Renata Keyla

Fiha Ainun
Chapter #3

BAD LUCK

Gue mengerang beberapa kali karena mendengar teriakan dari luar kamar.

"Natt, bangun gak? Bangun woy! Anak perawan hobinya molor mulu. Lo ada kelas pagi, kan hari ini?"

Itu teriakan kakak perempuan gue. Dia teriak sembari mengetuk pintu kamar berkali-kali hingga membuat gue mau tidak mau harus bangun karena terusik dengan ulahnya.

"Iya gue bangun, berisik banget lo Sica!" gue cuma manggil dia namanya saja. Iya, gue senang memanggil dia dengan sebutan Sica kalau lagi marah.

"Kualat lo sama gue! Gak ada sopan-sopannya. Cepetan bangun! Gue tunggu di ruang makan."

"Berisiik!" gue teriak lagi. Bodo amat sama kualat, yang penting sekarang gue kesal gara-gara Kak Sica udah ganggu tidur gue. Alhasil, gue cuma kelejetan di atas kasur sambil nendang-nendangin selimut juga ngelempar bantal ke sembarang tempat. Gue yang notabene-nya kalau tidur kaya kebo, terus diusik, udah pasti gue bakal uring-uringan. Coba aja bangunin singa pas lagi tidur. Nah, gue marahnya udah kaya singa itu.

Gue terus menghentak-hentakkan kaki di kasur sambil gempulingan kesana-kemari hingga otomatis membuat gue jatuh ke lantai.

Gue menjerit, pantat gue sakit sumpah. Akhirnya gue bangkit dan mata tak sengaja melihat jam yang ada di nakas dan itu menunjukkan pukul 07.30.

Sial, gue telat!

Gue hari ini ada kelas jam Delapan, otomatis gue cuma punya waktu buat dandan selama 30 menit. Akhirnya gue langsung bangkit. Namun, gue malah jatuh lagi gara-gara kepeleset selimut.

Pantat gue sakit lagi sumpah. Akhirnya gue singkirkan selimut itu lalu langsung lari ngibrit ke kamar mandi. Gue mandi cepet banget ala capung lagi cebok.

Setelah pakai baju dan dirasa sudah beres, gue langsung melesat ke ruang makan. Gue mandi dan dandan kira kira selama 10 menit, masih ada sisa 20 menit lagi.

Gue langsung duduk dan makan roti yang udah disiapkan dengan sekali suapan. Satu roti yang berselai itu benar-benar langsung masuk ke mulut. Setelah dikunyah bentar, gue menyeruput segelas susu juga. Tapi, belum sempat menghabiskan segelas susu itu, mata gue nggak sengaja melihat Mama yang melangkah hendak ke meja makan. Otomatis gue langsung tersedak.

"Pelan-pelan dong," gerutu Kak Jessica, gue sih lebih senang manggil dia Sica.

Baru aja gue mau menyapa Mama, eh dia malah langsung balik kanan bubar barisan. Iya, dia langsung balik kanan dan melangkah menuju kamarnya kembali. Kayaknya tadi dia mau ikut makan, deh. Tapi setelah melihat gue, dia langsung pergi. Dia memang gitu, kelihatannya kayak dosa banget makan bareng gue.

"Papa sama Kak Andrew udah berangkat kerja?" Akhirnya gue tanya sama kakak gue yang cantik ini. Dia menjawab dengan deheman karena mulutnya juga sedang penuh dengan roti.

"Kak Sica hari ini gak ada pemotretan?" tanya gue. Iya, Kak Sica berprofesi sebagai model sementara Kak Andrew kerja di kantor milik Papa.

"Ada, tapi nanti agak siangan. Lo berangkat kuliah sendiri, ya, bawa mobil aja."

Gue mengangguk. "Ya udah gue berangkat. Kasian Mama, kayaknya mau makan deh, tapi gak jadi gara-gara ada gue."

"Lo ngomong apa sih!" seru Kak Sica namun tak gue gubris.

Gue langsung pamit ke Kak Sica dan melesat ke garasi untuk mengambil mobil dan segera tancap gas. Sumpah, hari ini gue telat banget!

***

Turun dari mobil, gue langsung ngibrit ke kelas karena sekarang jam sudah benar-benar menunjukkan pukul delapan tepat. Gue lari, tapi karena mungkin ini sudah nasib gue, gue jatuh lagi. Gue jatuh gara-gara kaki kanan gue tersandung sama kaki kiri gue sendiri.

Gue mengerang kesakitan. Seketika gue celingukan, beruntung di area parkir lagi sepi. Kalau ramai kan mau di taruh di mana muka gue yang cantik ini, duuhh!

Akhirnya gue bangkit lalu langsung ngibrit lagi menuju kelas. Coba hitung deh gue sudah berapa kali jatuh bangun? Tiga kali, gengs. Sekali lagi gue jatuh, fix, gue dapet gelas.

Waktu gue masuk, gue otomatis langsung jadi pusat perhatian oleh mahasiswa lainnya. Dan poin pentingnya adalah, gue langsung diplototin sama dosen. Gue bener-bener lupa kalau hari ini itu kelasnya si botak killer. Iya, dosen yang satu ini udah botak, killer pula. Hobinya marah-marah terus, kalau nggak marah ya cerewetnya minta ampun melebihi ibu-ibu kalau lagi ngomelin anaknya. Eh? Nggak tau sih, secara gue kan gak pernah tau rasanya di omeli ibu sendiri. Mama aja benci gue, boro-boro ngomel, ngomong aja nggak.

Berakhirlah gue diusir keluar sama dia. Dia memang gitu, telat dikit gak boleh ikut kelas. Alhasil, gue cuma berdiri di luar kelas sambil melihat mahasiswa lain yang fokus belajar di dalam. Kaki gue pegal berdiri terus sumpah. Mending dikeluarin dari kelas juga kalo diijinin pergi ke kantin sama si botak killer ini. Ini mah nggak! Gue disuruh tetap berdiri di depan kelas sampai kelas bubar. Gila, kan? gue sumpahin rambut di kepalanya biar gak bisa tumbuh lagi!

Ini gue beneran capek banget berdiri terus. Gue celingukan kesana-kemari memastikan kalau nggak ada orang lain yang lewat. Setelah yakin nggak ada yang lewat, gue langsung duduk lesehan di lantai. Bodo amatlah baju gue mau kotor atau nggak, yang penting kaki gue gak pegal-pegal lagi.

Baru saja gue mau selonjorin kaki, terdengar suara bariton seorang pria di sebelah gue. Otomatis gue menoleh dan dibuat menganga lebar karena orang yang berdiri di sebelah gue ternyata orang yang paling gue kagumi di kampus. Kak Juna, senior tiga tingkat lebih atas dari gue, anak Fakultas Kedokteran juga.

Otomatis gue langsung berdiri. Sumpah gue malu pakai banget, kepergok kaya gini di depan orang yang gue kagumi.

"Ngapain duduk di lantai?" tanyanya yang cuma gue jawab dengan cengiran karena benar-benar bingung harus jawab apa.

"Terus, ngapain di luar? Kamu gak masuk kelas?" tanyanya lagi dan seperti biasa gue cuma nyengir doang.

Dapat dilihat dia mengeryit kebingungan. "Kamu dikeluarin, ya?" tanyanya sekali lagi.

Akhirnya gue kembali nyengir lagi tapi kali ini sambil menganggukkan kepala. Sumpah, gue malu banget. Kenapa juga Kak Juna harus di sini?

Lihat selengkapnya