Renata Keyla

Fiha Ainun
Chapter #28

HE IS MY BOYFRIEND

"Serius lo selama ini nyangka Yuna sama Devin pacaran?" pekik Ara tak percaya.

Saat ini kami tengah berkumpul bersama seperti biasa, namun kali ini tanpa si kembar, siapa lagi kalau bukan Malik dan Ridwan. Gue juga tak tahu mereka di mana. Biarlah, toh mereka kalau pergi pun tak mungkin pergi ke planet lain.

"Wah gila!" teriak Joshua tak percaya.

Kini terdengar gelak tawa dari Adin yang memenuhi seluruh penjuru kantin. Gue hanya meringis malu melihat tingkah Adin yang tertawa lebar seperti itu. Beruntung saat ini tak ada Malik. Kalau ada, mereka berdua pasti bakal terus-terusan meledek gue. Secara di antara sahabat-sahabat gue yang lain, mereka berdua yang hobi meledek gue.

"Sumpah! Gue aja sampai kaget pas dia bilang gue pacarnya Devin!" seru Yuna. "Ya kali aja gue pacaran sama lo! Ya, gak?" tanya Yuna sambil sedikit menyenggol bahu Devin yang duduk di sampingnya.

"Kok lo bisa nyangka Yuna sama Devin pacaran, sih?" tanya Dio penasaran.

Gue hanya menunduk sambil menopang dagu dengan tangan yang dilipat di atas meja, sangat enggan untuk menjawab pertanyaan dari Dio.

"Ceritanya panjang," seru Devin yang menjawab pertanyaan dari Dio. "Gue yakin lo semua bakal ikut migrain kalau denger cerita gue."

Gue hanya cemberut mendengar suara tawa mereka yang terdengar hampir bersamaan itu. Apa hobi mereka itu hanya menertawakan gue? Kan gue tak sepenuhnya salah juga dalam masalah ini. Ini juga salah Devin, Devin kan__ Ahh, sudahlah! Jangan dibahas lagi. Benar kata Devin, gue juga jadi ikut migrain jika kembali membahasnya.

"Terus sekarang gimana? Kalian udah resmi pacaran, kan?" tanya Sesil.

"Iya dong!" Devin kini menjawab dengan percaya dirinya yang membuat gue mendengus kesal.

"Gue kan belum jawab!" seru gue tak terima.

"Kan gue gak minta jawaban dari lo!" balas Devin.

"Ya kan kalau yang namanya pacaran itu, perlu persetujuan dari kedua belah pihak!"

"Bodo amat! Yang penting, kalau gue udah bilang kita pacaran, ya udah kita pacaran!"

"Ya gak bisa gitu dong!" Gue mendengus. "Lo gak bisa romantis banget, sih! Masa nembak cewek kayak gitu?!"

"Gue gak nembak lo!" elak Devin lagi. "Orang gue cuma ngasih tau, kalau kita pacaran. Gitu!"

"Ya itu, kan sama aja namanya nembak!"

"Nggak ah!"

"Ih devin! Lo tuh ya-Aww!"

Sontak gue menjerit bersamaan dengan Devin ketika merasakan kepala gue kini berbenturan dengan kepala Devin yang duduk tepat di depan gue. Gue menoleh dan langsung melotot ke arah Adin yang duduk di sebelah gue.

"Lo apa-apaan, sih!" bentak gue sambil melotot garang menatap Adin, sementara yang ditatap malah menunjukkan cengiran kudanya hingga membuat yang lain langsung menertawakan gue.

"Lagian berantem mulu, urusan rumah tangga jangan dibawa-bawa ke kampus!" seru Joshua ikut membela Adin.

Gue mendengus pelan, segera melipat tangan dan menyimpannya di atas meja. Gue langsung menyembunyikan wajah di antara kedua tangan.

Gue benar-benar kesal sekarang. Kenapa sih Devin tak bisa romantis seperti pria-pria yang lain? Gue juga kan mau diperlakukan romantis seperti itu? Ahh! Dasar berengsek!

"Natt," bisik Devin di telinga gue, sambil mengelus pelan tangan gue.

Gue tak bergeming sama sekali, terlalu malas untuk meladeni ocehan Devin saat ini.

"Natt," bisik Devin lagi sambil sedikit mengguncang pelan lengan gue.

Gue akhirnya mengangkat kepala, segera menoleh menatap wajah sahabat-sahabat gue yang tengah asyik dengan obrolan mereka sendiri. Entahlah, rasanya gue malas untuk melihat wajah Devin saat ini.

"Gue balik!" seru gue dan langsung bangkit melesat tanpa menunggu jawaban dari mereka.

***

Gue berjalan sambil menunduk dan sesekali menendang kerikil di bawah. Ahh... pokoknya hari ini, gue benar-benar sangat kesal sekarang. Sangat sangat sangat kesal sekali. Salah tidak sih kalau gue menginginkan perlakuan romantis dari Devin? Nggak, kan?

"Natt!"

Gue langsung terdiam beberapa saat setelah mendengar seseorang memanggil gue. Gue jelas kenal dengan suara itu. suara itu milik seseorang yang tengah membuat gue kesal seperti sekarang. Akhirnya gue memilih kembali melangkah tanpa menggubris panggilan itu.

"Woi!" serunya yang kini sudah sukses berdiri di samping gue sambil merangkulkan tangannya di bahu gue. "Nyelonong aja."

"Apaan sih!" dengus gue sambil menyingkirkan tangannya yang bergelayut di badan gue itu.

"Lo marah?" tanyanya sambil kembali menempatkan tangannya lagi di bahu gue.

Lihat selengkapnya