Kedua pemuda itu menerobos kegelapan malam kota Batam dengan mobil sedan Toyota Vios warna biru tua yang Randy kemudikan. Angin basah berhembus diluar jendela dan gerimis-gerimis kecil juga membasahi kaca depan mobil mereka. Sekaan wiper mobil didepan kaca yang bergerak lambat mampu menghapus rintik-rintik kecil air yang menempel dan tidak lagi menghalangi pandangan mata mereka.
Jarak yang ditempuh dari kantor mereka ke kediaman Damar memang cukup jauh. Dari kawasan Tanjung Uncang ke daerah pemukiman Batam Center biasanya dibutuhkan waktu sekitar empat puluh lima menit sampai satu jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor jika jalan dalam kondisi lancar dan tidak macet. Pada malam itu Randy memutuskan untuk mengantarkan Damar terlebih dahulu sebelum ia pulang kerumahnya.
Untuk mengusir sepi ditengah perjalan, mereka berdua melanjutkan obrolan yang sebelumnya terhenti selepas meeting di ruang meeting kantornya. Damar masih merasa heran dengan kehadiran sosok Pak Sopian yang datang secara tiba-tiba ketika ia sedang mengecek keadaan lampu ruang meeting sebelumnya. Damar pun bertanya kembali ke Randy mengenai Pak Sopian.
“Apakah benar kamu nggak lihat Pak Sopian tadi keluar dari ruang meeting ketika aku memeriksa lampu ruangan?” Tanya Damar pelan ke Randy.
“Ya elaah…kamu masih gak percaya juga. Untuk apa aku bohong.”
“Kamu serius lihat Pak Sopian? Bukannya kamu tahu kan, dia sudah pulang duluan sebelum kita keluar ruangan.” Tegas Randy.
“Ya justru itu letak keanehannya. Aku benar-benar yakin aku bicara sama dia.”
“Dia cuma nulis satu kalimat aja ke saya.” Lanjut Damar.
“Kalimat apa yang dia tulis” Tanya Randy seakan ingin tahu lebih lanjut.
“Dia bilang ke aku untuk hati-hati. Kamu lihat kan tadi di white board.” Jelas Damar.
“Aku kurang memperhatikan Hmmm… sangat aneh.” Kata Randy lagi.
“Aku benar-benar merasa aneh kenapa ia tidak langsung berbicara saja ke saya. Dia justru menulis sesuatu yang sangat singkat dan tiba-tiba menghilang.” Tambah Damar berbisik pelan kepada Randy.
Damar masih terus mencoba memikirkan semua kejadian yang baru saja dia alami. Masih sangat hangat diingatannya sorot mata Pak Sopian yang kosong dan tidak seperti biasanya saat ia berjumpa.
“Sudahlah nggak usah dipikirkan lagi, mungkin itu halusinasi kamu yang kecapekan dan banyak pikiran.” Kata Randy.
“Aku juga kadang gitu kok kalau capek sekali suka mikir yang aneh-aneh. Mendingan kita bahas masalah besok buat kerja shift malam kita.” Lanjut Randy.
“Iya mungkin, aku memang capek banget hari ini.” Jawab Damar datar.
“Kira-kira siapa saja personel kita yang akan ikut shift malam besok?” Randy mencoba mengalihkan pembicaraan dengan maksud supaya Damar tidak lagi memikirkan kejadian aneh yang dia alami sebelumnya.
“Ada anak buahku bernama Sardi dia sangat rajin dan nurut sama aku. Aku akan ajak dia.” Damar berucap.
“Ooo… baguslah. Terus dua orang lagi siapa?” Tanya Randy.
“Ada. Cuma yang dua ini kerjanya kurang bagus, agak malas. Dia direkomendasikan sama Pak Rendra, tapi ya kalau terpaksa kita bisa bawa mereka juga.” Jawab Damar.