RENTENIR: PEMBURU KEBENARAN

Novi Assyadiyah
Chapter #19

PERTEMUAN

Yolan dan Kasman saling menatap, sorot mata mereka penuh ketegangan. Keduanya lalu melirik ke arah spy cam yang tergeletak di tanah. Tanpa aba-aba, mereka berdua berlari ke arah spy cam itu. Yolan berhasil lebih dulu, tangannya meraih spy cam dengan cekatan. Namun, Kasman tak mau kalah. Satu tendangan keras mendarat di tubuh Yolan dan membuatnya terhuyung jatuh ke tanah.

Meski terjatuh, Yolan tersenyum tipis karena spy cam sudah aman di tangannya. Melihat itu, kemarahan Kasman kian memuncak. Dia mengeluarkan jarum panjang di balik jubah hitamnya, menghunuskan senjata itu dengan melemparkannya ke arah Yolan dengan keterampilan yang cepat. Yolan terperanjat dan berusaha menghindar, tetapi satu jarum berhasil menancap di bahunya. Yolan pun meringis, wajahnya menahan nyeri, tetapi tetap mencabut jarum itu dengan gerakan cepat.

“Kalau kamu mau selamat, serahkan kamera itu sekarang!” Kasman membentak, wajahnya memerah, urat-urat kemarahan jelas terlihat di pelipisnya.

Yolan memasukkan spy cam itu ke dalam saku blazernya dan keringat dingin membasahi dahinya. “Saya nggak akan kasih! Pembunuh kayak kamu harus dihentikan!” Napasnya tersengal, matanya menatap tajam ke arah Kasman.

“Begitu? Oke kalau itu pilihanmu!” Kasman menggeram, matanya memancarkan kemarahan yang memuncak.

Kasman melangkah maju, mengambil pisau di balik jubah hitamnya. Yolan terjun ke samping, berguling di atas tanah keras untuk menghindar serangan Kasman sambil memegang saku blazernya agar spy cam tidak keluar dan rusak. Dia bergerak gesit, membelok dan merunduk, sementara pisau Kasman terlihat seperti seekor ular mencari mangsa. Setiap ayunan nyaris mengenai, mendesing dekat telinga, dan memotong udara dengan tajam.

Napas Yolan terengah-engah, keringat mengalir deras di pelipisnya. Tiap gerakan terasa makin berat, seolah waktu melambat, tetapi instingnya menjerit, memaksanya untuk bertahan hidup.

Kasman terus menekan, seolah menikmati ketakutan yang terpancar dari mata Yolan. “Serahkan!” desisnya dengan tajam dan dingin.

“Nggak!” kata Yolan berusaha mencari celah untuk melawan. 

Dia meraih sebongkah batu di dekat kakinya, terasa berat dan kokoh di genggamannya. Tanpa pikir panjang, Yolan melemparkan batu itu ke arah Kasman. Batu melayang cepat dan menghantam bahu Kasman, memaksa pria itu mundur selangkah sambil meringis. Tidak menyia-nyiakan kesempatan, Yolan segera meraih sebatang kayu yang cukup tebal untuk dijadikan senjata. Ketika Kasman mengayunkan pisaunya, bilah tajam itu menghantam kayu di tangan Yolan, hingga menancap dalam. Membuat pergerakan Yolan untuk mengayunkannya menjadi tertahan.

Kasman tersenyum sinis, matanya masih berkilat penuh ancaman. "Kamu pikir bisa menang melawan saya, hanya karena senjata itu?" Dia menyelinap cepat, tangannya merogoh sesuatu dari balik jubahnya—sebuah jarum berkilat tajam yang langsung dia lemparkan. Jarum itu menembus perut Yolan dengan presisi. Napas Yolan tersengal, darah keluar dari mulutnya saat dia terbatuk. Kayu di tangannya terlepas dan jatuh ke tanah.

Kasman mendekat dengan langkah perlahan, menikmati penderitaan yang tergambar jelas di wajah Yolan. Yolan menggenggam saku celananya, berusaha melindungi spy cam yang akan dirampas Kasman. Dia mencoba meremasnya lebih kuat saat Kasman mencoba mengambilnya, tetapi kekuatannya melemah, dan Kasman dengan mudah merebut alat itu dari tangannya. Senyum kemenangan Kasman terlihat jelas di wajahnya.

“Lihat? Wanita selemah kamu nggak akan pernah bisa mengalahkan saya! Seharusnya kamu tahu sejak anak buah saya melumpuhkan Bagas!”

“Jangan terlalu sombong!” kata Yolan dengan terbata-bata dan napas terengah-engah sambil menahan sakit di tubuhnya.

“Udah nggak berdaya, mulut kamu masih nggak mau diem, ya?” Kasman melontarkan ejekan, matanya menyipit ketika dia membuka slot memory card di spy cam. Namun, slot itu kosong.

Lihat selengkapnya