RENJANA RIMBA

Joen YH
Chapter #9

Oskab Ongis Nade dan Amplop Cokelat

Aroma sedap menghambur menuju balkon kantor Wildlife Freedom Fighter. Benar-benar jelas tercium perpaduan kaldu sapi dengan bumbu untuk kuah bakso khas Malang. Damayanti yang sudah duduk di kursi balkon, menggerakkan lehernya mengikuti arah datangnya aroma itu. Dari atas balkon ia melihat seorang laki-laki sekitar empat puluh tahun, sebaya dengan Anton, tengah mengatur gerobak dorong yang tidak terlalu besar. Gerobak itu kemudian diletakkan tepi jalan utama depan kantor.

Rupanya Pendik, abang tukang bakso langganan kantor Wildlife Freedom Fighter dan juga warga sekitar, tiba lebih cepat daripada kebiasaan jam mangkalnya. Gerobak dorong itu berwarna biru menyala dengan tulisan besar “Oskab Ongis Nade - Sam Kidnep” di bagian depan.

Pendik menyadari ada yang sedang memperhatikannya dari balkon. Kepalanya pun mendongak.

“Dama! Nih masih baru meluncur dari dapur. Kamu tidak turun?”

Pendik membuka tutup dandang besar yang berisi penuh dengan bakso, tahu bakso, mi gulung, tahu putih dan siomay basah. Uap mengepul keluar dari dandang. Sontak aroma itu semakin leluasa menyerbu hidung siapa pun yang berada di sekitarnya.

“Sebentar!” teriak Damayanti yang kemudian berlari menuruni tangga.

Pendik mengeluarkan mangkuk dari laci atas gerobak. Lalu memberikannya kepada Damayanti yang sudah berdiri di sampingnya. Tangan Damayanti mengisi mangkuknya dengan cepat. Tiga bakso urat, satu tahu putih, dua siomai.

“Nah, sudah. Kuahnya yang banyak ya Sam7 ,” ujar Damayanti.

Ia menggeser tubuhnya agak jauh dari gerobak. Lalu Pendik menuangkan kuah panas ke dalam mangkuk. Uapnya mengepul-ngepul .

“Mau tetelan?” tanya Pendik sambil mengaduk dandang.

Damayanti mengangguk. Setelah Pendik meletakkan beberapa tetelan dan sebongkah tulang iga di mangkuknya Damayanti, ia menutup prosesi penyajiannya dengan menaburkan irisan daun seledri, daun bawang segar dan bawang merah goreng. Siapa pun yang melihatnya tak akan mampu menahan air liurnya!

Dengan hati-hati Damayanti membawa mangkuknya berjalan menaiki tangga ke balkon. Ia memilih duduk di kursi yang paling tepi.

“Wah! ini dia,” kata Kuncoro yang muncul dari ruangan dalam kantor Willdlife Freedom Fighter.

 Di belakang Kuncoro, Anton menyusul tergesa. Seperti halnya Damayanti, mereka berdua memilih sendiri untuk isian mangkuknya.

Sam, sambal dan saus kubawa sekalian ke atas ya?” pinta Kuncoro.

Oyi8

Pendik memberikan botol saus tomat dan mangkuk sambal kepada Kuncoro. Sedangkan Anton membawa dua mangkuk yang berisi penuh oleh bakso dan kawan-kawannya. Satu mangkuk untuk dirinya sendiri, satunya lagi mangkuk untuk Kuncoro.

Tak sampai sepuluh menit, mangkuk tiga orang itu sudah kosong.

“Alhamdulillah.”

 Kuncoro mengelus perutnya yang mulai membuncit. Anton dan Damayanti terkekeh melihatnya.

“Eh, aku yang bayar kali ini,” kata Kuncoro yang bersiap bangkit dari duduknya.

“Alhamdulillah. Rejeki anak yatim piatu” sahut Damayanti dengan riang. Kedua tangannya merapikan tiga mangkuk di meja.

“Sini, aku saja yang membawa botol saus dan sambal. Dama bagian mangkuknya.”

Kuncoro meraih dua botol itu dan bergegas menuruni tangga.

Lihat selengkapnya