Gue menatap langit lewat jendela kamar sambil sesekali menyeruput teh hangat yang tadi sudah dibuat. Hangat. Setidaknya saat ini hati gue ikut menghangat karena teh itu. Gue memejamkan mata sambil menghembuskan napas dengan teratur, berusaha melepaskan beban yang selama ini terus menggerogoti.
Gue yang tengah berusaha mengendalikan pikiran sedikit terkejut ketika mendengar dering di ponsel gue. Gue meraih ponsel yang diletakkan di meja rias lalu melihat siapa yang menelepon. Kak Andrew. Bukan, ternyata dia tidak menelepon, tapi Video Call. Gue tersenyum tipis. Mungkin dia terlalu merindukan gue sampai ingin melihat wajah gue saat ini.
Akhirnya gue langsung mengangkat panggilan video itu. Dan beberapa detik kemudian, ponsel gue menampakkan wajah Kak Andrew yang saat ini terlihat hanya memakai pakaian santai itu.
"Hai pacar!" sapanya pertama kali dan berhasil membuat gue terkekeh geli.
"Lo bilang, lo sebagai kakak aja gak pernah tertarik sama gue? Kenapa sekarang malah manggil gue pacar?" Gue bertanya karena kembali mengingat percakapan dengan Kak Andrew waktu itu di hari Kak Andrew pergi ke Jepang menyusul Papa.
"Lo lagi?!" pekiknya. "Lo hutang satu pukulan dari gue!" serunya yang semakin membuat gue terkekeh geli.
"Iya iya, Kak Andrew...," seru gue lalu terkekeh pelan kembali.
"Natt," panggilnya yang gue jawab dengan deheman. "Lo kok kurusan?"
"Masa sih?" tanya gue balik. Padahal gue sendiri sadar akan hal itu. Jelas saja gue kurus, karena terlalu lama berdebat dengan batin, nafsu makan gue juga jadi ikut turun. Makanya gue jadi lebih kurus sekarang.
"Serius! Lo gak makan teratur, ya?" tanyanya. Ada raut wajah khawatir yang terlihat dari wajah Kak Andrew saat ini.
Gue tersenyum. "Nggak Kak, gue sengaja lagi diet," jawab gue. Padahal nyatanya, diet apaan!
"Gak usah diet, Natt. Badan lo udah bagus kok waktu itu."
Gue terkekeh pelan lalu berdeham. "Serius? Terlihat seksi, ya kayak Kang Seulgi?" goda gue sambil menaik turunkan alis.
Terlihat Kak Andrew langsung mendengus pelan lalu beralih memandang ke arah lain. "Liatin, Pa! Anak Papa narsis banget dih!" teriaknya. Dan gue dapat mendengar suara tertawa seseorang yang gue yakini itu adalah suara tawa milik Papa.
Gue terkekeh lagi melihat ada raut kekesalan dari wajah Kak Andrew. "Papa di sana?"
"Iya, ada. Tapi dia masih sok sibuk kerja!" serunya seolah menyindir Papa di sana.
Gue tersenyum. "Kak Sica juga?"
"Sica belum pulang," jawab Kak Andrew. "Dia selalu sibuk dengan pemotretannya di sini," cibirnya.