RENTENIR: PEMBURU KEBENARAN

Novi Assyadiyah
Chapter #7

SARANG LAWAN

Rumah mewah di tengah Desa Gerhana terpampang jelas pada sorot mata Bagas dan Kilau. Ini berbeda dengan rumah milik Bagas yang tampak sederhana meskipun dia adalah bos rentenir. Saingannya, Yolan, lebih memilih gaya hidup mewah dan tidak sayang membuang uang untuk memamerkan kekayaannya. Butuh dua puluh menit perjalanan keduanya untuk sampai ke Desa Gerhana menggunakan sepeda motor yang hampir kehabisan bensin. Sejak di perjalanan, Kilau merasa nyawanya akan melayang karena Bagas mengebut kencang.

Ketika mereka tiba di depan gerbang, beberapa anak buah Yolan langsung menghalangi. "Bos Yolan nggak mau ketemu dan nerima siapa pun hari ini. Jadi, kamu nggak bisa ketemu sama bos!" kata salah satu dari mereka dengan nada tegas.

Bagas mengepalkan tinjunya, matanya menyala dengan marah yang tidak bisa lagi dia tahan. "Minggir!" desisnya penuh ancaman.

Kilau mencoba menghentikannya, tangannya menggenggam lengan Bagas dengan kuat. "Jangan, Bagas! Mereka terlalu banyak. Luka kamu itu belum sembuh," bisiknya dengan suara penuh kecemasan.

“Ingat, kamu harus percaya sama saya, Kilau.” Bagas melepaskan diri dari Kilau dengan gerakan cepat dan melangkah maju siap menghadapi anak buah Yolan. Matanya tidak menunjukkan rasa takut, hanya keinginan kuat untuk membalas dendam atas semua yang telah menimpanya.

“Tunggu saya melumpuhkan mereka semua, baru kamu masuk!” kata Bagas dengan sedikit berteriak.

Belum sempat menjawab, Bagas langsung maju melawan mereka. Masih berada di luar gerbang, Kilau menghitung jumlah anak buah Yolan di area depan dengan jari telunjuknya. Tiga orang di gerbang, dua orang lagi menyusul melihat keributan, dan lima orang muncul entah dari mana setelah kelima orang sebelumnya berhasil Bagas lumpuhkan.

“Gila!” Kilau mendesah, matanya membelalak saat melihat Bagas menghajar mereka dengan membabi buta. Kilau mengaku salah telah memprediksi kekalahan Bagas. Namun, saat lima orang mengepungnya lagi, Bagas mulai terlihat sedikit kewalahan.

Ketika salah satu dari mereka menendang luka di paha kanan Bagas dan membuat Bagas meringis kesakitan, tanpa berpikir panjang, Kilau menyalakan motornya dan menyerempet para penyerang untuk menjauhkan mereka dari Bagas. Dua dari mereka terjatuh ke aspal dan mengerang kesakitan. Kilau mencoba menyerempet yang lainnya, tetapi motornya tiba-tiba berhenti kehabisan bensin.

"Saya sudah bilang, kan, kalau kamu bisa masuk setelah saya habisi mereka semuanya!" teriak Bagas, napasnya terengah-engah. Rasa kesal jelas terlihat di wajahnya karena merasa bahwa bantuan Kilau hanya menghambat aksinya.

“Maaf ….” Kilau mengucapkan kata-kata itu dengan nada penuh penyesalan, tetapi rasa bersalahnya terputus saat Bagas mendekat dengan tinjunya terangkat. Kilau memejamkan mata, menunggu pukulan yang Kilau pikir akan menghantam dirinya.

Sebaliknya, Bagas melesat ke samping, tinjunya menghantam keras ke arah salah satu pria yang mencoba menyakiti Kilau. Pria itu terjengkang ke aspal dengan meringis kesakitan. Setelah itu, Bagas menghadapi orang-orang yang bangkit dari aspal dengan gerakan cepat dan penuh kemarahan. Tangan Bagas bergerak lincah, setiap pukulan dan tendangan menghantam lawan-lawannya tanpa ampun. Suara pukulan dan jeritan memenuhi udara, hingga akhirnya mereka terkapar pingsan di aspal.

Setelah memastikan bahwa tidak ada lagi ancaman di sekitar, Bagas meraih lengan Kilau dan menariknya menuju pintu depan rumah Yolan. Kilau yang baru saja membuka matanya, melangkah terhuyung mengikuti Bagas. Namun, saat mereka hampir sampai, tangan Kilau terlepas dari genggaman Bagas. Tiba-tiba, salah satu anak buah Yolan muncul dari belakang dengan gerakan cepat menarik Kilau dengan paksa.

Pisau yang mengkilat tertekan di leher Kilau, menambah ketegangan yang kian mencekam. Bagas terkejut dan melangkah maju untuk menolong, tetapi langkahnya terhenti saat suara Yolan terdengar dari samping pintu. Yolan berdiri santai di dalam ruangan, bersandar di dinding dekat pintu sambil memainkan kuku-kukunya yang baru dipoles dengan kuteks hitam berkilau.

“Kalau kamu mendekat ke arah wanita itu, dia akan kehilangan nyawanya,” ancam Yolan dengan nada dingin. Seorang pria botak dengan tato ular muncul di ambang pintu, menatap tajam dengan ekspresi tidak suka pada tamu tak diundang.

“Kamu yang akan saya pastikan nyawanya hilang, Yolan!”

“Sebelum itu, langkahi dulu mayat saya!” kata pria botak dengan lantang dan sorot mata tajam.

“Seperti yang kamu dengar, langkahi dulu anak buah saya,” kata Yolan dengan suara tenang, tetapi terdengar menjengkelkan. “Andi, jangan bunuh dia! Hajar aja sampai nggak mampu berdiri karena sudah membuat kekacauan di rumah ini.” 

Lihat selengkapnya