Damar yakin sudah tidak ada orang yang bekerja dikantor malam itu, ia hanya melihat dua orang sekuriti yang menjaga pos di depan pintu gerbang perusahaan. Dan dua sekuriti itupun kelihatan tidak sedang keliling area Kantor, namun mereka hanya duduk-duduk di pos penjagaan. Damar merasa aneh dengan ruangan meeting itu karena setelah yakin ia padamkan lampu dan pendingin udaranya ia melihat ruangan itu terang oleh nyala lampu lagi. Damar merasa penasaran dengan keadaan di ruang meeting yang baru ia tinggalkan saat itu.
Damar pun kembali ke ruangan itu lagi untuk mematikan lampu. Sesampainya dia di depan pintu, tiba-tiba lampu mati kembali. Damar kemudian tersentak kaget dengan keadaan yang begitu aneh. Dia merasa sedikit kecil nyalinya dan curiga dengan keadaan pada saat itu, tetapi dengan sedikit keberanian kemudian ia memasuki ruangan lagi. Dia menyempatkan pandangannya untuk melihat-lihat ruangan tersebut beberapa saat. Lalu pemuda itu meraba-raba dinding mencari sakelar lampu ruangan tapi belum juga ia ketemukan.
Perlahan-lahan rasa takut mulai menyusup kedalam dirinya, namun telinganya tiba-tiba mendengar langkah kaki yang pelan menuju kearahnya. Dia terdiam dengan sikap waspada, dia yakin itu bukan langkah Randy karena jarak Randy yang sedang menunggu didalam mobil yang terparkir agak jauh dari ruang meeting. Suara langkah semakin mendekati dirinya, dia ingin menoleh kebelakang tapi terasa begitu berat hingga dia mengurungkan niatnya untuk menoleh kebelakang badannya dan terus mencari saklar lampu untuk menyalakan lampu ruangan.
Sebuah tangan agak kasar secara tiba-tiba meraba pundak sebelah kiri Damar di dalam gelap ruangan itu. Seketika itu juga jantung Damar terasa mau lepas karena kaget dengan sentuhan tangan tersebut.
“Siapa ini!!!!” Damar sedikit berteriak karena perasaan kagetnya. Saat itu juga tangan kanannya secara reflek juga menepis tangan kasar yang berada di pundak kirinya. Ia merasakan ternyata tangan itu sangat dingin sekali.
Disaat itu pula tangan kirinya yang sedang meraba dinding berhasil meraih sakelar dan segera ia menekan tombol saklar tersebut ke arah bawah dalam hitungan sepersekian detik lampu ruangan pun menyala terang. Dia membalikkan badannya lalu melihat dengan jelas sosok yang baru saja menyentuh pundaknya. Damar pun bertambah kaget dan mundur satu langkah hingga punggungnya memepet ke tembok.
“Pak Sopian…”
“Bapak belum pulang?” sambung Damar melanjutkan kata-katanya.
Pak Sopian hanya terdiam dan menunjukkan muka sedih kepada Damar. Tak ada satu katapun keluar dari mulutnya. Lalu ia menundukkan wajahnya ke bawah enggan menatap wajah Damar.
“Saya kira bapak sudah pulang duluan tadi. Ini lampunya sepertinya rusak, tadi sudah saya matikan tapi ternyata hidup lagi, terus mati lagi.” Damar mencoba menjelaskan.