RENTENIR: PEMBURU KEBENARAN

Novi Assyadiyah
Chapter #8

SANG PEMAIN

Yolan sadar rumahnya sering kemalingan meski keamanannya dijaga oleh anak buahnya dan dia sengaja memasang CCTV baru tanpa sepengetahuan siapa pun, kecuali Andi, orang kepercayaannya. Setelah memasang CCTV itu, Yolan jadi tahu siapa maling yang selalu lolos, yang tiada lain adalah adiknya sendiri bernama Boni. Tidak jauh dari posisi Yolan, Bagas mengamati Boni yang berlutut di dekat Yolan dengan keringat dingin membasahi dahi. Yolan dengan sikap tenang, meraih kabel USB dari sebuah kotak dan menghubungkannya dari DVR ke laptop tua yang berada di atas meja. Di sisi lain, Kilau dengan hati-hati mengobati luka di tangan Bagas untuk mengurangi pendarahan, menunggu dokter kepercayaan Yolan datang. 

"Ini buktinya," kata Yolan sambil mengklik file rekaman tersebut.

Rekaman mulai diputar, menampilkan gambar hitam-putih dari kamera keamanan yang terpasang di garasi, jalan menuju gerbang, dan luar rumah. Bagas dan Kilau menonton dengan saksama, berharap menemukan petunjuk yang mereka butuhkan. Mereka terkejut saat melihat Boni, diam-diam masuk ke mobil hitam dengan pelat nomor yang sama persis seperti Bagas dan Kilau lihat di dekat kediaman Abas, lalu Boni mengemudikan mobil itu keluar gerbang saat anak buah Yolan terlelap. Setelah itu, tertangkap pada rekaman CCTV sosok Boni membuka gerbang dengan hati-hati dan mobil melaju entah ke mana. Tidak ada rekaman lain yang menunjukkan peminjam yang diklaim Boni telah meminjam mobil tersebut. 

“Sepertinya, lokasi Boni meminjamkan mobil nggak dekat rumah Yolan,” bisik Kilau kepada Bagas yang dibalas anggukan langsung.

Rekaman berganti ke kejadian hari ini. Di layar, Boni memanfaatkan momen ketika anak buah Yolan masih tergeletak tak sadarkan diri di aspal, sisa perkelahian sengit dengan Bagas. Dia memasukkan mobil ke garasi, gerak-geriknya tenang, tetapi sigap, seperti seseorang yang baru saja menghapus jejak. Wajahnya agak buram di rekaman, tetapi sikapnya jelas terlihat puas, seolah beban berat telah terlepas. Boni menggesek kap mobil dengan ujung jarinya, sejenak terdiam, lalu menarik napas panjang, seolah menimbang sesuatu yang besar. Dia memandang mobil itu dengan sorot mata penuh keinginan, tetapi ada keraguan yang tertahan—takut Yolan mencium kebiasaannya diam-diam menjual barang miliknya. Kemudian, rekaman pun tiba-tiba terhenti.

Yolan menoleh dengan tenang ke arah Bagas, matanya seakan menantang. "Lihat? Saya nggak bohong soal dia yang pakai mobil itu."

Yolan menyandarkan tubuhnya ke sofa, mempersilakan Bagas untuk bertindak. Bagas berdiri, langkahnya tertatih mendekati Boni yang berlutut.

"Tolong jawab! Kamu pinjamkan ke siapa mobil milik kakakmu itu?" suara Bagas bergetar, penuh amarah yang tertahan.

Boni menengadahkan pandangannya ke arah Bagas dan menatapnya dengan sorot mata yang takut. “Saya meminjamkannya pada salah satu peminjam kakak saya. Namanya Tara,” jawab Boni dengan suara hampir tidak terdengar. Sementara itu, Yolan yang mendengar pernyataan Boni menaikkan alisnya, terkejut bahwa salah satu peminjamnya terlibat.

“Kenapa kamu lakukan itu?” desak Bagas, menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya yang makin menusuk.

Boni menunduk, tidak berani menatap Bagas lagi. “Dia janji akan kasih bayaran dua kali lipat,” ucap Boni pelan, tetapi berhasil terdengar dan membuat Yolan tertawa. 

“Bon, kamu kurang apa sampai rela dibayar dua kali lipat? Harga diri kamu receh banget! Kurang apa lagi, Bon? Kakak selalu kasih kamu uang meski kamu pengangguran dan gak kerja,” ucap Yolan dengan nada yang terkesan mengejek.

“Justru itu! Aku mau buktiin ke kakak kalau aku bisa dapet uang. Kakak selalu merendahkan aku karena gabisa ini dan itu. Gak bisa jaga ibu, gak bisa melakukan hal yang benar.”

“Terbukti kan kalau kamu memang gak bisa melakukan hal yang benar?” balas Yolan dengan pandangan tak suka.

“Bisa berantemnya nanti dulu?” pinta Bagas dingin membuat Yolan tak berbicara lagi.

Kilau yang menyadari ketidakakuran kakak beradik ini menggelengkan kepala. “Kamu tahu apa yang kamu lakukan? Seseorang meninggal karena ini.”

Wajah Boni memucat. “Saya nggak tahu…, saya nggak tahu kalau hal ini bakal buat seseorang kehilangan nyawanya.”

"Yolan, biarkan Bagas dan saya memantau orang bernama Tara itu," usul Kilau membuat Yolan mengalihkan pandangannya ke arahnya.

Yolan menggeleng keras. "Nggak, nggak akan saya izinkan. Saya nggak mau berurusan dengan buronan seperti dia!” kata Yolan, menunjuk ke arah Bagas dengan gerakan tegas. “Meski adik saya salah, biar saya urus sendiri dia dengan cara saya," lanjut Yolan.

Bagas melangkah mendekat dengan tertatih, menatap Yolan dengan mata penuh keseriusan. "Kamu pikir saya mau kerjasama sama kamu? Polisi pasti akan menyelidiki kematian Abas. Gimana kalau mereka menemukan fakta bahwa sebelum itu, Abas bertemu dengan seseorang yang pake mobil kamu? Bukannya itu akan merugikanmu?”

Yolan menatap rekaman di laptop tuanya, ekspresinya santai dan hampir tidak terganggu. "Saya bisa kasih rekaman ini dan buktikan kalau saya bukan pelakunya," katanya dengan nada datar, tanpa menunjukkan keraguan.

Kilau menyipitkan mata dan mendekat ke Yolan. "Kamu benar-benar nggak peduli sama adikmu?" suaranya penuh ketajaman. "Apa kamu rela melihatnya meringkuk di penjara, hanya karena polisi menemukan keterlibatannya dalam kematian Abas?"

Lihat selengkapnya