RENTENIR: PEMBURU KEBENARAN

Novi Assyadiyah
Chapter #2

INGATAN KOSONG

Setelah penangkapan Bagas, Kompol Sandi meminta Inspektur Iriana untuk memimpin kasus Bagas Zulfikar dengan bukti yang sudah ada, dan tidak membuang waktu karena sekarang semua mata masyarakat sedang tersorot ke kepolisian. Dengan izin Kompol Sandi, Inspektur Iriana meminta tim penyidik segera bergerak untuk menyita aset-aset Bagas. Dokumen keuangan dan catatan utang diperiksa dengan teliti, uang tunai dihitung dan diamankan, kendaraan berupa sepeda motor dipindahkan ke tempat aman, dan rekening banknya segera dibekukan. 

Di kantor kepolisian, Inspektur Iriana bergegas menuju ruang interogasi bersama Detektif Yudha yang mengikuti di belakangnya. Langkah Detektif Yudha terasa berat, pikirannya terusik oleh sesuatu yang tak kunjung hilang. Menangkap sinyal dari raut wajah rekan kerjanya, Inspektur Iriana tiba-tiba menghentikan langkahnya, berbalik, dan melipat tangan di depan dada, map berisi foto-foto Iwa Suwardi yang tadi dipotret di lokasi kejadian tergenggam erat di tangan kanannya.

“Ada apa, Yudha?” tanya Inspektur Iriana dengan menaikkan satu alisnya.

Detektif Yudha ragu sejenak untuk menjawabnya, tetapi akhirnya menarik napas dalam dan berkata, “Bu, apakah bijak jika kita mengabaikan kasus orang hilang begitu saja setelah menangkap Bagas? Bisa saja kedua kasus ini memiliki keterkaitan.”

Inspektur Iriana mengangguk perlahan, jemarinya mengetuk map yang digenggamnya. Tatapannya tajam saat mempertimbangkan kata-kata yang dilontarkan oleh rekannya itu. Meskipun ada laporan bahwa Bagas pernah menjadi terduga pelaku dalam kasus orang hilang, Inspektur Iriana tetap teguh pada pendiriannya. Bayangan tubuh Iwa Suwardi yang tergeletak di Gang Resik menuntut kejelasan, dan baginya, bukti di tempat kejadian adalah kunci yang harus dipecahkan.

“Kasus orang hilang sudah berulang kali membuat Bagas lolos dari hukum. Sekarang, kita punya bukti kuat dalam kasus Iwa Suwardi, dan itu yang harus kita utamakan,” jawab Inspektur Iriana.

Detektif Yudha merasa ada yang salah dengan keputusan ini, tetapi dia tahu Inspektur Iriana adalah orang yang rasional. “Tapi Bu, kita tidak bisa mengabaikan juga persoalan mengenai laporan dari keluarga korban yang hilang, yang masih menunggu jawaban. Jika kita menekan Bagas di interogasi nanti, mungkin kita bisa mendapatkan lebih banyak informasi.”

Inspektur Iriana menatap Detektif Yudha, matanya menunjukkan ketegasan. “Yudha, saya mengerti kekhawatiranmu, tapi kita sedang di bawah tekanan untuk segera menyelesaikan kasus ini. Kasus ini sensitif dan sudah menjadi sorotan publik. Mengejar kasus orang hilang tanpa bukti jelas hanya akan menghambat kita,” jelas Inspektur Iriana dengan tegas yang kini mengalihkan pandangannya sejenak, seolah mencari cara untuk membuat rekannya itu tenang sebelum menatap Detektif Yudha dengan yakin. “Bagaimana kalau gini. Setelah kasus ini selesai, saya janji kita akan selidiki kasus orang hilang itu bersama.”

Detektif Yudha mengepalkan tangannya, merasa kecewa, tetapi memahami batasan yang mereka hadapi. Inspektur Iriana menghela napas, mengerti beban yang dirasakan oleh bawahannya. “Percayalah, kita semua ingin keadilan. Tapi keadilan harus datang dengan langkah yang tepat.”

“Baik, Bu kalau begitu,” jawab Detektif Yudha dengan pasrah.

Inspektur Iriana pun mengangguk, menepuk bahu rekannya itu, dan segera melangkah ke ruang interogasi diikuti oleh Detektif Yudha yang masuk ke ruangan berbeda untuk melihat Inspektur Iriana menginterogasi Bagas. Di ruang interogasi yang dingin dan lampu minim pencahayaan, Bagas duduk dengan tangan terborgol, wajahnya penuh kemarahan dan frustrasi atas penangkapannya yang tiba-tiba. Inspektur Iriana memasuki ruangan dengan langkah tegas dan pandangan tajam. Dia meletakkan foto-foto wajah Iwa Suwardi yang telah tak bernyawa di atas meja satu per satu. Namun, Bagas mengelak dengan keras, bersikeras bahwa dia bukan pelakunya.

“Lalu, apa maksud dari jaket yang disembunyikan ini?” tanya Inspektur Iriana dengan meletakkan foto jaket Bagas yang terkena noda darah, yang Bagas sembunyikan sebelumnya di bawah tempat tidur.

“Itu, karena ….” jawab Bagas terpotong oleh ucapan Inspektur Iriana yang menunjukkan jarinya ke arah jaket dengan inisial “BZ”, dan bukti korek api gas yang memiliki inisial yang sama.

“Inisial ini, nama kamu, kan? Jadi, sampai kapan kamu mau mengelak? Bukti sudah jelas mengarah kepada kamu, Bagas!” katanya dengan sorot mata yang tajam dan tegas.

“Saya dijebak! Iya, saya dijebak. Saya benar-benar nggak melakukan apa yang kalian tuduhkan!” teriak Bagas dengan kesal.

Lihat selengkapnya