Kini Jana sudah siap dengan seragam putih abu miliknya. Gadis berperawakan tinggi itu kini sedang menunggu Dandi menjemputnya.
Diliriknya arloji yang melingkar di tangan kanan menunjukkan pukul 6.30. Biasanya, beberapa menit lagi Dandi akan tiba menjemputnya.
Jan menekuk wajahnya yang tirus, perlahan mengatur pernafasan. Udara pagi itu cukup membuat kulitnya merasakan dingin, “kamu sedang apa di sana?” lirihnya di sela hembusan napas.
Ia tak bisa membayangkan apa yang telah ia lalui kemarin. Rasanya seperti mimpi saja. Kematian memang tidak bisa diterka kapan ia akan datang.
“Coba saja kamu masih hidup. Kurasa kamu pasti bisa mencoba menceritakan masalahmu padaku,” Jana hanya tersenyum kecil, ia mencoba menenangkan jantungnya yang kini tengah mengundang bulir-bulir air mata miliknya jatuh.
Dan lamunannya terpecah ketika Dandi menepuk bahunya pelan. “Eh, nggak baik ngelamun pagi-pagi, ntar diculik wewegombel.”
Jana terkejut kegika mengetahui kehadiran pacarnya itu. Sontak ia langsung tersenyum simpul menutupi fakta bahwa ia memang sedang melamun. ”Iya, Dan, maaf. Besok-besok nggak lagi,” jawabnya sambil mengerucutkan bibir.
Dandi membalas ucapan Jana dengan menarik hidung kecil miliknya. Seketika, keduanya tertawa kecil. “Kamu masih kangen Rian ya, Jan?” tanya Dandi ketika tertawa mereka usai.
Jana menganggukan kepalanya kecil. Dan detik itu juga, terdengar helaan napas dari Dandi yang sedikit membuat Jana heran. “Jangan begitu dong. Nanti aku cemburu nih, kamu mikirin cowok lain!”
Jana sontak menahan tawa kala mendengar ucapan dari Dandi. Ia tak menyangka pacarnya itu bisa berkata demikian.
“Oh, jadi Dandi cemburu ya?” godanya sambil menatap jahil.
Sontak Dandi langsung menanggapinya dengan anggukan kencang. “Tentu!” jawabnya cepat.
“Ya sudah nggak lagi kok Dan. Yuk berangkat, ntar telat kena marah bu Retno kita,” ujar Jana sambil berjalan mendahului Dandi.
Dandi yang tadinya memasang wajah cemberut kini perlahan sudah tersenyum lagi. Kedua remaja itu kini telah melaju membelah jalanan kota. Keduanya berboncengan dengan mesrah dengan canda tawa yang terus ada hingga mereka tiba di sekolah.
***
”Jan, bagaimana ceritanya mantan kamu itu? Dandi nggak cemburu kamu melayat ke sana?” tanya Juwita. Teman satu bangku Jana, sang ratu gosip di kelasnya.
Mendengar penuturan temannya, Jana menatap lekat Juwita yang menampakkan ekspresi sangat kepo. “Nggak, Jut. Lagian dia bukan mantanku, dia sahabatku dan Dandi nggak pernah melarang aku buat ngelakuin hal baik kok,” jawab Jana.
Mendengar penuturan Jana, Juwita langsung menyambarnya dengan pertanyaan yang lain. “Oh begitu ya. Eh, katanya mantan kamu itu-“ Juwita seketika menggantung perkataannya.
Jana seketika menaikkan alis kirinya karena penasaran. “Katanya apa?” tanyanya ingin memastikan.