RENJANA RIMBA

Joen YH
Chapter #7

Suzuki Katana, Apel Wanglin dan Developer

Beruntung sepanjang perjalanan menuju Batu cukup lengang saat senja itu. Padahal, biasanya volume kendaraan yang lewat di sepanjang jalan itu cukup padat. Damayanti pun dengan mudah bisa menyelusuri jalanan itu.

Begitu memasuki jalan Brantas yang menurun setelah klenteng Kwan Im Tong, bak kesetanan Damayanti menarik gas motornya. Ia pun melesat ke arah Cangar. Tak sampai sepuluh menit Damayanti tiba di gerbang Talun. lima menit kemudian ia telah memasuki halaman rumahnya.

Mobil suzuki Katana Blitz warna putih tampak parkir di tepi halaman.

Damayanti turun dari motornya lalu berdiam diri sejenak. Ia berusaha menenangkan hatinya yang mulai bergemuruh. Setelah melepas helm ia memasuki rumah dengan langkah kaki tanpa keraguan sedikitpun.

“Ini cucu saya, Damayanti.”

Nenek Damayanti memperkenalkan cucunya itu kepada tamunya setelah Damayanti bergabung dengan mereka di ruang tamu.

Dua orang laki-laki yang tengah duduk di ruang tamu bersama neneknya, mengangguk sopan kepada Damayanti.

Damayanti pun membalas. Kemudian ia menyalami kedua tamunya itu. Sikap dan bahasa tubuhnya sama sekali tidak menunjukkan bagaimana hati dan pikirannya yang sedang bergemuruh.

“Dama, ini pak Rian dan ini mas Tomi. Mereka berdua ingin membeli lahan kebun kita yang di bagian barat. Katanya mereka sudah melihat-lihat kebun. Dan mereka meminta kepastian hari ini juga,” kata nenek Damayanti setelah cucunya itu duduk di sebelahnya.

Laki-laki agak tua yang berbadan gemuk berkulit putih dengan kumis tipis menimpali nenek Damayanti sembari menyerahkan kartu namanya ke Damayanti.

“Ini, mbak. Tadi kami pikir bisa langsung meminta kepastian dari ibu Sudinah. Ternyata kata beliau, yang menentukan kepastian adalah mbak Damayanti.”

Damayanti mengambil kartu nama yang diulurkan laki-laki itu. Lalu membacanya dengan wajahnya tenang.

Rian Wahyudi

PT. UNGGUL SEMESTA

Developer

“Dan ini mas Tomi dari tim perencana di kantor kami,” kata pak Rian memperkenalkan laki-laki muda bertubuh kurus di sampingnya. Laki-laki muda itu berwajah runcing dengan mata lebar. Kulitnya sawo matang seperti Damayanti. Ada kacamata oval bertengger di hidungnya yang sangat mancung.

“Selanjutnya biar mas Tomi yang akan menjelaskan,” imbuh pak Rian.

Lalu aki-laki muda yang dipanggil mas Tomi itu mengeluarkan map dari tasnya yang dipangku sejak tadi.

“Jadi begini mbak. Selain membeli lahan kebun, kami juga akan memberi keuntungan jangka panjang. Ini adalah profil vila eksklusif yang rencananya akan kami dirikan di atas lahan kebunnya mbak Damayanti dan ibu Sudinah,” kata Tomi. Lalu ia menyerahkan map berwarna kuning menyala kepada Damayanti.

“Kami membuat program yang dimasukkan ke dalam ketentuan penyewaan vila. Setiap penyewa wajib mengikuti program. Program itu adalah petik apel eksklusif karena bisa sepuasnya memetik. Tentu harganya akan disesuaikan dengan fluktuasi harga apel di pasaran. Selain itu dibuatkan program membuat makanan berbahan apel di mana apelnya hasil memetik sendiri di kebun. Kami juga membuat pembagian laba program sebesar tiga puluh dan tujuh puluh persen. Tiga puluh untuk kami, sedangkan yang tujuh puluh untuk pemilik kebun,” jelas Tomi.

Damayanti mendengarkan Tomi sembari membaca lembaran-lembaran kertas di dalam map kuning. Matanya membaca cepat namun tak melewatkan satu pun huruf di lembaran-lembaran itu.

Lihat selengkapnya