"Jati, bagaimana kata dokter tadi?"
Bunda membuka gerbang depan, menyambut kami yang baru saja turun dari taksi online. Buru-buru kubantu ia mendorong gerbang yang berdecit keras itu. Aku baru saja pulang dari rumah sakit untuk kontrol, ditemani Kak Jenar.
"Alhamdulillah. Kata dokter semua oke, Bun," kataku. Menunjukkan lengan kiriku yang sudah tidak digips lagi. Ngilu setiap kali menggerakkan badan, menurut dokter juga bukan sesuatu yang serius. Hanya karena aku kurang bergerak, maka jadi seperti itu.
"Alhamdulillah kalau begitu." Bunda berjalan menjajari langkahku. Kak Jenar sudah lebih dulu masuk ke dalam rumah. "Bunda nggak berhenti mendoakan, Jati. Biar kamu cepat pulih, cepat beraktivitas seperti dulu lagi. Ya?" Bunda mengelus bahuku dengan sayang.
Aku membuang pandangan ke arah lain. Bunda belum tahu saja kabar terakhirku. Kalau aku diPHK dari pekerjaan. Aku pengangguran sekarang. Aku juga belum bisa aktif kembali dengan bandku, karena kendala tangan yang belum benar-benar pulih. Juga Bedul yang memilih keluar dari grup membuat Empty Room terancam gagal dikontrak sebagai homeband.
Apakah aku mampu bersabar?
"Apakah berat, Bun?"
"Eh, apa? Apa yang berat?"
"Bersabar."
"Bersabar?"
"Iya, seperti yang Bunda lakukan setiap kali masalah menerjang hidup Bunda. Jati lihat, Bunda selalu menghadapinya dengan penuh kesabaran," kataku. Kulihat Bunda tersenyum tipis.
"Ah, itu. Itu bukan masalah berat atau ringan, sebenarnya." Bunda berhenti. Kami sudah sampai di tepi halaman. Bunda melangkah ke teras rumah dan duduk di bangku teras. Ia menunjuk bangku kosong di sebelahnya. Aku mendekat. Lalu duduk dengan hati-hati.
"Kadang, pilihan yang kita punya saat menghadapi suatu masalah hanya sedikit, yaitu bersabar atau melampiaskannya menjadi sebuah amarah berkepanjangan. Jika Bunda dihadapkan pada situasi semacam itu, biasanya Bunda akan mempertimbangkannya lebih lama. Mana yang paling sedikit dampaknya bagi kita semua.
Jika Bunda melampiaskannya sebagai amarah, tentu akan membawa pengaruh negatif juga pada kalian anak-anak, juga semakin membuat kusut permasalahan. Jika Bunda bersabar, masalah—walau belum tentu selesai—akan terendapkan. Kalian pun tidak harus melihat semua kekacauan. Mana yang lebih baik untuk Bunda pilih menurutmu? Bunda sejak dulu selalu bertekad untuk tidak pernah membiarkan kalian ikut terlibat dalam pusaran masalah yang terjadi di antara kami, orang tua kalian." Bunda menjelaskan panjang lebar.