RENJANA RIMBA

Joen YH
Chapter #18

31 Mei 2002

Genderang perang ditabuh di dalam hati para pembela tanah Lambau. Kobaran api telah memercik dan menyebar ke seluruh pembuluh darah nadi mereka. Pagi itu semuanya bergerak!

Cak Ibor bersama puluhan orang dari komunitas punk datang dari arah stasiun. Mereka mengenakan kaos hitam, celana hitam dengan sepatu lars hitam yang mengkilat. Rambut mohawk mereka pun disisir dengan sangat rapi.

Lalu dari arah SMA Negeri Tiga, rombongan mahasiswa planologi ITN Malang juga bergerak menuju alun-alun Tugu. Sedangkan dari arah Splendid, rombongan besar gabungan dari forum masyarakat Tanjung juga bergerak cepat menuju arah yang sama.

Damayanti dan Wisnu berada di rombongan aktivis lingkungan yang di koordinir Wildlife Freedom Fighter. Sekitar tiga puluh orang mengenakan kaos hitam berlogo lingkaran putih dengan gambar alam raya dan burung terbang. Di bagian punggung kaos mereka, bertuliskan Wildlife Freedom Fighter warna putih terang.  Rombongan itu bergerak dari masjid Jenderal Ahmad Yani.

Tampak dua kendaraan Barracuda, satu kendaraan Watercanon, satu mobil ambulan dan sekitar sepuluh mobil patroli telah berjejer di samping Skodam V Brawijaya. Beberapa kompi pasukan anti huru-hara telah membentuk barisan barikade di halaman gedung DPRD. Massa yang bergerak dari berbagai arah terus maju hingga jalan lingkar Alun-alun Tugu Malang. Teriakan lantang massa membahana ke seluruh langit Alun-Alun Tugu Malang.

“SELAMATKAN LAMBAU! SELAMATKAN LAMBAU! SELAMATKAN LAMBAU!”  

Massa terus bergerak menuju gedung DPRD. Rombongan aktivis lingkungan mulai membentuk formasi rapi. Lalu membentangkan spanduk-spanduk bertuliskan “Selamatkan Lambau”. Tidak ada teriakan dari mereka. Semua mata para aktivis itu menatap tajam ke depan. Tak ada senyum di bibir mereka.

Kuncoro yang berdiri di luar barisan diserbu para awak pers. Dengan tenang ia menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan kepadanya. Lalu Kuncoro memberikan selembar kertas yang berisi press release.

Orasi pun mulai terdengar di depan halaman gedung. Disambut teriakan massa yang makin menggelora.

Mata Damayanti sempat beredar ke seluruh penjuru aksi pagi itu. Namun sosok yang ia cari tidak tampak sama sekali. Lalu ia kembali menatap ke depan. Sepenuh hati, tangannya menggenggam erat tongkat yang menjadi tumpuan spanduk. Sedangkan di sisi yang lain, Wisnu juga memegang tongkat tumpuan spanduk.

Hampir satu jam massa itu beraksi di depan halaman gedung DPRD. Akhirnya para massa ditemui. Lalu beberapa perwakilan dari rombongan massa diminta masuk ke dalam gedung. Massa pun tenang. Tidak ada orasi dan teriakan sambutan.

Tiba-tiba tampak spanduk besar bertuliskan “Selamatkan Lambau” telah terpasang di tiang-tiang tepi balkon gedung DPRD.

Cak Ibor dan tiga orang lainnya yang ternyata memasang spanduk, melambai-lambaikan tangannya kepada massa. Sontak semuanya bersorak sorai. Tepuk tangan dan teriakan menjadi satu. Damayanti dan Wisnu yang semula tenang, mau tidak mau ikut larut dalam animo massa.

 “Hidup Lambau! Hidup APP! Hidup Tanjung! Hidup Perjuangan!”

Detik kemudian terlihat cak Ibor dan kawan-kawannya diserbu oleh pasukan anti huru-hara. Spanduk itu dirampas paksa. Tampak jelas dari bawah, Cak Ibor dan kawan-kawannya dipukul lalu diseret ke dalam.

Massa pun marah!

Lihat selengkapnya