Seperti air sungai, kehidupan yang aku jalani juga terus mengalir. Walau akhir-akhir ini agak tersendat. Seumpama sungai yang dijejali sampah, aliran airnya akan melambat. Bahkan tersumbat, lalu tak lagi jernih dan menghitam. Menguarkan bau busuk yang menyengat.
Nyaris saja aku seperti itu. Jejalan masalah yang kuhadapi, serupa sampah yang mencemari aliran air sungai. Mengeruhkan akal sehat yang aku punya. Nyaris saja mematikan nalar, membuat pikiran-pikiran busuk menjalar. Andai tak ada Satria yang selalu mengingatkan, atau Bunda, atau Bang Gery di kantor, entah bagaimana jadinya aku kemudian. Aku beruntung masih dikelilingi oleh orang-orang seperti mereka. Untuk itu, aku coba untuk menjalani hidup, seperti sebelumnya. Kutiru Bunda, yang selalu menganggap semua masih berjalan normal.
♫ Tender is the night lying by your side.♫
♪ Tender is the touch of someone that you love to much. ♪
♪ Tender is the day the demons go away. ♪
♫ Lord, I need to find someone who can heal my mind.♫
“Ya, hallo."
“Jati? Kamu di mana?”
"Masih di tempat klien. Mau rapat bareng Bang Gery."
"Oooh, kok kamu lesu gitu? Kamu sakit?”
"Nggak. Aku ... nggak apa-apa, kok."
"Beneran?”
"Iya bener. Ada apa?"
"Ketemuan yuk. Kayaknya udah lama banget kita nggak ketemu. Kamunya sibuk terus.”
"Kapan?"
“Kalau hari ini kamu bisa?”
"Mmm ... kayaknya sih bisa. Jam lima atau setengah enam gimana? Sekalian ngabuburit. Soalnya aku baru kelar kira-kira jam empat. Nanti aku langsung meluncur ke ... kemana nih? Rumah atau kampus?"
“Kampus aja. Kebetulan aku selesai kelas terakhir jam segitu juga.”
"Ok."
“Ok. Nanti aku tunggu di kampus, di tempat biasa ya. Bye!”
*** *** ***
"Jati!"
Kulihat Bang Gery melongokkan kepala dari ruangan rapat. Aku mendekat.
"Udah mau mulai?" tanyaku. Bang Gery mengangguk.
"Kali ini lo yang presentasi. Suara gue abis," katanya.
Aku nyengir. Dua rapat di tempat klien sebelumnya memang dia yang maju, seperti biasa. Sekarang sepertinya dia menyerah. Tenggorokannya yang menyerah, maksudnya.
"Ok, Bang. Bener nih udah mau mulai?"
"Yaelah, lu nanya terus. Nervous lu, ya?"
"Sorry dory mory, Bang. Lu nggak liat apa betapa pedenya gue?"
"Ya udah, buruan masuk sini."
"Iya, iya, sebentar." Duh, kok aku mendadak keringatan ya. Ha-ha.
*** *** ***