Renata Keyla

Fiha Ainun
Chapter #12

APRIL

Gue berdiri di balkon sambil merentangkan tangan untuk menghirup udara segar di pagi hari. Gue menunduk ke arah bawah sambil sesekali menguap karena baru saja bangun tidur. Betapa terkejutnya gue ketika mendapati Devin kini tengah melambaikan tangannya ke arah gue.

“Woi! Ngapain lo di sini?” tanya gue dengan sedikit berteriak supaya Devin dapat mendengarnya, karena posisi gue sekarang masih di balkon kamar yang berada di lantai dua. Jelas gue kaget ketika melihat Devin di sini. Ini masih pagi, mau apa Devin sepagi ini datang ke rumah gue.

“Udah cepetan mandi, gih. Gue tunggu di bawah!” balas Devin tak kalah berteriak lalu segera memasuki rumah.

Akhirnya mau tak mau gue langsung mandi menuruti perintah Devin. Bukan menuruti juga, sih, kebetulan hari ini gue ada kelas pagi. Masa iya gue berangkat ke kampus nggak mandi dulu. Bagaimana reaksi fans gue nanti kalau melihat penampilan dekil gue?

Setelah selesai mandi dan semacamnya, gue langsung turun ke bawah menemui Devin. “Di mana Yuna?” Gue bertanya karena tidak melihat keberadaan Yuna saat ini.

“Pulang dulu katanya,” jawab Devin sambil menyantap roti yang ada di hadapannya.

Gue mendengus. “Gaya lo! Kayak lagi di rumah sendiri aja,” gerutu gue sambil ikut menyambar roti berselai yang sudah Devin buat.

Devin berdecak pelan. “Nanti juga ini jadi rumah gue.”

Gue terkekeh pelan mendengar ucapannya. “Oh, ya?” Gue mengejek. “Lo mau ngelamar jadi tukang kebun rumah gue biar bisa tinggal di sini?”

Mendengar ucapan gue, Devin langsung menoyor kepala gue. “Bukan itu maksud gue!”

Gue mendelik sebal. “Ya terus apa?”

Terlihat Devin menghela napas pelan. “Susah kalo ngomong sama jomblo akut. Gue ngode, dia gak peka.”

“Bodo ah!” Gue mencibir dan langsung menyeruput segelas susu di hadapan gue.

***

Gue hanya terdiam ketika Devin memasangkan helm di kepala gue. Setelah selesai memasangkannya, gue langsung beranjak menaiki motor sport milik Devin.

“Lo ada kelas hari ini?” tanya gue ke Devin ketika Devin mulai menjalankan motornya. Jelas lah gue tanya hal itu, soalnya setahu gue Devin tidak ada kelas hari ini. Jadi, kenapa juga dia harus repot-repot ke kampus kalau tidak ada kelas.

Tapi gue heran sama diri gue sendiri. Kok bisa, ya gue tahu jadwal kelas Devin, sementara jadwal kelas gue sendiri, gue sering lupa. Aneh memang! Otak gue terkadang sedikit tidak waras.

“Gue gak ada kelas hari ini,” jawab Devin.

“Terus ngapain ngampus? Cuma nganter gue doang?”

“Nggak."

Gue mengerutkan kening menatap Devin dengan pandangan heran. Terus? Mau apa dia ke kampus kalau bukan cuma mengantar gue?

“Terus ngapain?” tanya gue lagi.

“Ajak lo jalan,” jawab Devin sedikit berteriak supaya gue bisa mendengarnya.

“Kapan?”

“Sekarang lah!”

Jawaban Devin sukses membuat mata gue membulat. Dia gila apa? Masa iya dia mau ajak gue jalan sewaktu gue ada kelas seperti ini? Dan gue semakin dibuat terkejut ketika melihat Devin membelokkan motornya menuju jalan yang berbeda dengan arah kampus.

“Woi! lo gila! Gue ada kelas hari ini!” Gue berteriak sambil memukul pelan bahunya.

“Ya elah! Bukan kelasnya Pak botak ini, kan?”

“Ya tetep aja, Vivin. Gue harus masuk kelas!”

“Bolos sekali mah halal, Natt.”

Gue mendengus mendengar jawabannya. Lagi pula, gue bisa apa? Toh sekarang yang tengah mengendarai motornya itu Devin. Tidak mungkin, kan gue harus loncat dari motor biar tak usah ikut Devin hari ini?

***

Alhasil, gue bolos sekarang. Tidak rugi juga sih sebenarnya gue bolos hari ini, toh sebenarnya gue memang tengah malas pergi ke kampus juga. Ya sudah, akhirnya bukan dengan terpaksa gue mau menerima ajakan Devin.

Sekarang gue tengah duduk di bangku depan toko swalayan. Gue kira Devin mau ajak gue ke mana gitu yang spesial, ternyata dia hanya mengajak gue untuk makan ice cream di depan toko swalayan seperti ini. Tapi tak apa-apa, yang penting ice cream-nya gratis.

Gue menyantap ice cream rasa coklat dari Devin dengan senang hati. Tapi, kalau melihat coklat, gue langsung teringat donat favorit gue, donat toping coklat. Gue tarik kembali ucapan gue yang waktu itu bakal berpaling ke toping keju. Nyatanya, gue gak bisa move on dari donat toping coklat!

“Napa lo, muka lo kecut gitu?” tegur Devin.

“Viviiinn...,” panggil gue sembari menunduk memasang wajah cemberut.

“Apa sih!” gerutu Devin. Mungkin dia merasa geli melihat raut wajah gue yang seperti ini.

Lihat selengkapnya