RENTENIR: PEMBURU KEBENARAN

Novi Assyadiyah
Chapter #1

BZ

23 Maret, pukul 04.00 WIB

Bau darah yang tajam melumuri tangan pria itu. Semasa hidupnya selama tiga puluh tahun, dia mengasah kemampuan bela dirinya dengan mengorbankan banyak darah para pesaing keluarganya. Pria dengan inisial 'BZ' di saku jaketnya selalu tahu mana darah yang menciprat dari lawan maupun kawan. Biasanya, dia yang selalu mengendalikan situasi, tetapi kali ini dia yang dikendalikan.

Dia berjalan terhuyung-huyung, membuka pintu rumah dengan sorot mata yang kosong. Dia berdiri lama di ruang tengah tanpa kesadaran. Namun, saat suara peluit terdengar dari arah luar, tubuhnya merespon, matanya berputar, dan dia terjatuh tak sadarkan diri di lantai dingin rumahnya.

23 Maret 2008, pukul 06.00 WIB

Sesosok tubuh pria tergeletak kaku di gang sempit jalanan yang sepi. Darah kehitaman yang mulai mengering, tampak menggenang di sekitar tubuhnya yang penuh luka tusukan. Tidak jauh dari tempatnya berada, seekor anjing berlari kencang di jalan setapak, diikuti oleh pemiliknya yang khawatir peliharaannya akan hilang. Hidung sensitif anjing itu menangkap bau yang kuat dan tidak biasa, memandunya hingga mendekat ke gang sempit.

Anjing itu menggonggong keras di depan gang. Sang pemilik yang sudah mendekat ke hewan peliharaan tampak terkejut dan histeris, membuat tubuhnya seketika terduduk lemas di sana. Tangannya gemetar saat merogoh ponsel di sakunya.  Wajahnya pucat pasi, matanya terpaku pada pemandangan mengerikan di depannya. 

Dia mengetik nomor darurat dengan susah payah. Suaranya bergetar ketika operator Polsek mengangkat teleponnya. “Tolong…, ada mayat di gang dekat rumah saya. Saya dan anjing saya menemukannya. Tolong cepat datang!”

Bau anyir darah yang baru disadari langsung membuatnya mual. Dia mendekat ke selokan dan memuntahkan isi perutnya. Tidak berselang lama, sirine mobil polisi terdengar bergema, diikuti oleh serombongan petugas berseragam yang menutup area tempat kejadian perkara dan mengamankan barang bukti.

Korban diketahui bernama Iwa Suwardi berumur tiga puluh dua tahun dari Kartu Tanda Penduduk yang ditemukan. Sebuah korek api gas berwarna merah dengan inisial ‘BZ’ mencolok di antara bercak darah di tanah. Tidak jauh dari posisi tubuh Iwa, tergeletak pisau dapur berlumuran darah dan gagangnya masih menunjukkan sidik jari yang jelas. Dinding bata di belakang tubuh korban pun berlumuran bercak-bercak darah, seolah ada kekerasan yang terjadi. Kepala unit polri segera melaporkan situasi kepada Kapolsek.

“Pak, kami menemukan mayat di Gang Resik. Keadaannya sangat mencurigakan. Karena lokasi kejadian bukan tempat strategis, tidak ada CCTV yang terpasang. Kami kemungkinan akan kesulitan mengidentifikasi pelaku. Oleh karena itu, kami membutuhkan bantuan tambahan dari Polres,” lapor unit patroli melalui radio.

“Baik, segera kirimkan laporan awal dan amankan TKP. Saya akan menghubungi Polres. Mereka bisa tiba dalam waktu sekitar satu jam,” jawab Kapolsek.

Kasat Reskrim Polres, Kompol Sandi, segera merespons dengan mengoordinasikan tim yang terdiri dari penyidik dan detektif dari Unit Reskrim, tim identifikasi (Inafis), anggota unit Sabhara, serta Tim Resmob. Sesampainya di tempat kejadian perkara, Inspektur Iriana, sebagai penyidik utama, segera menerima laporan terbaru tentang penemuan bukti dari unit polsek sambil memeriksa kondisi mayat.

“Kita tidak boleh membiarkan pelaku melarikan diri!” kata Inspektur Iriana dengan nada tegas. “Koordinasikan dengan unit terdekat dan pastikan semua jalur keluar desa aman.”

Dia mengeluarkan perintah dengan rasa tanggung jawab yang besar karena Kompol Sandi memerintahkannya langsung untuk mengambil alih situasi di lapangan dan memastikan pelaku tidak lolos.

Setelah penyelidikan di lokasi kejadian berakhir, Inspektur Iriana kembali ke Polres. Kantor polisi tampak hiruk-pikuk dengan pelapor dan petugas yang sibuk, suara langkah kaki dan bisik-bisik memenuhi ruangan. Namun, tiba-tiba, seorang pria melangkah masuk dengan jaket hitam, wajahnya pucat dan gemetar.

Lihat selengkapnya