Rengkuh

Lily N. D. Madjid
Chapter #10

Bab 10 Menyingkap Kabut

Oom Rudy masih mengangguk-anggukkan kepala sambil memejamkan mata, saat lagu kami selesai dimainkan. Kami saling melempar pandang. Aku sendiri merasa sedikit tegang. Penasaran, bagaimana penilaian Oom Rudy terhadap penampilan kami barusan.

Panji mengetuk-ngetukkan stick drumnya pelan. Ogay menggosok kedua tangannya berulang-ulang. Aku dan Satria lagi-lagi saling pandang. Hanya Bedul yang terlihat tak peduli. Dia sudah merebahkan tubuh kurusnya di sofa yang ada di sudut ruang.

"Ehm!"

Kami semua tersentak. Serentak memusatkan pandangan ke arah Oom Rudy yang sudah membuka matanya. Tangannya mengelus-elus jenggot iritnya.

"Jadi? Gimana Om?" Ogay bertanya tak sabar.

"Ya…. " sahut Om Rudy. Menatap kami satu persatu. "Om suka lagu kalian." katanya. Kami menarik nafas lega. "Musik kalian oke. Kurasa cocok dengan konsep caffe yang kami rencanakan," kata Om Rudy lagi.

"Yes!" Ogay dan Panji melakukan highfive.

"Tapi.... " Om Rudy lagi-lagi menatapi kami satu persatu dengan matanya yang tajam. "Seperti yang tadi Om katakan, masih ada beberapa grup lagi yang akan mengikuti audisi. Kalian berdoa saja supaya keberuntungan memihak pada kalian." Om Rudy mengakhiri kalimatnya dengan senyuman. Seperti dikomando, kami semua—kecuali Bedul yang sudah mendengkur—mendesah kecewa. Om Rudy tertawa.

Akhirnya kami semua—setelah dengan susah payah membangunkan Bedul—meninggalkan tempat audisi dengan perasaan yang mengambang. Oom Rudy berjanji akan segera mengabari saat ia sudah mengambil keputusan. Semua masuk ke mobil Ogay. Tidak ada yang bicara. Ogay menyalakan mesin. Tak lama mobil meluncur pelan membelah arus lalu lintas di jalan.

"Hei, lu, lu pada, kenapa dah suntuk begitu?" Bedul nyeletuk. Ogay meliriknya dari spion depan. Anak itu sedang menggeliat malas di kursi belakang.

"Makanya lu jangan molor aja, Dul. Jadi nggak tahu apa-apa 'kan? Kita semua jadi gak semangat karena pengumuman audisi gak bisa dilakukan sekarang. Kita harus nunggu, padahal semua udah penasaran."

"Dih, begituan aja bikin lu semua pada lesu. Lemah kalian."

"Elu lebih parah dari kita, Dul. Kerja lu molor terus." Panji balik mengolok Bedul.

Lihat selengkapnya