siapa nama Ibu?” Salah satu petugas pelayanan di bandara bertanya pada Livia.
“Livia.“
“Datang sebagai keluarga dari siapa?”
“Saya istri dari Reiner, korban dari pesawat yang hilang itu.” Livia menjawab dengan bibir gemetar, menyadari wajah banyak orang-keluarga dari korban pesawat yang hilang terlihat sedih, khawatir dan penuh harap.
“Silakan masuk dan menunggu di ruangan tepat di sebelah ruangan ini, Bu.” Setelah memastikan identitas Livia, petugas bandara itu menunjuk ke sebuah ruangan di mana Livia bisa duduk menunggu.
Livia dengan gugup berjalan menuju ruangan yang ditunjukkan oleh petugas pelayanan bandara. Livia duduk di salah satu kursi di ruangan tersebut dan melihat di samping kirinya sudah ada dua wanita yang juga duduk menunggu seperti dirinya. Tepat di sebelah Livia seorang wanita menggunakan kacamata hitam dan topi hitam yang menutupi hampir separuh wajahnya duduk dengan anggun dan berpakaian layaknya seorang model. Melihat wanita itu, tanpa sadar Livia membandingkan dirinya dengan wanita itu. Wanita itu cantik sekali, berdandan layaknya model. Melihatnya membuatku merasa sedikit konyol, aku datang kemari tanpa riasan sedikit pun di wajahku dan hanya menggunakan jaket yang bisa kuraih untuk menutupi pakaian rumah.
Tepat di samping wanita anggun itu, ada wanita yang juga duduk dengan pakaian yang sedikit berantakan seperti Livia. Wanita ini menggunakan kacamata dan sejak tadi duduk tenang memainkan ponsel miliknya. Dan hal itu membuat Livia sedikit merasa tenang, karena tahu bukan hanya dia saja yang datang dalam keadaan kalut dan berantakan.
Tak lama setelah Livia duduk, tepat di sebelah kanannya datang seorang wanita dengan tas punggung, tersenyum ke arah Livia dan bertanya. “Apakah kursi ini kosong?”
“Y-ya, silakan.”
Wanita itu duduk dan menarik nafas panjang sama seperti yang Livia lakukan saat baru duduk sebelumnya. Wanita itu kemudian bertanya lagi pada Livia. “Apakah Anda juga keluarga korban dari pesawat yang dikabarkan hilang itu?”
“Ya. Bagaimana dengan Anda?”
“Ya, saya juga. Suami saya yang berada di dalam pesawat itu. Bagaimana dengan Anda?”