Dua hari kemudian.
Seperti yang dijanjikan, selama dua hari Livia bekerja keras mencari petunjuk di rumahnya mengenai masa lalu Reiner. Namun mengingat suaminya adalah orang yang teliti dan juga sangat hati-hati, Livia tak menemukan petunjuk lain selain kotak kenangan yang dipenuhi dengan foto lama suaminya. Hanya dengan bermodalkan foto-foto lama itu, Livia mulai melacak lokasi yang terdapat di dalam foto.
Dari foto lama itu, Livia menemukan beberapa lokasi dari sekolah tingkat senior, universitas, kawasan perumahan dan beberapa tempat wisata. Satu hal yang membuat Livia yakin adalah beberapa lokasi dalam foto itu adalah kota tujuan penerbangan maut yang membuatnya terpisah dengan Reiner sekarang. Dengan temuan itu, Livia merasa yakin dengan dugaan yang dibuat Rury.
“Selamat pagi.“ Begitu tiba di bandara untuk mendapatkan perkembangan kabar mengenai Reiner dan pesawatnya, Livia melihat Stellar dan langsung menyapanya.
“Selamat pagi, Livia.”
“Apakah ada berita terbaru?” Livia bertanya sembari duduk tepat di samping Stellar.
Stellar menggelengkan kepalanya. “Sudah hampir dua minggu dan penemuan mereka masih sama seperti sebelumnya, hanya puing-puing pesawat saja.
“Semakin lama rasanya semakin tipis harapan yang tersisa.” Livia bergumam dan gumaman itu rupanya didengar oleh Stellar.
“Ya?”
“Maaf.” Livia menggelengkan kepalanya merasa tidak enak dan kemudian menundukkan kepalanya. “Bukannya aku menyerah, hanya saja semakin waktu berlalu rasanya ... “
Awalnya Stellar merasa ragu. Tapi merasakan keputusasaan Livia, Stellar kemudian menepuk bahu Livia pelan. “Kamu tidak perlu sungkan. Semua orang yang ada di sini juga mengalami hal yang sama. Mereka semua merasa khawatir, takut kehilangan orang yang mereka sayangi dan juga takut jika harapan mereka berakhir dengan kepahitan.”
“Terima kasih banyak.” Livia tersenyum lemah. “Apa kau menunggu di sini seorang diri, Stellar??”
“Tidak.” Stellar melirik ke arah kursi di depannya di mana seorang wanita duduk dengan mengenakan pakaian yang serba wah bercampur dengan wangi parfum yang menyegarkan dan sedikit menggoda. “Aku bersama dengan Thalia.”
“Ah begitu rupanya.” Livia melihat ke arah Thalia yang duduk memunggunginya dan sibuk dengan ponselnya.
“Selama dua hari ini kalian ke mana?” Stellar tiba-tiba bertanya. “Maksudku kamu dan Rury??”
Livia mengalihkan tatapannya lagi kembali pada Stellar yang duduk di sampingnya. “Ada sesuatu yang sedang kami berdua cari jadi aku dan Rury tidak sempat datang kemari.”
Stellar menepuk bahu Livia dan melihat ke arah yang ditunjuk oleh Stellar. “Lihat ... orang yang baru saja dibicarakan sedang berjalan kemari.”
Livia menolehkan kepalanya melihat ke arah yang sama dengan Stellar dan melihat Rury sedang berlari ke arahnya.
“Maaf ... aku sedikit terlambat, Livia.”
Livia melihat Rury dengan nafas yang masih tersengal dan menyadari usaha keras dari teman barunya itu. “Tidak masalah.”
Rury duduk tepat di samping Livia, mengatur nafasnya sesaat sebelum mulai bicara dengan Livia.