Halo, namaku Rengginangwati.
Jenis makhluk apakah aku? Aku makhluk ciptaan Tuhan yang pernah merasa lapar, ngantuk, malas, dan begitu-begitulah. Pokoknya aku tidak terbuat dari ketan. Aku sama kayak kalian. Punya daging, tulang, rambut, darah dan haus akan kasih sayang.
Dan pagi ini aku sedang mengemas baju. Empat celana jins. Tiga celana kain. Kaos berlengan pendek. Nah, sekarang aku bingung, berapa banyak kaos yang harus aku bawa. Aku melihat tumpukan baju dari atas sampai bawah. Firasatku mengatakan kaos lengan pendekku sebanyak 30 lebih. Ya, mau gimana lagi, aku memang hobi pakai baju berlengan pendek kok.
"Oke, bawa sepuluh saja cukup," kataku.
Aku memasukan 10 kaos lengan pendek warna-warni. Kuning. Merah. Hijau. Biru. Kuning lagi. Merah. Hijau muda. Hijau tua. Hitam.
"Yah Ketan-yang-digaringkan! Kenapa lama sekali!" Suara cempreng memenuhi kamar.
Itu suara kakak tiriku. Namanya Maisaroh, tapi lebih suka dipanggil Mai saja. Kalau aku sedang marah, aku akan memanggilnya Saroh.
Dia berkacak pinggang di depan pintu. Uh lihat saja penampilannya. Sudah kayak anak kota saja. Rambutnya ombre dengan ujung kecokelatan. Dia memakai lisptik coral, sangat tidak cocok dengan kulitnya yang sawo matang.
"Sudah dibilangin! Mengemas bajunya itu kemarin malam! Kita akan terlambat ke bandara kalau gini!" Maisaroh mengamuk lagi.
Cepat-cepat aku mengambil kutang, celana dalam, dan memasukan seluruh yang ada di atas meja rias: bedak, sisir, headset, pena merah, rambut rontok, dan mungkin debu, o tidak, aku menyingkirkan debu yang tertempel di tangan dengan menggosokannya ke celana jins.
"Cepat!"
"IYA!" seruku lantang.
Maisaroh sedikit terkejut. Kemudian dia menutup pintu kamarku dengan keras. Bruk. Kalau saja ada jendela kaca di samping pintu, sudah aku pastikan jendela itu bakalan hancur berkeping-keping.
Aku pun menutup koper, menyeretnya dengan tergesa-gesa.
"Rengginang, kenapa kamu lama sekali di kamar? Jangan bilang baru mengemas pakaian?"