RENJANA RIMBA

Joen YH
Chapter #17

Jangan Bunuh Mereka!

Seminggu telah berlalu.

Seperti tidak pernah terjadi apa-apa, aktivitas di kantor Wildlife Freedom Fighter tetap seperti biasa. Pemuda yang melemparkan bom molotov ketika acara birdrace telah diamankan pihak polisi. Meski desas-desus santer dibicarakan bahwa pemuda itu adalah suruhan developer yang mengincar Lambau, namun belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian.

Damayanti pun telah bersiap kembali melanjutkan program Wildlife Freedom Fighter di Lambau. Hati dan jiwanya dipenuhi semangat berkobar-kobar. Seperti kata Kuncoro kepadanya “Kita tetap ada karena Lambau ada untuk kita”.

Sehari sebelumnya Damayanti dibantu Wisnu menyiapkan perlengkapan untuk birdwatching. Diantara mereka berdua tidak ada pembicaraan apa pun tentang pelemparan bom molotov. Yang menjadi topik hangat pembicaraan justru para pemenang birdrace.

“Kamu ingat tiga bapak-bapak yang menjadi juara harapan dua? Dua orang dari bapak-bapak itu adalah pemburu burung,” kata Damayanti seraya mengeluarkan binokular-binokular dari lemari penyimpanan.

“Yang memakai setelan hitam seperti seragam pencak silat? Dan kepalanya memakai udeng13?”

“Iya. Betul mereka. Awalnya pak Mo yang mengajak mereka ikut. Tapi mereka tidak mau karena malu. Katanya takut ketahuan kalau mereka pemburu burung. Padahal pak Mo sendiri adalah seorang pedagang burung. Tapi karena pak Mo sudah berhenti tidak lagi menjual burung, maka pak Mo percaya diri ingin ikut birdrace,” lanjut Damayanti.

“Bapak-bapak itu kocak sekali. Aku menyukai mereka. Apalagi pak Mo. Aku ingat betul ia menyalamiku dengan guncangan keras,” ujar Wisnu.

“Ternyata pak Mo sudah pernah ikut birdwatching. Bahkan ia ikut di hari pertama. Dulu kupikir pak Mo warga Tanjung atau warga Bareng. Ternyata bukan,” kata Damayanti sambil menutup lemari penyimpanan. Ia telah mengeluarkan sepuluh binokular.

“Katanya ia salah mengira. Kita dikira pecinta burung yang akan menangkapi burung di Lambau. Apalagi kita membawa ransel besar yang dikira isinya peralatan terbaru untuk menangkap burung,” imbuh Damayanti dengan tertawa geli.

Wisnu pun tergelak.

***  

Jalanan masih lengang sepanjang jalur jalan Ir. Rais. Damayanti dan Wisnu berjalan cepat dengan wajah semringah dari arah pasar Mergan. Mereka naik angkutan umum dari kantor Wildlife Freedom Fighter lalu turun di pasar Mergan.

Di tengah perjalanan Wisnu melihat seseorang yang sangat ia kenal.

“Bima!” teriak Wisnu tertahan.

Di kejauhan, di depan gerbang masuk Lambau, Bima berdiri dengan melambaikan tangan kanannya ke arah Damayanti dan Wisnu.

Deg

Degup kencang tiba-tiba menyerbu di dalam dada Damayanti. Ia berusaha meredamnya dengan semakin mempercepat langkah kakinya menuju Lambau. Sedangkan Wisnu telah mendahuluinya. Wisnu menghambur ke Bima. Mereka berpelukan yang kemudian saling menepuk bahu.

“Kamu keren, Bima. Aku tidak menyangka kamu bisa menangkap pemuda itu. Ternyata calon jurnalis kita ini pandai bela diri,” kata Wisnu dengan merangkul erat bahu Bima. Bagaimanapun, ia kagum kepada Bima.

“Ah, sudahlah. Justru cak Ibor dan kawan-kawannya yang keren. Ternyata mereka sengaja ikut serta jadi peserta karena bagian skenario mereka dengan pak Anton. Aku tidak menduga sama sekali kalau mereka adalah pasukan bayangan,” sahut Bima.

“Kalian semua keren!” pungkas Wisnu.

Damayanti tersenyum simpul sembari mengacungkan dua ibu jarinya kepada Bima. Samar, pipi Bima merona.

Lihat selengkapnya